"Bu, aku boleh ngomong nggak sama ibu?" Valdi mengajak ibunya bicara."Tentu boleh, Val. Mau ngomong ap memang?"Valdi mengatur nafas suoaya lebih siap mengitarakan maksudny"Tapi ibu jangan marah ya?" Valdi memastikan"Nggaklah, ngapain marah.""Bu, Gimana kalo kita jual aja nih rumah ibu. Habis itu uangnya Valdi pinjem dulu," ujar Valdi sembari takut-takut."Jual rumah? pinjem uang? Maksudmu apa Val?" Bu Ratih kaget dengan permintaan anaknya."Bu, ini demi masa deoan Valdi, Bu.""Masa depan? Apa hubungannya antara jual rumah dan masa depan kamu?" Bu Ratih masih belum mengerti."Ibu tahu kan kalo aku harus nikahin vina?""Hooh, terus?""Gini, Bu. Dari dulu Vina itu wanita mandiri. Tahu sendiri lah ya gimana kalo orang mandiri pasti gak mau hidup nyampur di rumah orang. Nah, aku jadi kepingin banget beliin rumah buat kami tinggali ntar selepas nikah, Bu." Valdi menjelaskan.Bu Ratih berpikir, sebenarnya, jauh di lubuk hatinya tentu ia tak ingin bila menjual rumah demi untuk bisa membe
"Rika, kamu yang nyebarin video ibu ini, kan? Apa kamu sengaja mau bikin ibu malu seseantero kota ini? Nggak cukup kamu bikin kamu kesal selama ini?" Mel, kakak kedua Vakdi bicara dengan raut wajahnya yang tak bersahabat."Video apaan, Kak?" "Nggak usah pura-pura enggak tahu lah, Rik! Aku cuma minta kamu buat cepetan hapus video itu! sebelum aku nekat laporin kamu ke polisi! Kalo aku laporin, kamu bisa kena pelanggaran UU IT, Rik! aku dateng ke sini mau bicara kek gini secara baik-baik sebab aku masih mikirin kamu juga! Jangan sampe kamu masuk penjara. Coba kalo aku jahat, bisa ajah aku langsung ke kantor polisi," ucap Mel."Masih beruntung kami nggak nyuruh Valdi buat kasih talak ke kamu! Kalo nggak, bisa-bisa udah nyandangin gelar janda kamu hari ini! Hidup itu jangan nggak berterima kasih." ucapan pedas meluncur dari bibir Kak Mel."Hati-hati kalo ngomong, Kak Mel! Ntar Kak Mel yang di jandain suami gimana? Kalo aku meski di cerein aku masih bisa ngehidupin diri sendiri! Lha Kak Me
"Nggak bisa dibiarin ini, Val. Mau taruh dimana muka ibu?" Bu Ratih kebingungan dan beberapa kali mengusap wajahnya.'Aku nggak bakal ngebiarin Rika ngelakuin ini tanpa mikirin aku! Aku bakal laporin dia ke polisi!" Valdi benar-benar merasa geram."jangan ngomoong kayak gitu, Val! Kamu nggak usah gegabah dulu! Ibu takut ini adalah akal licik Rika buat bisa tambah bikin malu kita!""Maksudnya gimana,Bu?"Valdi bingung"Gini, Val, kayaknya si Rika ini benr-bener licik. Dia sengaja mau bikin kita malu sekaligus pengen bikin perangkap buat kita. Kamu tahu nggak, kalo kita ngelapor ke polisi, maka kayaknya video itu malah akan makin menyebar" Bu Ratih menjelaskan.Padahal dalam hatinya Bu Ratih takut laporan yang d usulkan oleh Valdi malah akan menjerat dirinya sendiri. karena Bu Ratih merasa jika dirinya lah yang menjadi biang masalah tersebut. Dalam hati Bu Ratih menyesal mendatangi rumah rika kemarin. mana pulangnya membawa pick up kosong lagi."Aku juga kesel, Bu. Takut ntar dilihat s
Valdi shock luar biasa terhadap sesuatu yang terjadi beberapa jam yang lalu. Valdi seakan tak punya kesempatan untuk menerangkan hal sesungguhnya pada Semua orang. Mulutnya seakan terkunci.Sekarang semua telah terjadi. Valdi masih merasa tidak percaya."Vina, kenapa buru-buru pake nama kamu? Itu kan hasil dari ngejual runah ibuku." protes Valdi Lagi."Sabar, Sayang. Ntar juga pasti balik nana ke nama kamu, kok. Ini cuma buat sementara aja. Aku punya inisiatif pake nama aku tuh karena nggak mau ribet. Kalo sana aku kan mereka udah deket, jadi nggak akan di persulit. Tapi kalo tadi kita pake nama kamu, pasti mereka mau uang suap." Vina menghibur Valdi."Udah, pokoknya kamu nggak usah pusing. Ntar aku yang bakalan ngurus semuanya. Bahkan sampe ngurus balik nama sertifikat ke nama kamu pun ntar aku jamin beres. Tenang aja, Mas!" Vina melanjutkan kata-katanya. Senyum manis mengiringi setiap untaian kata-katanya."Sekarang mas mau makan apa? Ntar aku traktirin. Mumpung aku lagi ada rezeki l
"Valdi! Aku ada berita penting buat kamu!" Mel mendekati Valdi."Berita apa Kak Mel?""Kamu harusnya cerein Rika lebih cepet. Aku gak mau kamu terus menerus jadi korbannya Rika. Aku prihatin, Val. Kamu cuma dimanfaatin aja sama Rika. Kamu tahu nggak, tadi siang aku liat Rika lagi healing ke puncak bareng bapak-bapak.""Apaaa? Ke puncak bareng bapak-bapak?" Alis Valdi bertaut.Kaget Valdi mendengar berita itu. Entahlah meski ia tak mencintai Rika, tapi rasanya ia tak bisa terima bila Rika benar melakukan hal hina tersebut."Rika keterlaluan, gak ngehargain aku lagi!" Valdi menggeram marah. Harga dirinya sungguh terasa tercabik-cabik. Sebagai laki-laki, tentu Valdi tak suka di sepelekan."Nah, itu juga yang aku pikirin, Kak. Harga diri kamu tuh yang ia injak-injak." Mel kembali menimpali."Kakak bener-bener liat dia jalan bareng laki-laki j*lang itu, Kak? Kakak gak johong kan?" Sorot mata Valdi mencari kepastian."Bener, Val. Aku kakakmu gak mungkin punya niat buat jerumusin kamu. Gak
"Tuh, baca pesan dari kakak terbaikmu!" Rika mencibir sambil menyodorkan sebuah screenshot dan membacanya keras-keras..tak lupa, agar lebih jelas, Rika mrngirimkan screenshot itu ke Valdi lewat pesan.Valdi memperhatikan pesan yang dikirimkan Mel pada Rika. Valdi terlihat malu setelah mengetahui isi screenshot pesan Mel. Tapi laki-laki itu berusaha untuk tak memperlihatkan ekspresi malu. Ia memasang wajah biasa."Kamu kenaoa sih kayak cari-cari kesalahan Kak Mel? Itu kan Kak Mel udah bilang kalo dia hanya salah kasih informasi ke aku. Kenapa lagi harus di salahin? Biasa aja ini. Kamu aja nggak selalu ngomong bener, kan? Namanya juga lupa." tanggapan santai Valdi setelah melihat screenshot itu.Rika diam saja mendengar tanggapan egois tersebut. Rika tahu, dari dulu Valdi memang selalu tak mau menyalahkan darah dagingnya. Bagaimana bisa Valdi menganggap itu biasa? Padahal fitnah Mel hampir saja membuat satu nyawa melayang.Meski ada sedikit rasa bersalah karena telah buru-buru membab
"Kamu kenapa bisa sampe separah ini, Val? Sampe kepala lecet parah begini?" Rangga prihatin melihat Rangga yang mulai merasa baikan di pembaringan."Biasa, Rangga. Jatuh dari plafond. Aku sih nekat memperbaiki plafond sendiri. Gini nih jadinya. Jadi nyesel, tapi kayaknya nggak ngerubah tampang macho aku." Senyum Valdi. Valdi sengaja untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Laki-laki itu merasa malu jika harus jujur. Masa ia bilang habis digebukin sama Rika. Baginya Tentu nggak lucu dong! Bisa-bisa harga dirinya jatuh bebas di hadapan semua orang."Tapi kok kayak bonyok gitu, Val? Kayak tertimpa sesuatu. Parah banget." Rangga memperhatikan sekitaran lutut Valdi."Namanya juga kebentur." "Tapi aku tetep ganteng ya, kan? Nggak serta merta langsung jadi burik." timpal Valdi "Ah enggaklah, kamu mah kemana ajah tetap cakeep!" sanjung Rangga."Bisa aja kamu."Keduanya bercanda cukup hangat."Oh iya, bentar lagi aku jadi nikah. Ntar aku kabarin tanggalnya. Jangan lupa ntar datang di perni
Bu Ratih sibuk membersihkan setiap sudut rumah baru mereka. Begitupun Dira juga sibuk membantu. Menyapu, mengepel, hingga membersihkan setiap pojok kamar mandi. Sudah tiga hari ini keluarga itu repot melakukan pindahan. Vina duduk di teras depan sambil sesekali memantau kinerja keduanya. Sebuah laptop berada di atas meja yang berada tepat depan mukanya. Dari tadi Vina nampak sibuk dengan benda tersebut."Maaf ya, Bu. Lagi hamil muda gini aku ngerasa lemah banget. Jadi gak bisa bantuin," ujarnya."Nggak apa-apa, Nak Vina. Namanya juga lagi hamil." Bu Ratih tersenyum.Vina mengelus perutnya sambil rebahan di sofa. Sesekali ia menguap. Kipas angin di depannya memberikan hawa sejuk di siang terik."Dira, boleh nggak aku minta tolong bikinin jus alpukat? Gerah banget nih." Vina menoleh ke arah Dira. Dira sebenarnya mau menolak, taoi lagi-lagi Bu Ratih mengisyaratkan agar mengalah dan memaklumi keadaan Vina yang tengah hamil muda."Tentu, Mbak. Aku bisa buatin, kok."Vina tersenyum lega m