"Aku ingin menikahimu.""A-apa??"Iya, aku serius. Aku sudah mengenalmu cukup lama. Dan aku rasa, tak ada lagi keraguan dalam hatiku untuk meminangmu Da!"Ku tatap lekat wajah menawan Fero. Ya, jujur saja dari hati kecilku aku tak memungkiri jika aku pun telah menaruh hati padanya.Siapa juga wanita yang bakal menolak dengan pesona Fero yang sangat luar biasa menyilaukan ini. Dibalik sifat dinginya inilah, dia menilai seseorang."Maaf kalau lamaran ku ini terkesan buru-buru. Aku takut, jika terlambat sedikit saja kamu bakal jatuh kepelukan lelaki yang ada dirumah mu itu." Kali ini dia menunduk kan kepalanya.Justru, aku merasa begitu bahagia kala tau Fero cemburu pada Mas Candra yang hanya kuanggap teman. Tapi setidaknya aku bersyukur, karena Mas Candra lah hingga akhirnya membuat Fero mengatakan yang sejujurnya isi hatinya padaku. Padahal aku tak pernah berpikir jika dia menaruh hati padaku.Secara, sikap dia padaku begitu dingin. Bahkan terkesan sangat acuh. Apalagi selama mengenal
Emak masih saja menangis melihat kondisi Bapak yang terbujur lemah diatas ranjang pasien. Berbagai alat medis mulai terpasang didada Bapak. Karena detak jantung Bapak melemah. Aku hanya bisa berdoa, semoga tidak terjadi apa-apa dengan Bapak. Karena Bapak lah, satu-satunya lelaki yang kumiliki saat ini. Aku tak bisa membayangkan, jika Bapak tiada. Siapa lagi yang bakal mengayomi kita.Kami ber-empat hanya bisa duduk manis diruang tunggu. Hingga seorang suster pun keluar menemui kami "Keluarga Bapak Ahmad?"Secara serempak, kami langsung bangun dari duduk."Iya, saya Sus!" Aku pun langsung menjawab pertanyaan suster."Gini Bu, Bapak Ahmad sekarang sedang mengalami penyakit jantung. Dan harus dirawat diruang ICU.""Iya Sus, lakukan yang terbaik aja untuk Bapak saya.""Baik Ibu, silahkan ikut kami sebentar untuk mengisi data diri."Aku pun mengangguk dan mengikuti Suster. Sedangkan Fero, menunggu Emak dan Anita di ruang tunggu.Kulihat dua orang suster lainya membawa Bapak masuk kedal
Pukul tiga pagi, aku dan Emak bangun untuk sahur. Rasanya benar-benar hambar, harus menjalani puasa kali ini dirumah sakit. Lebih hambar ketimbang aku harus menjalani puasa tanpa Mas Bowo.Setelah sahur, kami berdua masih bersantai menunggu waktu sholat shubuh. Baru pukul tujuh pagi, ruang ICU dibuka. Aku dan Emak gantian masuk kedalam ruangan.Untung nya Bapak sudah sadarkan diri. Kami juga tak tau, kapan Bapak sadar. Karena memang waktu itu masih belum jam berkunjung.Hampir setengah jam Emak berada didalam ruangan. Barulah aku melihat Emak keluar sambil mengulas senyum kearah ku."Giliran mu Nduk?" "Bapak uda siuman kan Mak!""Iya, sudah kamu masuk aja sendiri. Biar lebih lega."Aku mengangguk dan berlalu masuk kedalam ruangan. Tapi sebelum masuk, aku tak lupa memakai baju hijau khusus ruangan ICU."Assalamualaikum Pak!!" Sapa ku kala melihat Bapak yang tengah terbaring lemah. Dan langsung duduk dikursi pengunjung disebelah ranjang Bapak."Waalaikumsalam Nduk." Ucap Bapak sambil m
Pukul tujuh malam, aku kembali kerumah sakit menemui Emak dan Anita. Perjalanan dari rumah makan ke rumah sakit juga hanya tiga puluh menitan.Sesampainya aku diruang tunggu pasien, aku melihat Bude Mai dan Fero juga sudah ada didalam sedang berbincang dengan Emak."Assalamualaikum!" "Waalaikumsalam. Eeeh uda pulang Nduk!" Ucap Emak.Anita, Bude Mai dan Fero pun lantas tersenyum ke arah ku. Tak lupa, akupun langsung mencium punggung tangan Emak dan Bude Mai. Dan menyalami Fero juga putriku."Uda lama Bude datangnya?" Tanya ku sambil menghenyak kan bokong didekat Emak."Baru kok Nduk. Wajahnya kusut amat sih?"Aku pun terkesiap kala mendengar ucapan Bude Mai. Gimana gak kusut, orang tadi ketemu Mas Bowo yang nyebelin."Hehehe iya nih Bude, capek soalnya. Alhamdulillah rumah makan hari ini rame sekali." "Oh iya, ini tadi Ida bawakan makanan. Yuk mari makan dulu Bude." Ajak ku untuk mengalihkan pembicaraan."Uda Nduk, masih kenyang. Kan tadi Bude sama Fero uda buka puasa dirumah.""Ini
Setelah Bapak pulang kerumah, Emak pun melaksakan aktifitas seperti biasanya. Beliau juga masih sering ikut ketoko bersama ku.Dan setelah seminggu dirumah, keadaan beliau juga sudah berangsur membaik. Tapi beliau tetap tak kuperboleh kan untuk menjalani puasa.Hari ini puasa ramadhan sudah masuk hari ke tujuh belas. Beberapa hari lagi, hari raya pun tiba. Selama puasa, aku sering mengajak kedua orang tua ku dan juga Anita untuk berbuka puasa dirumah makan milik ku sendiri.Hubungan ku dengan Fero pun juga makin lengket. Tapi hanya melalui pesan. Aku masih tak mau jika harus bertemu berdua an. Karena aku menganggap diriku bukan anak muda lagi. Jadi, jika dia memang ingin serius padaku, dia harus segera menghalalkan ku.Kebetulan toko akhir-akhir ini ramai sekali. Karena banyak sekali pelanggan yang memborong kebutuhan pokok untuk mereka bagi-bagikan pada orang lain.Benar-benar bulan puasa pembawa berkah."Mak, kalau capek mending istirahat dulu sana gih!" Kulihat Emak dari tadi sibuk
Pov BowoAkhirnya aku pun mengurungkan niatku meminta ijin pada Ibu untuk menikahi Denisa secara sah dimata hukum. Ini memang langkahku untuk menyelidiki dulu tentang kedekatan Denisa dengan tetangga kosnya yabg bernama Aria tersebut.Jika memang mereka tak ada hubungan apapun, aku bakal secepatnya menikahi. Mungkin lebih tepatnya setelah puasa ramadhan ini. Tapi jika mereka memang memiliki hubungan gelap dibelakangku, justru tak segan-segan aku akan membuang Denisa dari hidupku.Karena aku tak sudi memiliki istri peselingkuh."Kamu kenapa Wo? Kok kayak nya kepikiran sesuatu?" Tanya Ibu waktu menghentikan aktifitas makan nya."Eh enggak kok Bu." Aku jadi salah tingkah apalagi Ibu melihat ku dengan tatapan mata tajam.Sepertinya beliau sadar akan hal ini. Mungkin naluri seorang Ibu pada anaknya kali ya. Makanya, jika aku berkata tak jujur Ibu akan tau dan merasa.Buru-buru kuhabiskan bakso dimangkok ku, dan berjalan keluar mengembalikan nya pada si tukang bakso.Kuputuskan untuk duduk
Aku terpana melihat respon dari istri ku yang tak kuduga-duga ini. Bagaimana dia bisa menolak untuk kunikahi. Padahal dulu dia begitu ngotot dan terus-terusam memaksa ku.Tapi kini, setelah aku mewujudkan mimpinya, dia malah menolak nya secara tegas. Mungkin dia masih terlanjur sakit hati padaku. Tak papa lah, mungkin saat ini dia sedang emosi.Mungkin nanti jika sakit hatinya sudah reda, dia juga bakal mau untuk ku nikahi. Yang pernting sekarang, aku harus sabar dan bisa merayu hatinya.Hubungan ku dan Denisa masih berjalan seperti biasanya. Bahkan sampai detik ini pun, aku tak melihat gerak gerik aneh pada diri istriku ini. Ternyata dugaan ku jika dia menaruh hati pada pria lain tak terbukti.Syukurlah, akhirnya aku bisa bernapas lega."Mas, kenapa Mas Dendi susah dihubungi ya akhir-akhir ini?" Tanya Lusi saat aku sedang main kerumah Ibu. Mumpung hari libur, jadi aku mengajak Denisa untuk main kerumah Ibu lagi. Sekalian buka puasa disini. Kebetulan juga, siang ini Denisa sedang tid
Seusai sholat tarawih, aku dan Fero langsung bergegas kerumah Pak Haji Bakar. Karena memang kami sudah janjian dari tadi sore.Mobil Fero pun melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan yang sedikit lenggang. Terdengar lantunan ayat-ayat suci al-qur'an dari toa masjid yang ada dipinggir jalan.Setelah lima belas menit perjalanan, kami berdua pun akhirnya sampai juga dirumah Pak Haji. Fero segera memarkirkan mobilnya ditanah lapang depan rumah Pak Haji."Yuk Da...!" Ajaknya sambil mengulas senyum kearahku."Iya Fer." Aku pun membalas senyuman nya. Baru saja tangan ini membuka pintu mobil Fero kembali menahan ku."Tunggu Da!"Akupun reflek menoleh kearah nya dengan tatapan bingung."Kenapa Fer?""Hari ini aku merasa bahagia, karena akhirnya aku bisa keluar berdua sama kamu." Jawabnya dengan sedikit gugup."Pppfft... Ya Allah Fer, Fer, kirain kenapa. Inget, kita bukan anak muda lagi. Gak lucu kalau kita masih gombal-gombalan kayak gini." Gumamku menahan tawa.Dan diapun hanya mering