Seminggu telah berlalu pasca insiden tapi Mas aksa masih betah tertidur di atas ranjang ICU. Di sisi lain aku pun sama masih tetap bolak-balik kampus dan rumah sakit sambil mengerjakan tugas kuliah. Aku ingin ketika Mas Aksa siuman dia akan merasa bangga karena istrinya telah mengerjakan skripsi.Malam ini, seperti biasanya sepulang dari kampus aku langsung menjenguk suamiku. Aku tidak boleh telat karena kasian pada Bu Zela, Pak Alfa atau Tsania yang kadang menggantikanku menjaga Mas Aksa saat kuliah.Kok, cuman mereka bertiga ke mana Tsabit? Aku tahu pasti banyak yang bertanya tentang itu.Nah itulah masalahnya. Usai pertemuan kami terakhir di kafe di mana dia mengungkapkan perasaannya dan diakhiri dengan adegan mengejar Hana, Tsabit seolah menghindariku. Entah apa alasannya tapi dia tiba-tiba menjadi orang asing. Namun, meski menjadi berbeda anehnya aku malah bersyukur karena dengan begini Tsabit dan aku jadi bisa menjaga satu sama lain. Terutama kata Bu Zela, baik Tsabit atau Hana
Tinggal satu hari lagi Mas Aksa berada di rumah sakit, akhirnya setelah lebih dari seminggu berada dalam observasi, besok nanti Mas Aksa diperbolehkan pulang karena tampaknya fisik Mas Aksa lebih cepat pulih dari perkiraan. Selama Mas Aksa di rumah sakit aku tidak pernah absen menemaninya kadang juga aku sampai mengerjakan skripsi di sini. Kupikir, selaku dosen sepatutnya Mas Aksa juga bisa membantu. Namun, ternyata memiliki suami dokter dan dosen sekaligus gak bagus juga, sebab terkadang kalau udah datang bawelnya aku suka berasa dengerin ceramah non stop. Otak Mas Aksa yang memiliki kecerdasan nasional di atas rata-rata sepertinya jomplang sekali dengan otakku yang hanya sesendok, sehingga ketika dia memberikan arahan, alhasil aku hanya bisa bengong sambil ngupil. "Mas, kayaknya aku gak usah sarjana aja deh, aku nyerah." Aku menelungkupkan tangan di atas meja yang ada di ruang rawat VIP. Rasanya kepalaku udah mau pecah gara-gara dari pagi sampai sore gak henti menelaah buku. Di
Tak kusangka, ternyata punya suami sekaligus dosen pembimbing skripsi ada enak dan gak enaknya. Sebulan paska dinyatakan sembuh seperti biasa Mas Aksa langsung beraksi, dia gencar sekali membantuku membuat tugas akhir dan tetek bengeknya. Sumpah, di satu sisi aku senang ada yang mengajari tapi di sisi lain aku berasa lagi diceramahi non stop jika aku salah.Bagiku yang gampang baper ini terkadang semua nasehat Mas Aksa yang disebutkan, persis guru BP yang sedang memarahi anak muridnya. Untunglah, aku enggak sampai diskors jadi istri, kalau itu sampai terjadi, apa bedanya aku dengan mahasiswanya? Bisa-bisa aku dapat ipk jelek sebagai istri dosen killer satu ini.Namun, terlepas dari semua itu hari ini aku benar-benar merasa bersyukur. Karena di tengah perjuanganku lulus aku mendapat info kalau si Kalila dan Nadia sudah taubat sehingga tidak akan mengganggu kami lagi. Nah dikareakan kabar gembira itu, siang ini gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba Mas Aksa mengajakku untuk makan sian
POV Hana "Saya terima nikah dan kawinnya Hana Anastasia Al Husna binti almarhum Ferdi Hamami dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.""Bagaimana para saksi? Sah?""Sah."Terdengar semua orang bersuka cita kecuali aku. Di saat semua pengantin wanita menitikkan air mata karena terharu bahagia, aku justru menangis karena setelah akad ini hidupku akan berubah 180 derajat dan akan sangat menyedihkan setelah menikah dengan Tsabit. Aku memalingkan wajah ke samping untuk melihat wajah pria yang tiba-tiba sudah menjadi suamiku. Setelah menyematkan cincin di jari manisku, Tsabit mencium keningku antar ikhlas dan enggak. "Gak usah manyun, saya juga malas nyium kamu, tersenyumlah meski pura-pura," bisik Tsabit sambil tersenyum mengejek."Berisik!" desisku sebal. Walau dengan kekesalan yang menggunung, aku yang sudah ingin mencekik suami di sebelahku terpaksa harus menahan diri karena malu.Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Seperti yang telah ditentukan oleh kedua keluarga, pernikahan i
Ini pernikahan bukan pesugihan, tentu aku tahu itu tapi kupikir apa salahnya jika menganggap perjanjianku dengan Tsabit adalah ladang uang. Tsabit membutuhkan aku untuk mengelabui keluarganya dan aku membutuhkan Tsabit buat bayar hutang Mamak dan membeli rumah sendiri. Asal tahu saja rumahku di kampung itu benar-benar mengkhawatirkan. Atapnya saja bolong dan dindingnya udah penuh dengan coretan. Kayaknya kalau ada hujan topan yang agak brutal bisa ambruk jadi kepingan. Dikarenakan alasan memalukan itu, Mamak paling gak mau bawa keluarga Tsabit datang ke Dusun Kenyot pasalnya takut syok lihat kemiskinan kami yang bukan di bawah garis lagi. Namun, apa daya Bu Zela bersikeras anaknya yang bernama Tsabit ini harus datang ke kampung. Katanya, sebagai pengantin pria sudah sepantasnya mengenal kampung pengantin wanita dan besok adalah waktunya.Lampu temaram masih menyala, waktu menunjukan jam sepuluh malam. Seusai tragedi sleting kampret aku duduk berhadapan dengan Tsabit yang masih memasa
Tsabit itu gen yang dikecualikan. Ya, bisa dibilang turunan Bu Zela yang paling aneh dan menyebalkan. Berbeda dengan Aksa dan Tsania yang kalem dan bersahaja, Tsabit itu lebih ke diktator dan jutek. Pokoknya bisa dibilang bagiku Tsabit itu 1% baik dan 99% galak. Jadi, gak heran jika aku tercengang ketika dia mau datang ke desa dusun kenyot tanpa syarat apa pun. Siang ini, sesuai rencana setelah menyelesaikan berbagai urusan, akhirnya kami berangkat juga ke kampung halaman. Tidak seperti biasanya yang menggunakan supir, kali ini pria tampan itu memilih menjalankan mobilnya sendiri dari kota Bandung menuju ke desa dusun kenyot yang letaknya berada di kaki gunung Tampo Mas. Sepanjang perjalanan aku gelisah melihat ke luar kaca. Bingung dan deg-degan, aku tidak tahu harus bagaimana menjelaskan situasi di desa nanti pada Tsabit karena pastinya keadaan di dusun akan berbeda dengan kota. Sejauh penyelidikanku, Tsabit ini termasuk lelaki yang terkadang kurang bisa beradaptasi dengan sekelili
POV AUTHORTsabit melihat lurus ke cermin, kemeja koko yang ia pesan dari designer terkenal itu tampak sangat mewah di badannya. Rencananya dia akan memakai kemko itu untuk acara pengajian sekaligus syukuran yang akan diadakan malam ini.Cukup lama Tsabit tercenung di depan kaca sampai akhirnya pria itu tersenyum geli sambil mengusap kepalanya yang benjol akibat didorong Hana tadi sore. Hanya karena gadis itu takut bibir mereka bersentuhan, Hana sampai melakukan tindakan seekstrim itu.Anehnya, Tsabit sama sekali tak marah. Dia malah merasa kejadian itu membuat Hana semakin lucu dan menggemaskan.Walau sebenarnya, sampai detik ini Tsabit masih tak percaya kalau dia bisa memperistri Hana yang merupakan gadis mantan preman dan juga berasal dari keluarga sederhana kayak Jingga. Dulu, Tsabit sempat berpikir kalau dia gak mungkin bisa cocok sama Hana karena Jingga telah memenuhi hatinya tapi entah mengapa ada yang aneh dalam perasaannya akhir-akhir ini. Melihat Hana yang bar-bar, Tsabit ja
"Mak, pokoknya Tari mau pulang. Kenapa Mamak gak bilang kalau Tsabit itu ganteng dan pengusaha kaya? Mamak jahat! Pokoknya Tari mau ngambil hak punya Tari." "Ya Mamak tahu kalau itu adalah hak kamu tapi mereka sudah menikah Tari. Kamu gak bisa ambil begitu saja. Salah sendiri kamu jual mahal, pakai acara kabur segala dan tidak mau mendengar penjelasan Mamak.""Iya tahu, Tari salah tapi kan pernikahan ini bisa dibatalkan Mak. Emang Mamak mau selamanya Hana mewakili Mamak di keluarga Pak Alfa dibanding Tari? Mamak berubah ya sekarang. lebih suka sama Hana dibanding Tari." "Mamak gak berubah Tari. Mamak tetep milih kamu. Ya udah Sekarang gini aja, kalau nanti Tsabit suka ketika melihat kamu mungkin Mamak akan mendukung karena bagaimana pun sampai saat ini Mamak merasa Hana beda banget sama kamu. Kau lihat dia, Mamak pikir suatu saat adik kamu akan mempermalukan Mamak lagi kayak dulu pas dia ketahuan malak sopir truk."Aku menghela napas dalam ketika benak ini kembali terngiang-ngiang p