Justin Molen tersenyum. "Cocok itu, kejar terus, kalau dia jadi menantu, papa setuju!"Vincent tersenyum penuh kemenangan. Dirinya pun menyadari Sandra pasti mendengar apa yang dikatakan papanya, terlihat dari wajahnya yang memerah saat mendengar ucapan kedua pria beda usia itu.Sandra menatap mereka dengan pandangan bingung. Akhirnya, mereka terpisah di luar lift. Sandra ke arah kanan, sedangkan Vincent dan papanya ke arah kiri. Vincent hendak mengejar Sandra, tetapi dicegah papanya karena meeting akan segera dimulai.Sesampai di ruangan Derick, Sandra menelepon seorang office boy untuk membawakannya secangkir kopi. Tak menunggu waktu lama, pesanan yang diinginkan Sandra datang. Wanita cantik ini perlu kafein untuk membangkitkan memori masa lalu. Siapa saja yang dikenalnya?Sayangnya, Sandra tidak menemukan jawaban yang ia mau. Memori masa lalu telah musnah bersama rasa depresi yang dideritanya dulu. Kini, dirinya hanya bisa mengikat ucapan Vincent di dalam lift yang mengaku sebagai
"Kamu kenapa sih? Marah? Tapi gara-gara apa?" Sandra meraih tangan Derick menggenggam erat lalu mengecupnya.Derick menoleh. "Aku nggak marah," katanya singkat."Ini apa kalo nggak marah? Nyatanya kamu diajak ngobrol dari tadi cuek mulu," cerca Sandra.Derick berdehem, lalu menatap manik mata wanita tercinta. "Abang mau kamu memilih. Biar aku bisa putuskan, akan tetap di dunia kamu atau pergi menjauh ke dunia lain," ucapnya serius."Kamu sengaja cari perhatian pada Vincent?"Sandra seketika tersenyum geli mendengar pertanyaan Derick. Apa karena itu Derick marah?"Lah? Gimana ceritanya, aku cari perhatian? Ketemu saja baru tadi," balasnya tak mau kalah.Derick mengangkat sebelah alisnya. "Kan, Abang duluan yang ngajakin ke kantor! Udah gitu pergi sama cewek lain," imbuh Sandra membuat Derick mendelik."Heh! Dia istri Tuan Justin. Orang penting di perusahaan." Derick memberi alibi yang terdengar ngawur.Sandra terkekeh. "Impas, dong, aku dapat perhatian lebih dari anaknya. Bahkan Tuan J
"Cepat ke lantai dua!" Tak berapa lama dua orang sekuriti menghampiri Derick dan Nyonya Patricia. Keduanya menganggukkan kepala ke arah dua orang berpengaruh di perusahaan.Derick seketika memerintah. "Bawa wanita ini pergi! Jangan boleh naik ke ruanganku lagi!""Tapi, Tuan. Ini Nyonya Patricia," balas salah satu sekuriti. Derick tak menghiraukan apa pun dan langsung masuk dan menutup pintu.Derick mengepalkan tangan lalu menghantam cermin yang ada di pojok ruangan. Ia lantas berteriak meluapkan amarah yang sempat tertahan saat di luar tadi. Jika tidak ingat Nyonya Patricia adalah wanita maka ia sudah menghajarnya. Dering telepon segera menyadarkannya dari emosi barusan. Ia segera teringat dengan Sandra. Derick mengambil ponsel lalu melihat ada pesan masuk dari Tuan Justin Molen. Pria berkulit eksotis tersebut tersenyum sinis.Ia menunjuk pada layar ponsel. "Gua kaga takut semua saham lo tarik. Lo akan gua hancurkan kalo lo terhasut bini sekelas pelacur!"Derick bergegas beranjak dar
"Kronologinya gimana?"tanya Sandra dengan perasaan tak menentu. "Semua meninggal dalam keadaan terluka parah. Nyonya Patricia paling parah sendiri," ucap sekuriti dengan kedua mata berkaca-kaca."Perampok atau apa?" Sandra berpura-pura sambil mengorek keterangan."Ehm, menurut polisi itu akibat serangan binatang buas. Tapi, kami enggak melihat ada binatang berkeliaran di sekitar sini."Beberapa polisi yang sedang memeriksa seluruh ruangan tampak sibuk. Mereka tidak menemukan bukti apa pun. Sandra merasa lega karena telah berhasil membersihkan sebuah bekas kerusakan termasuk aroma khas siluman yang semula melekat di sekitar balkon. Mereka beranjak menuju ruang tamu lalu tersenyum kepada Sandra."Tolong sampaikan kepada Tuan Derick. Dimohon datang secepatnya ke kantor untuk memberikan keterangan," ucap salah seorang polisi."Baik, Pak. Begitu Tuan Derick datang akan saya beritahu," balas Sandra Tak beberapa lama, akhirnya polisi dan sekuriti meninggalkan ruangan. Sandra hanya terdiam
Berkali-kali sosok yang menindihnya telah mengobrak-abrik surga kenikmatan Sandra dan akhirnya mereka mencapai klimaks berbarengan. Sandra mendengar kelepak sayap raksasa."Aku telah membuktikan. Aku telah memilikinya." Terdengar suara khas yang membuat Sandra kaget.Ini suara Bang Vino, batin Sandra berusaha meraba sosok yang telah duduk di sampingnya. Ikatan mata Sandra telah dibuka. Wanita ini meihat Derick, lantas dia segera memeluknya."Bang, Sandra takut," ucap wanita tersebut sambil menangis. Derick pun langsung mencium bibir ranum Sandra dengan lembut."Iya, kita pulang sekarang, Sayang ...." Ada senyum ganjil terlukis dari kedua bibir Derick. Ia bermuka pucat.Mereka kembali ke apartemen dengan debar dada lain dalam diri Sandra. Pegangan tangan berhawa dingin dari Derick yang lain dari biasanya membuat keyakinan dalam diri Sandra semakin kuat. Pria bersamanya sekarang bukan Derick yang asli.Wanita ini terlalu percaya padanya, hingga tak mampu mengeluarkan kekuatan untuk seka
"Oh, ya. Lebih baik kamu yang ke sana. Tapi Abang khawatir dengan keselamatan kamu, Sayang."Di saat pasangan ini bingung memikirkan cara untuk menemui Grace. Tiba-tiba yang dibicarakan telah datang dengan raut wajah pucat pasi. Tampak jelas kesedihan yang sangat dalam sedang dirasakannya."Abang! Sandra!" panggil Grace dengan suara lirih lalu jatuh tak sadarkan diri. "Grace!"pekik Derick dan Sandra bersamaan. Derick cekatan meraih tubuhnya."Kena apa dia, Bang?"tanya Sandra sembari mengusap air mata dan peluh di wajah Grace. Derick tidak menjawab pertanyaan dari Sandra. Pria ini memandangi si adik sambil menyingkirkan anak rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Ia mengusap lembut air mata dan peluh yang tergenang. "Abang sudah bilang, hal ini akan menyakitimu. Tapi, kamu keras kepala demi memperjuangkan cinta, yang terbuat tak sejati. Kita pulang ke rumah dan Abang akan jaga kamu dan bayimu."Sandra yang mendengar tutur kata Derick membuat Sandra ikut terharu. Betapa besar kasih s
"Dia seharusnya sudah mati lebih dulu! Dia adalah sumber segala masalah!"teriak Sandra yang marah dengan pandangan terfokus ke sosok yang terbakar semakin membara. Kobaran api semakin membesar Derick buru-buru menarik kedua wanita."Siapa itu?"tanya Derick yang mengenali suara lengkingan khas milik bangsa vampir. Sandra hanya tersenyum sinis menjawab pertanyaan kekasihnya."Sandra, siapa dia? Kenapa dia memata-matai kita?"tanya Grace sambil mengamati lebih saksama kobaran api yang mulai padam. Tampak asap sisa pembakaran membentuk sebuah wujud. Grace dan Derick syok melihat tersebut."Habis ini anak kamu bisa langsung jadi raja. Aku akan segera wujudkan itu," ucap Sandra datar."Aku enggak mungkin bisa jadi bangsa serigala lagi. Darahku sudah tercampur dengan darah vampir," balas Grace dengan pandangan sayu."Kalo gitu, kumpulin abu itu lalu masukan guci. Bawa itu sebagai penanda bahwa raja telah mangkat dan saatnya dirimu masuk jadi bagian bangsa vampir sebagai ibu suri. Mereka akan
“Kamu itu bikin runyam. Dia bisa lakukan apa pun untuk membunuh kita!” Derick melangkah masuk lalu mengambil semua baju Nyonya Patricia. Ia beranjak menuju ke depan lalu mendorong tubuh istri muda mendiang Tuan Justin Molen hingga telungkup di lantai."Pakai ini dan pergi!"usir Derick sambil melempar pakaian di tangan ke arah wanita yang sedang menangis di lantai tersebut.'Braaak!' Pintu tertutup rapat seketika.Patricia berdiri pelan-pelan. Rasa perih di tangan dan kaki tidak seberapa sakit dibanding luka dalam hatinya. Ia melangkah mendekati pintu lalu menggedor-gedor pintu sambil berteriak,“Derick, kamu akan tahu. Dengan siapa kamu berhadapan. Aku akan bikin kita sama-sama hancur."Patricia lalu balik badan. Ia terkekeh dengan air mata berjatuhan. “Aku akan pastikan, kamu akan bayar mahal rasa sakit yang kau toreh."Patricia mengingat semua detail perlakuan kasar Derick padanya barusan. Ia melangkahkan kaki meninggalkan lorong panjang apartemen dengan hati remuk. Dalam hati Patrici