Share

Hamil

Renata terkejut mendengar penuturan Reynaldi hingga tidak bisa berkata sepatah katapun, kalimat ‘hamil’ yang barusan ia dengar membuat ia berada di posisi yang benar-benar bingung, harus bahagia atau sedih dengan kondisi ini.

“Aku mau pulang,” ucap Renata tiba-tiba.

“Ok! Mobilmu masih di apotek, biar nanti aku suruh orang mengantarkan ke rumahmu.”

Mereka kemudian meninggalkan klinik tersebut dengan mengendarai mobil milik Reynaldi. Selama perjalanan pulang keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Sesekali Reynaldi melirik ke arah Renata yang selalu membuang pandangannya keluar jendela mobil.

"Re, kamu baik-baik saja kan?" tanya Reynaldi melihat Renata menyandarkan kepalanya di kaca pintu mobil.

Renata hanya mengangguk. Beribu fikiran berkecamuk di benaknya.

Tak lama berselang, mereka sampai di rumah besar milik Renata dan Davin, kemudian Reynaldi membukakan pintu untuk Renata yang masih tampak lemah.

"Bagaimana, aku bantu atau bisa sendiri?" tanya Reynaldi sambil hendak membantu memapah Renata, namun diurungkan.

“Terimakasih, aku bisa sendiri,” jawab Renata sambil jalan perlahan ke arah pintu pagar.

Sesampai di pintu pagar rumah, Renata membalikkan badan dan berkata, "Rey terimakasih ya."

Reynaldi mengangguk.

"Hati-hati, jaga janinmu dengan baik."

Sementara dari balik kaca jendela lantai dua rumah, Davin memperhatikan mereka.

Renata memasuki rumah dengan langkah perlahan, badannya masih terasa sangat lemas, kamar tidur yang nyaman sudah terbayang di benaknya.

Setiba di lantai dua rumah, Renata menoleh ke arah kamar suaminya terdengar gelak tawa dan canda Kanza, Renata menarik nafas dalam dan menghembuskanya perlahan, rasa nyeri dari luka yang tak berdarah terasa sangat menyakitkan.

“Re… sudah pulang? Kebetulan, aku ingin cerita sama kamu,” sapa Kanza setelah membuka pintu kamar dan mendapati Renata berada dekat kamar yang ia tempati bersama Davin.

“Lain kali saja, aku mau istirahat,” tolak Renata seraya berlalu dari hadapan Kanza.

“Renata ! Tunggu…” seru Davin, baru saja Renata memegang handle pintu, Renata hanya menatap tanpa arti ke arah Davin tanpa bicara sepatah katapun.

“Dari mana saja kamu?” tanya Davin.

“Sejak kapan kepergianku menjadi urusanmu?” sarkas Renata.

“Kamu istriku, jadi aku harus tau kemana kamu pergi,” ucap Davin sambil berusaha meraih tangan Renata.

“Istri yang tak dianggap, itu lebih tepatnya!” seru Renata sambil menepis tangan Davin.

Renata mengeluarkan amplop putih dari dalam tas. “Baca ini,” ucapnya lantas meninggalkan Davin yang masih berdiri di depan pintu kamar.

Tidak lama setelah itu terdengar ketukan pintu tak sabar.

“Renata!!… Renata!! Buka pintunya Sayang…” suara Davin bergema hingga seluruh ruangan di rumah tersebut.

“Ada apa Mas… kok teriak-teriak?” tanya Kanza yang datang menghampri.

“Baca ini, Renata hamil,” ujar Davin dengan bersemangat, Kanza lantas membuka amplop putih tersebut.

“Hah!.. iyah betul Mas, Renata hamil,” ujar Kanza tak kalah bahagia.

“Sayang… kalau Renata sudah hamil berarti kamu tidak perlu hamil, bentuk tubuhmu akan tetap terjaga,” papar Davin kepada Kanza.

Sementara di dalam, Renata baru saja ingin membuka pintu, tak ayal ia Mendengar percakapan Davin dan Kanza.

Renata mengurungkan niatnya untuk membuka pintu, kakinya melangkah menuju Balkon kamar, air mata tumpah tak terbendung lagi.

“Kamu benar-benar jahat Davin! Aku sudah mulai muak dengan kalian!” ujar Renata di tengah isak tangisnya, dengan tangan yang mengepal dan bibir bergetar menahan emosi.

Tiba-tiba datang mainan pesawat berukuran kecil melayang menghampiri Renata, ada secarik kertas terselip di antara kerangka dround tersebut, Renata mengambil kertas itu dan membukanya.

 

“Don’t cry, ada aku di sini,” kalimat yang Renata baca, kemudian memalingkan wajahnya ke arah Rumah Reynaldi.

Reynaldi melambaikan tangan kanannya dengan masih menggenggam remot control mainan di tangan kirinya, Renata hanya membalas denga kode telunjuk tangan yang di miringkan di kening.

“Dasar sinting!” serunya sambil beranjak dari balkon menuju kamar dan menutup gordyn.

Reynaldi hanya tersenyum “ Serapat apapun kamu menutup gordyn tidak akan menghalangiku untuk tahu seperti apa kehidupanmu,” gumamnya seraya masuk kedalam rumah.

Detik begitu cepat berlalu, semburat jingga memantulkan cahaya lewat sela gordyn kamar, Renata beranjak dari pembaringannya, sejak kepulangan dari kelinik tadi siang, belum sedikitpun makanan yang Masuk kedalam perutnya.

Dengan langkah gontai Renata menuruni satu demi satu anak tangga menuju lantai bawah rumah, lagi-lagi ia melihat pemandangan yang memuakkan, kemesraan dua manusia tidak tahu malu.

“Re… aku sama Kanza mau keluar sebentar, kamu mau titip apa?” tanya Davin setelah melihat Renata berada diruangan yang sama.

“Tidak perlu, nikmatilah hari kalian, tidak usah memikirkan aku,” ucap Renata tanpa ekspresi.

“Oiya… di belakang ada bi Imah, baru saja tiba, mama meminta bi Imah untuk tinggal bersama kita di sini,” ucap Davin memberitahukan.

bi Imah adalah salah satu asisten rumah tangga di ruamah orang tua Davin yang sudah terbiasa mengurus Davin dari sejak ia kanak-kanak.

“Iya, nanti aku temui bi Imah.”

Selepas kepergian Kanza dan Davin, Renata termenung sendiri di meja makan, perutnya sangat lapar namun tidak satupun makanan yang tersaji di meja membuatnya berselera yang ada hanya rasa mual tiap kali mencium aroma makanan.

“Permisi Non, mau saya buatkan minuman?” sapa bi Imah dari arah dapur.

“Eh! Bi Imah, bikin kaget saja,” seru Renata dengan setengah terkejut.

“Maaf Non,”

“Bi Imah duduk di sini, ada yang ingin saya bicarakan,” perintah Renata seraya membri isyarat agar bi Imah duduk di sebelahnya.

“Ada apa Non?” tanya bi Imah bingung.

“Bi… di sini ada wanita bernama Kanza dia adalah pacar Davin.”

“Pacar Tuan Muda? Maksud Non?” ucap bi Imah sambil menutup mulutnya sendiri.

“Bi Imah cukup tau itu saja, pesan saya Bi Imah jangan beritahukan hal  ini ke mama maupun papa, cukup ini menjadi rahasia kita,” papar Renata.

“Tapi Non?” 

“Ssst… nanti juga Bi Imah akan tahu sendiri,” Renata memebrikan isyarat dengan jari telunjuk agar bi Imah tidak banyak bertanya lagi.

“Saya mau ke depan sebentar, ingat ya Bi Imah! hanya rahasia kita!” ulang Renata agar bi Imah lebih mengerti.

“Baik Non.”

Renata ke laur rumah menuju Gazebo yang biasa ia gunakan untuk bersantai, sebelum ia tiba di gazebo seekor kucing mengalihkan perhatiannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status