CINDY Pria yang kupuja ternyata pendusta. Jim memang bajingan. Rupanya dirinya tak benar-benar berubah. Selihai itukah ia memperdayaku setahun lamanya? Atau aku yang terlampau tolol telah percaya kembali padanya? Ini mungkin yang disebut buta karena cinta.Kata maaf hanya polesan bibir belaka. Mengapa aku begitu bodoh percaya pada mulut manisnya. Hingga saat sadar akan tipu daya, semua telah terlambat. Sebucin itu aku padanya. Bahkan, mereka tiap saat melakukan hubungan laknat. Aku tak bisa menerima kenyataan kini wanita binal itu mengandung anak Jim. Keputusanku telah bulat, cerai. “Kita tak harus cerai, Cin. Kita perbaiki segalanya dari awal. Aku akan berubah!” terang Jim yang terus berusaha meyakinkanku. Aku menepis kasar tangan Jim yang hendak menyentuh pundak. Memperbaiki apa setelah tidur dengan wanita lain setahun lamanya. Hanya perempuan bodoh yang bisa memaafkan kelakuan bejat itu. Lelaki bukan hanya Jim di dunia ini. Aku masih muda dan bisa mendapat yang lebih segalanya
Aku tersentak dari lamunan masa lalu saat pintu kamar diketuk. Lembaran aibku cepat ditutup agar tak terus menertawakan kesialan saat ini, tepatnya balasan kedurhakaanku pada Afgan. Lelaki yang kutukar dengan bajingan. Bahkan, itu sampai mengorbankan darah daging sendiri. Sesal itu memang di belakang. Kebejatan Jim telah membuka mata buta ini. Nyatanya segala kebaikan Jim hanyalah topeng atas kebusukannya. Kini, wajah aslinya terpampang nyata. Dia hanyalah seorang pemuja syahwat sama seperti Kevin, sepupunya. Sekarang setelah semua terkuak, Afgan telah bahagia dengan istri barunya, sementara aku sedang menuju sebuah kehancuran. Jim mengatakan orang tuanya memanggil. Katanya mereka ingin bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan skandal anaknya. Meski enggan, aku tidak bisa menolak undangan tersebut. Bagaimanapun juga mereka masih mertuaku. Mau tak mau aku datang juga ke kediaman ayah dan ibu mertua. Sesampainya di sana aku disambut dengan hangat seperti biasa oleh mama mertua.
Nyatanya keluarga itu memang telah menistakan putrinya. Melegalisasi kebejatan Jim dan Ela. Bahkan, akan memaksaku berbagi posisi dengan wanita pezina terkutuk itu. “Perceraianmu akan papi urus hari ini. Namun, pembatalan kerjasama prosesnya bisa memakan waktu paling pendek tiga bulan. Dan itu pasti papi lakukan. Bukan hanya itu, papi akan menyiapkan serangkaian serangan mematikan!” Aku menghambur ke arah papi. Pria ini sangat menyayangiku. Tak mungkin dia membiarkan putri keduanya dihina orang lain. “Mungkin ini balasan atas pengkhianatanku pada Afgan. Sekarang aku baru sadar dialah pria terbaik sesungguhnya. Aku jahat, Pih sudah meninggalkannya dan menjadi jalan tak langsung meninggalnya anak kami!” Dalam pelukan papi kuluapkan sesal yang bergulung-gulung di hati. Kata demi kata terucap seiring airmata yang mulai mengalir. “Andai, andai aku tak sebodoh itu, membuang Afgan demi Jim, mungkin kami bahagia sekarang. Aku menyesal, Pi, menyesal!” Papi mengelus rambut dan punggungku.
“Cin, kasih aku kesempatan. Kita mulai dari awal. Aku janji akan selalu membahagiakan kamu!” Aku memutar bola mata ke atas dan ke bawah. Lalu menyedekapkan tangan di dada. Lepas itu menghampirinya. “Cara membahagiakanku adalah tendang wanita binalmu ke jalanan, itu saja! Sanggup?” Dahi Jim mengerut, tanganya kemudian berusaha meraihku. Namun, refleks kutepis. “Jangan bicara mau membahagiakanku kalau belum bisa memasukkan pelakor ke tempat sampah! Oke aku tak ada waktu mendengar ocehanmu lagi. Aku harus ke salon biar makin glowing. Kalau sudah jadi janda aku berencana cari pasangan yang lebih segalanya darimu!” Setelah berkata begitu, aku membalikkan badan. Lalu, cepat-cepat melangkah menuju mobil. Berikutnya kendaraan melesat meninggalkan lelaki bajingan itu. Di dalam mobil, pikiranku kembali melayang. Apa yang kuucapkan pada Jim sesungguhnya berbalik dengan hati sendiri. Tak terpikirkan sama sekali setelah jadi janda untuk langsung cari pasangan. Kalimat itu hanya untuk melece
RIDA Aku turut bahagia atas pernikahan mas Adnan dengan Lestari. Meski baru pertama melihat, aku tahu wanita barunya itu baik. Dan, tentu nanti akan berpengaruh baik juga pada anak-anak jika sedang bersama mereka. Azka dan Azkia pun sepertinya senang pada Lestari. Aku menyadari ada tautan hati di antara mereka sama seperti tautan hati pada mas Afgan. Kudoakan pengantin dari lubuk hati terdalam. Hati ini sudah bersih dari sakit hati dan dendam masa lalu pada mantan. Toh, diapun sudah menyadari kesalahannya, dan aku pun sudah bahagia dengan pasangan baru. Mas Afgan tak pernah melepasku saat kami ada di pesta ini. Ia seolah ingin memamerkan kemesraan di depan publik. Aku malu sebenarnya, tapi tak bisa protes nanti malah digoda habis-habisan. Pria ini tak pernah lupa mengenalkanku pada relasinya. Ia dengan bangga akan mengatakan ini istri tercinta saya. Betapa tersanjung diriku yang selau merasa tak percaya diri. Mas Afgan selalu mendukungku untuk lebih yakin pada diri sendiri. Ia t
Meskipun pemimpin, Alan sepertinya sangat bergantung dengan mas Afgan dalam memutuskan sesuatu. Ia seolah tak percaya pada kemampuannya sendiri. Padahal menurut suamiku, adiknya itu memlilki kemampuan besar, hanya saja suka inscure jika berhadapan dengannya.Selama mas Afgan ngobrol dengan adiknya, aku pergi ke dapur. Rencananya ingin membuat sesuatu untuk mas Afgan. Meski nanti para pelayan dengan segala cara melarang, aku tetap kukuh ingin masak. Jadilah mereka ikut serta.“Katakan saja, Nyonya mau dibuatkan apa?”.“Ayo kita masak bersama. Tolong siapkan bahannya, ya!”Akhirnya mau tak mau mereka melakukan tugas yang kuperintahkan. Aku hanya memasak kalau mas Afgan sedang libur dan ada di rumah. Dan itu jarang juga. Tak masalahlah sesekali masak sendiri untuk suami.Sampai beres masak, mas Afgan belum selesai juga ngobrol dengan Alan.. Begitulah mereka kalau sudah membahas persoalan bisnis jadi lupa semuanya.Aku minta pelayan menyiapkan makanan di gajebo taman belakang. Kami akan m
“Tutup mata!” pintanya.Hmm aku tahu apa bayaran maafnya. Dia pasti minta kami tak keluar setelah shalat subuh ini.Baiklah, Sayangku! Aku akan tebus prasangka itu dengan pelayanan yang akan membuatmu melayang ke angkasa.Mas Afgan menahanku turun dari ranjang setelah kami melalui permainan panas selepas sholat subuh. Katanya ia ingin memelukku lebih lama. Mungkin sampai siang.Mumpung hari libur katanya jadi manfaatkan untuk berduaan. Terlebih tak ada anak-anak jadi makin banyak saja peluang bermesraan.Dia sudah bilang pada Alan untuk tak menganggunya. Ponsel pun dimatikan agar tak ada gangguan sama sekali. Mas. Afgan bilang sehari saja ia ingin lepas dari kesibukan.Kami ngobrol banyak hal, hingga sampai pada rencana punya adik untuk Azkia. Kalau hamil sekarang, putri kecilku akan punya adik di usia empat tahun. Sudah cukuplah untuk jadi kakak.“Sayang, aku senang kalau kita banyak anak. Hidup pasti ramai, tapi aku juga menyerahkan padamu, pastinya melahirkan itu sakit, mengurus ju
Sebagai orang tua sudah seharusnya memahami sisi fsikologis anak yang akan memliki adik. Jangan hanya menuntut mereka untuk baik pada saudara barunya, tapi tak dipahami sisi jiwanya.*“Papa, aku mau punya adik baru!” kata Azka pada mas Adnan saat datang ke rumah untuk menjemput anaknya..“Alhamdulilah, barokallahu. Kakak harus baik sama adik baru, ya. Nanti ditemani!” sambut mas Adnan.Azkia pun mengikuti langkah kakaknya. Dengan kalimat yang sudah lancar, ia mengungkapkan kegembiraan ada bayi di perut mama. “Selamat, ya atas kehamilannya. Semoga dimudahkan kelahirannya!” sambut mas Adnan. Aku merasa itu adalah ucapan tulus dari lubuk hati terdalam.“Selamat, ya Mba. Semoga saya juga menyusul!” ucap Lestari. Terlihat sekali ia memang ingin punya anak lagi. Mungkin untuk menguatkan hubungan dengan mas Adnan juga.Kuaminkan permohonannya untuk segera hamii. Sangat berar sekali harapan pada pasangan yang baru menikah dua bulan lalu.*Hari ini mas Afgan bilang pekan depan ada undangan