Tuuuut.... Tuuut.... TuuuutKucoba menghubungi Pak Haji untuk menanyakan kelengkapan suratnya. Seletah beberapa kali, barulah beliau mengangkat telepon dariku."Assalamualaikum..." Terdengar sapaan dari seberang sana."Waalaikumsalam Pak Haji... Begini Pak, saya cuman mau bertanya, apakah surat-surat runah sudah disiapkan Pak? Karena memang uang nya sudah saya bawa."Memang Pak Haji meminta pembayarannya itu di berikan secara kes. Ketimbang, harus memberikanya lewat cek. Entahlah aku juga tak tau alasan beliau."Ooh iya Bu Ida, semua sudah siap Bu.""Alhamdulillah kalau begitu Pak. Kapan kita bertemu kembali?""Sebisa Bu Ida saja. Tapi lebih ceoat lebih baik menerut saya. Hehehe"Mendengar ucapak Pak Haji, akupun ikut tertawa."Yasudah gimana kalau besok pagi Pak? Jam sepuluh saya sama Bapsk kerumah Pak Haji.""Baik Bu Ida, siaap dengan senang hati.""Yasudah kalau gitu Pak, Assalamualaikum.""Waalaikumsalam..."Ku matikan sambungan telepon dan segera berlalu ke kamar Emak.Tok! Tok!
Saat aku hendak keluar dari kamar terdengar suara hp Mas Bowo berdering beberapa kali. Ternyata ada telepon masuk dari Ibu."Assalamualaikum, iya Bu. Bentar aku mau mandi dulu. Abis maghrib aku jemput.""Iya iya, yasudah kalau gitu. Waalaikumsalam."Aku peduli dengan ibu mertua jika dia akan kesini. Rasa sakit hatiku padaya juga sama besar seperti ke Mas Bowo. Gak Ibu, gak anak sama saja.Kini aku sudah berkumpul kembali bersama orang tua dan anak ku. Ku coba melupakan kejadian barusan di kamar. Menikmati hari bahagia bersama orang terkasihku.Adzan maghrib pun berkumandang bersahut-sahutan. Aku, Emak, Bapak dan Anita pun sudah bersiap menjalan kan sholat berjamaah dirumah."Ajak Bowo jamaah sekalian Nduk?" Ucap Bapak"Gak usah Pak, uda biarin aja dia sholat sendiri." Dengusku kesal.Jujur, aku tak bisa menyembunyikan perasaan kecewa ku didepan orang tua dan putriku."Jangan gitu Nduk, ayo cepat." Perintah Bapak lagi.Sebenarnya aku juga ikut jengkel karena Bapak masih saja memaksaku
"Bu, perutku kayaknya sakit deh." Ucapku pada Ibu "Lo kenapa Nduk? Kamu abis salah makan?"Aku menggeleng menjawab pertanyaa Ibu dengan memegang perutku yang terasa sangat sakit. "Asam lambung mu kambuh itu Nduk! Kan Ibu sudah bilang, makanya kalau makan jangan sampai telat." Kulihat Ibu mendengus kesal padaku.Memang ini salah ku sendiri yang tak menurut dengan omongan Ibu. Bahkan, demi menonton maraton drakor aku diam-diam membuat kopi dan langsung aku masuk kan ke dalam kamar. Karena jika ketahuan Ibu, aku pasti di marahi habis-habisan. Hehehe"Yasudah, ayo Ibu antar periksa ke klinin Medika. Kamu cepet ganti baju dulu.""Iya Bu..."Aku dan Ibu sama-sama masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian. Ku ambil celana jeans dan sweter abu ku, dan kupadukan juga dengan hijab abu.Beruntungnya hari ini hari minggu. Jadi saat aku sakit, aku langsung bisa bilang ke Ibu."Sudah Nduk, kalau sudah Ibu tunggu di depan sama manasin sepeda dulu.""Iya Bu, bentar. Nanti Nita nyusul ke depan."
Pov BowoSetelah dari rumah Denisa, akhirnya aku pun pulang sendirian, meninggalkan Denisa yang ingin menginap di rumah orang tuanya.Kini aku merasakan kepeningan, bagaimana tidak, aku takut kalau sampai Ida tau. Dan aku juga ingin orang tuaku tau kalau aku ingin menikah lagi.Aku pun memutusakan untuk pulang ke rumah Ibu, sebelum aku pulang kerumah.Deg deg deg!Ku rasakan jantungku berdetak sangat kencang. Entah kenapa nyaliku mulai menciut saat aku akan meminta izin pada Ibu untuk menikahi Denisa.Tapi bagaimana pun juga, aku harus memberitahu ibu.Tok tok tok!"Assalamualaikum Bu!" Ku ketuk rumah Ibu dengan perasaan tak menentu."Waalaikumsalam...masuk aja Le, ga dikunci kok sama Ibu." Terdengar suara lantang Ibu dari dalam rumah.Akupun segera membuka pintu, dan masuk menemui Ibu. Tak lupa langsung ku sambut tangan Ibu dan mencium punggung tanganya dengan hidmat."Looh tumben kesini jam segini. Apa ada perlu sama Ibu Le?" Ucap Ibu to the pointAku mulai merasakan keringat dingin
Hari ini, aku dan kedua orang tuaku sudah bersiap untuk bertemu Pak Haji di kediamannya. Segera ku masuk kan uang itu kedalam mobil.Disepanjang jalan, tak henti-hentinya mulutku berdoa agar kita semua di berikan keselamatan dan pastinya juga kelancaran."Aduh Pak, Emak kok jadi tegang gini ya. Hati Emak jadi dag dig dug gak karuan. Nih lihat, tangan Emak sampai basah karena berkeringat." Ucap Emak yang duduk di belakang bersama Bapak sambil menunjuk kan telapak tanganya"Hahahah ya gimana gak tegang, wong bentar lagi mau punya rumah baru."Aku pun tersenyum mendengar ucapan Bapak. Akhirnya, hari yang kutunggu-tunggu pun datang juga.Kini mobilku sudah memasuki area perumahan, letak dimana rumah yang sebentar lagi sah menjadi milik ku.Tin... Tin... Tin...Ku bunyikan klakson mobil agar Pak Satpam tau bahwa kami sudah datang. Tak lama kemudian, beliau langsung membukakan pintu gerbang dan mempersilahkan aku masuk.Ku lajukan kembali mobil menuju garasi di samping taman. Dan ku parkir
Setelah semua selesai, aku pun mengajak Emak dan Bapak untuk kembali ke rumah. Karena hari juga sudah mau sore hari.Takut keburu Mas Bowo pulang kerumah duluan. Karena memang setiap kali kita keluar, tanpa sepengetahuannya."Mak, Pak balik yuk! Uda puas kan lihat-lihat rumah barunya?""Iya Nduk udah. Oh ya, kapan kita mau bikin selamatan buat rumah baru ini?" Tanya Emak padaku saat berjalan menuju garasi."Kita bicarakan nanti saja dirumah Mak."Setelah semua masuk ke dalam mobil, aku pun kembali melajukan mobil pulang kerumah. "Hati-hati Pak, Bu." Sapa Pak Asep satpam rumah ku"Iya Pak, kalau gitu kami pamit dulu."Dia pun mengangguk dan mobil pun melesat meninggalkan rumah baruku."Da, Emak jadi gak sabar nih pingin tinggal dirumah baru yang bagus itu." Ucap Emak dengan semangat dan mata berbinar bahagia"Wes to Mak, ojo kampungan. Bentar lagi lak yo kita pindah kesana.""Halah Bapak iki, gak bisa lihat orang seneng aja." Emak pun cemberut mendengar ucapan Bapak."Sudah Pak, gak p
"Kalau sudah bercerai nanti!"Kini aku sudah mantap melangkah kejenjang perpisahan.Kublihat Anita nampak santai menanggapi ucapanku. Padahal aku harus hati-hati berkata seperti itu. Aku takut, Anita akan sedih."Ibu tenang saja, Anita bakal menutup rapat rahasia kita. Justru, Anita minta Ibu segera bercerai dengan Ayah." Anita pun menatapku dengan tajam san serius.Degh!!!Sekecewa itukah Anita kepada ayahnya, hingga dia juga membenci Mas Bowo dan malah menyuruhku untuk segera menceraikannya.Aku benar-benar masih tak percaya dengan ucapan putri semata wayangku ini. Kini ganti aku yang menatap nya seolah hanya mimpi."Ka-kamu serius Nduk?" Tanya ku tergagapAnita pun mengangguk dan tersenyum kearah ku. Senyum yang sangat tulus dan ikhlas."Kamu gak marah dan kecewa sama Ibu kan, Kalau Ibu berpisah dengan ayahmu?""Enggak Bu, aku lebih senang jika Ibu berpisah dengan Ayah. Nita gak mau lihat Ibu sedih dengan kelakuan ayah selama ini." Kini terlihat raut muka Anita yang sedih."Nita in
"Assalamualaikum..." Salam Mas Bowo saat masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ruang makan untuk menyalami tangan Bapak dan Ibu. Begitu juga dengan ku dan Anita yang ikut menyalami tanganya, karena bagaimana pun aku masih istrinya, istri yang di wajibkan patuh kepada suami."Makan dulu Wo... mumoung lagi ngumpul, lagian selama Bapak dan Emak disini, kita gak pernah kumpul-kumpul makan bareng.""I-iya Pak." Mas Bowo terlihat kikuk saat Bapak memintanya ikut serta makan bersama.Diapun langsung duduk, dan mengambil piring serta sendok serta nasi dan lauk yang sudah aku siapkan di atas meja. Kemudian dia menyuapkan nasi kedalam mulutnya dengan lahap.Memang, selama Bapak dan Emak disini, Mas Bowo tak pernah sekalipun mengajak kedua orang tuaku berbicara. Paling-paling dia hanya mendekat untuk salim saat berangkat atupun pulanh kerja.Selebihnya, dia habiskan waktunya di luar rumah. Atau lebih tepatnya di rumah Denisa dan baru pulanh larut malam. Selalu saja begitu.Tapi aku tak pern