Meskipun pemimpin, Alan sepertinya sangat bergantung dengan mas Afgan dalam memutuskan sesuatu. Ia seolah tak percaya pada kemampuannya sendiri. Padahal menurut suamiku, adiknya itu memlilki kemampuan besar, hanya saja suka inscure jika berhadapan dengannya.Selama mas Afgan ngobrol dengan adiknya, aku pergi ke dapur. Rencananya ingin membuat sesuatu untuk mas Afgan. Meski nanti para pelayan dengan segala cara melarang, aku tetap kukuh ingin masak. Jadilah mereka ikut serta.“Katakan saja, Nyonya mau dibuatkan apa?”.“Ayo kita masak bersama. Tolong siapkan bahannya, ya!”Akhirnya mau tak mau mereka melakukan tugas yang kuperintahkan. Aku hanya memasak kalau mas Afgan sedang libur dan ada di rumah. Dan itu jarang juga. Tak masalahlah sesekali masak sendiri untuk suami.Sampai beres masak, mas Afgan belum selesai juga ngobrol dengan Alan.. Begitulah mereka kalau sudah membahas persoalan bisnis jadi lupa semuanya.Aku minta pelayan menyiapkan makanan di gajebo taman belakang. Kami akan m
“Tutup mata!” pintanya.Hmm aku tahu apa bayaran maafnya. Dia pasti minta kami tak keluar setelah shalat subuh ini.Baiklah, Sayangku! Aku akan tebus prasangka itu dengan pelayanan yang akan membuatmu melayang ke angkasa.Mas Afgan menahanku turun dari ranjang setelah kami melalui permainan panas selepas sholat subuh. Katanya ia ingin memelukku lebih lama. Mungkin sampai siang.Mumpung hari libur katanya jadi manfaatkan untuk berduaan. Terlebih tak ada anak-anak jadi makin banyak saja peluang bermesraan.Dia sudah bilang pada Alan untuk tak menganggunya. Ponsel pun dimatikan agar tak ada gangguan sama sekali. Mas. Afgan bilang sehari saja ia ingin lepas dari kesibukan.Kami ngobrol banyak hal, hingga sampai pada rencana punya adik untuk Azkia. Kalau hamil sekarang, putri kecilku akan punya adik di usia empat tahun. Sudah cukuplah untuk jadi kakak.“Sayang, aku senang kalau kita banyak anak. Hidup pasti ramai, tapi aku juga menyerahkan padamu, pastinya melahirkan itu sakit, mengurus ju
Sebagai orang tua sudah seharusnya memahami sisi fsikologis anak yang akan memliki adik. Jangan hanya menuntut mereka untuk baik pada saudara barunya, tapi tak dipahami sisi jiwanya.*“Papa, aku mau punya adik baru!” kata Azka pada mas Adnan saat datang ke rumah untuk menjemput anaknya..“Alhamdulilah, barokallahu. Kakak harus baik sama adik baru, ya. Nanti ditemani!” sambut mas Adnan.Azkia pun mengikuti langkah kakaknya. Dengan kalimat yang sudah lancar, ia mengungkapkan kegembiraan ada bayi di perut mama. “Selamat, ya atas kehamilannya. Semoga dimudahkan kelahirannya!” sambut mas Adnan. Aku merasa itu adalah ucapan tulus dari lubuk hati terdalam.“Selamat, ya Mba. Semoga saya juga menyusul!” ucap Lestari. Terlihat sekali ia memang ingin punya anak lagi. Mungkin untuk menguatkan hubungan dengan mas Adnan juga.Kuaminkan permohonannya untuk segera hamii. Sangat berar sekali harapan pada pasangan yang baru menikah dua bulan lalu.*Hari ini mas Afgan bilang pekan depan ada undangan
ELA Andai ini bukan di tempat umum, akan kumaki wanita kampungan ini. Enak saja aku harus hormat padanya. Jangan Mentang-mentang istri Afgan lantas bisa semudah itu menundukkan Ela. Tidak semudah itu, bodoh! Gaya Rida selangit. Huh, mungkin efek jadi orang kaya baru. Lihat saja siapa yang akan bertahan jadi wanita paling dihormati. Mungkin sekarang aku sedang dipandang buruk sebagai pelakor, penghancur rumah tangga Jim dan Cindy. Namun, seiring waktu para pembully itu juga akan cape sendiri. Baiknya sekarang aku tak cari masalah dulu pada Rida. Kata Jim, keberadaan Afgan sebagai rekan kerja harus dipertahankan. Itu sangat berguna untuk menahan laju serangan keluarga Romanov yang makin berjaya saatnya ini. Meski aku tak mau bermanis muka pada Rida, baiknya memang menuruti perintah Jim kali ini. Kalau perusahaan dia hancur, aku juga akan rugi. Daripada jadi masalah baiknya kutinggalkan saja wanita kampungan itu. Lebih baik cari pakaian untuk menambah koleksi fashionku. “Baiklah,
Telpon sialan kenapa tak berhenti menjerit. Kevin benar-benar membuatku naik darah. Ia tak menghentikan panggilan hingga terpaksa kuangkat. “Kenapa lama sekali, Sayang! Aku sedih kau benar-benar ingin melupakanku. Bukankah kita pernah saling cinta. Ayolah Ela aku masih tergila-gila padamu!” Cih! Dasar buaya burik! Kamu pikir aku bodoh dapat percaya ucapan gombalmu itu. Dasar cowok gila. Cukuplah kau meninggalkanku saat skandal yang membuatku sempat sekarat mencuat. Di saat Adnan marah besar, kau malah kabur. Saat itu aku seperti sedang di ujung kematian. Eh, dia malah pergi menyelamatkan diri. Dasar pengecut. “Aku akan menikah dengan Jim. Kau berhentilah menganggu. Salahmu sendiri mengapa kabur saat aku di ujung kematian. Sialan, kau!” Kevin tergelak di ujung telpon. Kemudian, pria itu menyampaikan ribuan alasan mengapa dulu harus pergi. Dan, aku tak peduli dengan argumen bodoh itu. Karena kesal kututup saja saluran telponnya. Setelah itu kami memblokir nomor kontak Kevin. Keli
JIM Akhirnya keluarga mengizinkanku menikahi Ela. Janin dalam kandungannya adalah alasan terkuat untuk menerimanya sebagai bagian dari keluarga Pratama. Inilah yang menjadi mimpi keluarga sekian lama, yaitu munculnya keturunan. Sebagai anak tunggal, tentu saja hanya padaku mereka berharap. Jika tak ada penerus, bingung juga mewariskan harta kelak. Dengan dua istriku sebelumnya, aku tidak memiliki keturunan. Bukan karena salah satu kami mandul, tapi memang tidak ada rezeki dari Tuhan. Buktinya mantan istri pertamaku sekarang sudah melahirkan anak kembar dari suami barunya. Cindy pun pernah punya anak dari Afgan. Sementara Ela tengah mengandung benihku saat ini. Ela sangat bahagia ketika kusampaikan berita ini. Dia pun menangis dalam pelukanku saking terharu. Setiap wanita ingin memiliki status jelas dalam sebuah hubungan. Meski diberi kekayaan berlimpah kalau masih menjadi simpanan tetaplah tak berguna. Jujur aku berat melepas Cindy. Perasaanku padanya bukanlah main-main. Itu seba
JIMAku belum sempat memenuhi permintaan Ela untuk bicara pada Kevin agar tak mengganggunya lagi. Begitu jika sekali saja terlihat si bodoh itu menggoda Ela, dipastikan wajahnya harus operasi plastik. Aku tidak akan memberinya kesempatan sedikitpun untuk melawanKadang aku bingung mengapa om yang cerdas punya anak tolol seperti dia. Hobinya hanya main wanita dan hura-hura. Beban perusahaan mereka pada ada akhirnya tak bisa dialihkan oada Kevin. Kehadirain Cindy di pesta ini sungguh di luar dugaan. Aku merasa tak pernah mengundang mereka. Mungkin saja dia mendapat undangan sebagai tanda masuk dari petugas yang disogok. Aku makin syok ketika ia memperkenalkan pria di sampingnya adalah calon suaminya. Bukan itu yang menjadikanku ternganga tapi kedudukan lelaki berdarah blasteran itu itulah yang membuat bulu kudukku merinding. Dia adalah pengusaha muda sekaligus CEO Grand Company yang katanya memjadi sekutu Romanov saat ini. Mungkin hubungan Cindy dengannya dijalin berdasarkan manfaat
ELA Aku syok mendengar perkataan Jim tentang kondisi perusahaan. Kalau benar-benar bangkrut, harapanku menjadi nyonya besar yang bergelimang kemewahan bisa kandas di perjalanan. Jim meraih tubuhku yang tiba-tiba limbung. Selain kaget, fisik memang lemas akibat sering banyak aktivitas. Padahal aku sedang hamil. Andai Jim mau memberi sedikit waktu, aku takkan kembali liar. Bosanlah di rumah sebesar ini sendirian. Ia menggendongku menuju kamar, lalu membaringkan tubuh ini di atas ranjang. Kadang heran juga kenapa yang jadi suamiku itu baik. Padahal aku tahu sendiri terlalu liar. “Istirahatlah, aku akan temani,” bisiknya setelah ia merebahkan diri di sampingku. “Jagoan, jangan menyusahkan mami, ya. Kamu harus lebih baik dari kami,” kata Jim sambil mengusap perutku yang sudah terlihat menonjol. Mendengar perkataannya, hatiku yang tadi dipenuhi amarah, jadi reda. Ela, mungkin sudah waktunya kamu tobat. Jalanilah hidup sebagai manusia baik. Tidak bosankah jadi penjahat terus. Ah, ke