Share

Makan malam

“Hey… kamu cantik sekali… apakah kamu tersesat? Tuanmu pasti mencari,” ujar Renata berkomunikasi dengan kucing tersebut.

Sepertinya kucing tersebut tidak ingin didekati, ia berlari keluar pagar, Renata mengejarnya, hingga tiba di depan gerbang Rumah Reynaldi.

“Re… “ suara Reynaldi memanggil dari dalam Rumahnya.

“Hi.. Rey,” sapa Renata.

“Sedang apa?”

“Tadi ada seekor kucing spertinya ia tersesat diRumahku.”

“Apa dia yang kamu maksud?” tanya Reynaldi seraya menunjuk seekor kucing yang sedang menikmati makanannya.

“Iyaaa.. itu kucingnya, apa dia milikmu?”

“Betul, namanya Mochi, kalau sedang lapar dia memang selalu pergi kemana-mana tapi akhirnya akan kembali,” tutur Reynaldi.

Tiba-tiba terdengar suara berasal dari perut Renata, reflek Renata lantas memegang perutnya dengan rasa malu.

“Kamu laper?” tanya Reynaldi.

“Aku tidak berselera makan, semua terasa mual di perutku,” ucap Renata.

“Jika kamu mau makanlah di sini, aku memiliki asisten rumah tangga yang cukup handal dan akan membuatkan makanan yang special, calon babymu pasti menyukainya.” Reynaldi memberikan tawaran.

Renata nampak berpikir sejenak sebelum memutuskan untuk menerima tawaran Reynaldi.

“Kamu tidak perlu takut, dari luar rumahku nampak sepi, tapi didalam, ada Bi Sum asisten rumah tangga ku beserta kedua anaknya, ada juga asisten pribadiku, cukup ramai bukan?”

“Ok,” jawab Renata dengan senyum sumringah.

Renata mengikuti langkah Reynaldi kedalam, benar saja ada banyak orang di dalam rumah tersebut, suasananya begitu hangat penuh canda seakan tidak ada jarak antara pekerja dan majikan.

“Apa semua pekerja di sini laki-laki?” tanya Renata seraya menebar pandangan ke seluruh ruangan yang nampak mewah dengan lukisan-lukisan asli sang maha karya.

“Tidak, dua asisten rumah tanggaku wanita paruh baya.”

“Kamu tunggulah di sini, aku akan minta mereka menyiapkan makan malam,” sambung Reynaldi.

Renata merasa heran mengapa kehidupan Reynaldi terkesan begitu mewah.

“Re… ayo, makanan sudah siap,” ajak Reynaldi.

“Wah… banyak sekali makanan ini, apa kamu akan memakannya semua?” tanya Renata melihat begitu banyak makanan yang terhidang.

“Apa iya aku habiskan semua makanan ini? Sebagian ini akan dikirim ke suatu tempat,” ujar Reynaldi.

“Kemana?” 

“Rahasia…” jawab Reynaldi sambil terkekeh.

Renata nampak mencabikkan bibirnya, mendengar jawaban Reynaldi.

“Ada yang mau ikut makan bersama kami?” ujar Reynaldi kepada para pekerjanya.

“Tidak Tuan, kami masih menyelesaikan packing makanan terlebih dahulu,” jawab salah satu pekerja.

“Okelah kalu begitu,” timpal Reynaldi sambil mengangkat kedua bahunya.

“Suami kamu pasti masih sibuk dengan perempuan yang suka keluar masuk di rumah kamu?” tanya Reynaldi di sela makannya

“Apa pekerjaanmu seorang cenayang?”

Pertanyaan Renata membuat Reynaldi tertawa. “Aku hanya bertanya,” kilahnya.

“Itu bukan pertanyaan, tetapi tuduhan.”

“Kenyataannya memang seperti itu, bukan?”

“Seorang pengusaha yang sukses, memiliki istri bak bidadari tapi sayang kehidupannyatidak sesempurna yang orang lain bayangkan.”

“Rey… aku memang menerima pertemanan kita, tapi bukan berarti kamu punya hak untuk ikut campur dengan urusan rumah tanggaku.”

“Aku bukan ikut campur, siapa yang tidak kenal dengan Davin Anggara, bahkan di majalah-majalah bisnis suamimu selalu menjadi line teratas di setiap beritanya.”

“Seperti apapun kehidupan aku dan suamiku, aku mencintainya dan aku bahagia bersamanya,” ujar Renata namun Reynaldi menangkap sedikit keraguan dalam ucapan Renata.

“Kamu yakin ini cinta? Dan kamu bahagia?” tanya Reynaldi memastikan.

“Satu hal yang perlu kamu tau Re… cinta itu serakah, untuk sekedar melirik pun kita tidak akan rela, apalagi membiarkan hidup dengan orang lain.” lanjutnya.

“Kamu sudah terlalu jauh Rey,” sanggah Renata.

“Re… yang kamu jalani itu bukan cinta, hanya saja kalian terbiasa bersama, hal itu menjadi ketergantungan dan saling membutuhkan,” tutur Reynaldi.

“Biarlah itu hanya akan menjadi urusanku dan Tuhan,” jawab Renata singkat.

“Hhmmh!... aku tau, tapi maaf, kehidupan yang kamu jalani itu jauh dari kata normal,” ucap Reynaldi berempati.

“Kenapa senyum-senyum?” sambung Reynaldi karena melihat Renata sedang menompang dagu dengan kedua tangan seraya tersenyum memandang ke arahnya.

“Kamu terlalu fokus bicara sampai-sampai gak sadar kalau aku sudah selesai makan sejak tadi,” papar Renata, gelak tawa mereka hingga terdengar oleh para pekerja dan mengundang mereka tersenyaum saling pandang, karena baru kali ini mereka melihat sang bos tertawa lepas.

“Ok… Rey, terimakasih banyak akhirnya aku bisa makan malam dengan nikmat malam ini,” lanjut Renata dengan senyum.

“Sudah mau pulang?” tanya Reynaldi sambil memiringkan kepalanya dan dijawab dengan anggukan kepala oleh renata.

“Tunggu sebentar,” setelah bicara Reynaldi melangkah kedalam dan kembali dengan tentengan di tangannya.

“Apa itu Rey?” 

“Untuk kamu bawa pulang isinya sama dengan yang kamu makan tadi, ibu hamil biasanya nafsu makannya meningkat,” tutur Reynaldi.

“Sepertinya kamu tau banyak tentang ibu hamil, apakah kamu sudah beristri?” tanya Renata.

“Itu bagian dari Rahasia hidupku,” ucapnya penuh rahasia, lagi-lagi Renata mencabikkan mulutnya.

“Mau aku antar?” sambung Reynaldi.

“Nggak usah, aku bisa pulang sendiri, sekali lagi terimakasih untuk semuanya,” ucap Renata sambil mengangkat paperbag pemberian Reynaldi dengan kedua tangannya.

Renata pun berlalu dari hadapan Reynaldi dengan membawa buah tangan, Reynaldi tersenyum bahagia, wanita yang selama ini hanya bisa ia lihat dari kejauhan, wanita yang selalu ia cari tahu tentang kehidupannya, malam ini mau makan malam bersamanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status