“Tutup mata!” pintanya.Hmm aku tahu apa bayaran maafnya. Dia pasti minta kami tak keluar setelah shalat subuh ini.Baiklah, Sayangku! Aku akan tebus prasangka itu dengan pelayanan yang akan membuatmu melayang ke angkasa.Mas Afgan menahanku turun dari ranjang setelah kami melalui permainan panas selepas sholat subuh. Katanya ia ingin memelukku lebih lama. Mungkin sampai siang.Mumpung hari libur katanya jadi manfaatkan untuk berduaan. Terlebih tak ada anak-anak jadi makin banyak saja peluang bermesraan.Dia sudah bilang pada Alan untuk tak menganggunya. Ponsel pun dimatikan agar tak ada gangguan sama sekali. Mas. Afgan bilang sehari saja ia ingin lepas dari kesibukan.Kami ngobrol banyak hal, hingga sampai pada rencana punya adik untuk Azkia. Kalau hamil sekarang, putri kecilku akan punya adik di usia empat tahun. Sudah cukuplah untuk jadi kakak.“Sayang, aku senang kalau kita banyak anak. Hidup pasti ramai, tapi aku juga menyerahkan padamu, pastinya melahirkan itu sakit, mengurus ju
Sebagai orang tua sudah seharusnya memahami sisi fsikologis anak yang akan memliki adik. Jangan hanya menuntut mereka untuk baik pada saudara barunya, tapi tak dipahami sisi jiwanya.*“Papa, aku mau punya adik baru!” kata Azka pada mas Adnan saat datang ke rumah untuk menjemput anaknya..“Alhamdulilah, barokallahu. Kakak harus baik sama adik baru, ya. Nanti ditemani!” sambut mas Adnan.Azkia pun mengikuti langkah kakaknya. Dengan kalimat yang sudah lancar, ia mengungkapkan kegembiraan ada bayi di perut mama. “Selamat, ya atas kehamilannya. Semoga dimudahkan kelahirannya!” sambut mas Adnan. Aku merasa itu adalah ucapan tulus dari lubuk hati terdalam.“Selamat, ya Mba. Semoga saya juga menyusul!” ucap Lestari. Terlihat sekali ia memang ingin punya anak lagi. Mungkin untuk menguatkan hubungan dengan mas Adnan juga.Kuaminkan permohonannya untuk segera hamii. Sangat berar sekali harapan pada pasangan yang baru menikah dua bulan lalu.*Hari ini mas Afgan bilang pekan depan ada undangan
ELA Andai ini bukan di tempat umum, akan kumaki wanita kampungan ini. Enak saja aku harus hormat padanya. Jangan Mentang-mentang istri Afgan lantas bisa semudah itu menundukkan Ela. Tidak semudah itu, bodoh! Gaya Rida selangit. Huh, mungkin efek jadi orang kaya baru. Lihat saja siapa yang akan bertahan jadi wanita paling dihormati. Mungkin sekarang aku sedang dipandang buruk sebagai pelakor, penghancur rumah tangga Jim dan Cindy. Namun, seiring waktu para pembully itu juga akan cape sendiri. Baiknya sekarang aku tak cari masalah dulu pada Rida. Kata Jim, keberadaan Afgan sebagai rekan kerja harus dipertahankan. Itu sangat berguna untuk menahan laju serangan keluarga Romanov yang makin berjaya saatnya ini. Meski aku tak mau bermanis muka pada Rida, baiknya memang menuruti perintah Jim kali ini. Kalau perusahaan dia hancur, aku juga akan rugi. Daripada jadi masalah baiknya kutinggalkan saja wanita kampungan itu. Lebih baik cari pakaian untuk menambah koleksi fashionku. “Baiklah,
Telpon sialan kenapa tak berhenti menjerit. Kevin benar-benar membuatku naik darah. Ia tak menghentikan panggilan hingga terpaksa kuangkat. “Kenapa lama sekali, Sayang! Aku sedih kau benar-benar ingin melupakanku. Bukankah kita pernah saling cinta. Ayolah Ela aku masih tergila-gila padamu!” Cih! Dasar buaya burik! Kamu pikir aku bodoh dapat percaya ucapan gombalmu itu. Dasar cowok gila. Cukuplah kau meninggalkanku saat skandal yang membuatku sempat sekarat mencuat. Di saat Adnan marah besar, kau malah kabur. Saat itu aku seperti sedang di ujung kematian. Eh, dia malah pergi menyelamatkan diri. Dasar pengecut. “Aku akan menikah dengan Jim. Kau berhentilah menganggu. Salahmu sendiri mengapa kabur saat aku di ujung kematian. Sialan, kau!” Kevin tergelak di ujung telpon. Kemudian, pria itu menyampaikan ribuan alasan mengapa dulu harus pergi. Dan, aku tak peduli dengan argumen bodoh itu. Karena kesal kututup saja saluran telponnya. Setelah itu kami memblokir nomor kontak Kevin. Keli
JIM Akhirnya keluarga mengizinkanku menikahi Ela. Janin dalam kandungannya adalah alasan terkuat untuk menerimanya sebagai bagian dari keluarga Pratama. Inilah yang menjadi mimpi keluarga sekian lama, yaitu munculnya keturunan. Sebagai anak tunggal, tentu saja hanya padaku mereka berharap. Jika tak ada penerus, bingung juga mewariskan harta kelak. Dengan dua istriku sebelumnya, aku tidak memiliki keturunan. Bukan karena salah satu kami mandul, tapi memang tidak ada rezeki dari Tuhan. Buktinya mantan istri pertamaku sekarang sudah melahirkan anak kembar dari suami barunya. Cindy pun pernah punya anak dari Afgan. Sementara Ela tengah mengandung benihku saat ini. Ela sangat bahagia ketika kusampaikan berita ini. Dia pun menangis dalam pelukanku saking terharu. Setiap wanita ingin memiliki status jelas dalam sebuah hubungan. Meski diberi kekayaan berlimpah kalau masih menjadi simpanan tetaplah tak berguna. Jujur aku berat melepas Cindy. Perasaanku padanya bukanlah main-main. Itu seba
JIMAku belum sempat memenuhi permintaan Ela untuk bicara pada Kevin agar tak mengganggunya lagi. Begitu jika sekali saja terlihat si bodoh itu menggoda Ela, dipastikan wajahnya harus operasi plastik. Aku tidak akan memberinya kesempatan sedikitpun untuk melawanKadang aku bingung mengapa om yang cerdas punya anak tolol seperti dia. Hobinya hanya main wanita dan hura-hura. Beban perusahaan mereka pada ada akhirnya tak bisa dialihkan oada Kevin. Kehadirain Cindy di pesta ini sungguh di luar dugaan. Aku merasa tak pernah mengundang mereka. Mungkin saja dia mendapat undangan sebagai tanda masuk dari petugas yang disogok. Aku makin syok ketika ia memperkenalkan pria di sampingnya adalah calon suaminya. Bukan itu yang menjadikanku ternganga tapi kedudukan lelaki berdarah blasteran itu itulah yang membuat bulu kudukku merinding. Dia adalah pengusaha muda sekaligus CEO Grand Company yang katanya memjadi sekutu Romanov saat ini. Mungkin hubungan Cindy dengannya dijalin berdasarkan manfaat
ELA Aku syok mendengar perkataan Jim tentang kondisi perusahaan. Kalau benar-benar bangkrut, harapanku menjadi nyonya besar yang bergelimang kemewahan bisa kandas di perjalanan. Jim meraih tubuhku yang tiba-tiba limbung. Selain kaget, fisik memang lemas akibat sering banyak aktivitas. Padahal aku sedang hamil. Andai Jim mau memberi sedikit waktu, aku takkan kembali liar. Bosanlah di rumah sebesar ini sendirian. Ia menggendongku menuju kamar, lalu membaringkan tubuh ini di atas ranjang. Kadang heran juga kenapa yang jadi suamiku itu baik. Padahal aku tahu sendiri terlalu liar. “Istirahatlah, aku akan temani,” bisiknya setelah ia merebahkan diri di sampingku. “Jagoan, jangan menyusahkan mami, ya. Kamu harus lebih baik dari kami,” kata Jim sambil mengusap perutku yang sudah terlihat menonjol. Mendengar perkataannya, hatiku yang tadi dipenuhi amarah, jadi reda. Ela, mungkin sudah waktunya kamu tobat. Jalanilah hidup sebagai manusia baik. Tidak bosankah jadi penjahat terus. Ah, ke
ELA“Wah, jadi Jeng Rida sedang hamil, selamat, ya. Syukurlah mas Afgan mendapat pengganti anak kami yang telah wafat, “ ucap Cindy. Aku jelas mendengar sebab jarak kami berdiri tak terlalu jauh. Sepertinya Cindy juga sengaja mengeraskan suara agar terdengar olehku. “Iya, alhamdulilah. Semoga Jeng Cindy cepat menyusul!” Keduanya berbincang akrab sekali. Mereka seperti sudah kenal lama. Wajar, sih, sekarang kedudukan Cindy dan Rida ‘kan sejajar. Makin besar kepala saja mantan istri Adnan itu. “Semoga Jeng Lestari juga cepat menyusul, ya. Wah, keren kalau kita punya anak bersamaan!” ujar Cindy lagi. Ketiganya lalu tertawa. Sungguh, mereka tampak bahagia hingga tumbuh di hati ini kedengkian. Aku tak boleh kalah. Harus melakukan sesuatu agar ketiga orang itu tak bahagia. Namun, sebelum akan bertindak, Jim meraih tanganku. Ia sepertinya sadar istrinya tersulut obrolan para wanita di belakang kami. Genggaman tangan Jim menguat hingga aku tak bisa melepasnya. Meski jengkel, aku mengalah