WANITA PANGGILAN 47 C
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
"Jika waktu telah lama berlalu, dan perasaan itu tidak berubah, mungkin Ibu akan mencoba menyerah demi kebahagiaan putera kesayangan," batinnya dalam hati, lalu tenggelam dalam lautan mimpi bersama malam.
~
Tepat jam setengah lima pagi, wanita bergelar ibu itu sudah terjaga dari tidurnya. Ia bergegas melangkah ke dapur setelah keadaan hati dan kepalnya terasa segar. Mengerjakan tugas rumah untuk mengisi kegiatan paginya akan cepat terlewati.
Akan tetapi, saat melewati kamar Lian, langkahnya terhenti begitu saja karena telinganya mendengar lantunan ayat suci Al Quran. Suaranya pun terdengar merdu. Dari celah pintu yang terbuka, wajah Lian tampak berkali-kali lipat lebih tampan.
Entah kenapa mendengar Lian mengaji terasa seperti mendapat hujan salju di gersangnya h
WANITA PANGGILAN 48 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraEnam bulan kemudian ...Sebagai wanita yang memiliki tempat tertinggi di hati anak lelakinya membuat keinginan selalu ada untuk menemani dan menyaksikan rencana besar itu secara langsung meski dari jarak jauh. Hanya itu yang bisa ia lakukan karena pandangan masih belum satu tujuan. Selain itu hati juga belum memiliki kepastian penuh tentang bagaimana kelanjutan asmara sang anak dengan Mayasha—wanita panggilan yang telah melumpuhkan seorang Lian Erza.Sejak hari itu melihat kesungguhan Lian—anaknya mengisi hari dengan kegiatan positif, ia bisa percaya kalau yang dikatakan anak itu benar adanya. Bahwa ia tidak merusak diri hanya untuk melupakan seorang wanita. Pembuktian itu kini menghasilkan sesuatu yang luar biasa untuk kemajuan swalayannya."Kamu memang lelaki se
WANITA PANGGILAN 48 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSang ibu menatap bayang anaknya yang tidak terlihat lagi dengan perasaan entah. Ia berharap bisa melihat Lian menemukan wanita yang selalu menghuni di peraduan terakhir."Ibu janji akan merestui hubungan kalian jika nanti tahu keberadaan Mayasha. Ibu tidak tega melihat hidupmu yang tidak melirik cinta satu pun setelah kabar kepergiannya," janjinya dalam hati.Memikirkan dua orang sekaligus dalam satu waktu membuat kepalanya terasa ditusuk puluhan jarum. Sakit dan berdenyut. Karena itulah ia memutuskan untuk melihat perkembangan swalayan sekaligus ingin menikmati area taman terbarunya.Wanita yang mulai bangga akan sikap Lian—anaknya langsung bersiap untuk berangkat ke swalayan. Namun, ibunya Lian memilih sarapan lebih dulu sebelum berangkat.~&n
WANITA PANGGILAN 48 COleh: Kenong Auliya ZhafiraNamun, semua itu menguap berjalannya waktu. Sayang seribu sayang, Mayasha tidak bisa melihat ketulusan mereka karena kini memilih bersembunyi entah di mana."Terima kasih semuanya. Aku baru sadar kalau persahabatan yang kalian jalin dulu pasti sangat erat, hingga bisa saling merendah dan memohon pada kesalahan di masa lalu. Aku tahu kalau Mayasha juga tidak sepenuhnya membenci kalian. Nyatanya dia tidak pernah menyumpahi atau memaki kalian saat jiwanya terpasung lara. Ya udah, aku balik duluan. Sekali lagi terima kasih semuanya." Elena berpamitan dengan meninggalkan kata-kata yang membuat semua orang terdiam tanpa kata.Ingatan Lian bahkan kembali terbuka lebar saat wanitanya hanya bisa menangis saat dulu bertemu dengan Keya dan Marvin di pelaminan. Bibirnya memang tidak pernah
WANITA PANGGILAN 49 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraTakdir memang sebuah rahasia Tuhan yang selalu hadir tanpa kita minta. Di saat raga lelah mencari mati-matian, waktu justru mempersiapkan keajabaian yang tidak terduga. Meskipun penantian panjang menjerat sunyi dalam kepedihan.Memang benar kalau waktu adalah obat segalanya untuk berbagai macam perasaan di atas penyesalan. Ya, Elsa—ibunya Lian menyadari hal itu sekarang. Bahkan keraguan dan ketakutan hatinya pada hubungan asmara anaknya perlahan lenyap dan memudar dengan melihat keajabaian di depan mata. Ia percaya, selama apa pun penantian itu, apabila hati meyakini, maka semua akan indah pada waktunya."Maya ... kamu, beneran Maya?" Wanita yang masih tidak percaya itu bertanya kedua kali. Bahkan jemarinya berkali-kali mengusap pipi yang basah karena air mata. Setelah sekian lama berlalu,
WANITA PANGGILAN 49 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSedangkan Maya menatap punggung kecil yang selalu ada untuknya penuh haru. Ia tidak menyangka kalau sikapnya tidak berubah sama sekali. Selalu peduli dan perhatian. Hal inilah yang membuatnya kadang terlalu malu untuk bertemu. Ia malu karena selama berteman hanya seperti telinga, selalu mendengarkan tanpa bisa memberikan sesuatu."Terima kasih, Sa ... kamu sampai sekarang tidak pernah membedakan aku orang berpunya atau tidak. Kamu selalu baik dan tidak pernah bertanya banyak hal," lirihnya sembari mengusap pipi yang basah karena air mata.Bertemu dengan wanita seperti Elsa adalah berkah tersendiri hingga sekarang. Meski kasta berbeda tapi tidak memutuskan ikatan yang ada. Bahkan setelah menghilang tanpa kabar, hanya ada khawatir di matanya.Mengenang semua itu membuat dadanya n
WANITA PANGGILAN 49 COleh: Kenong Auliya ZhafiraMaya sekali lagi memeluk wanita yang selalu ada untuknya sejak dulu. Andai saat itu ada, mungkin dirinya tidak akan nekat meninggalkan keluarganya demi hidup lebih baik."Makasih, Sa ... aku tidak tahu lagi harus berkata apa selain itu," katanya di sela pelukan. Air mata pun kembali menerobos tanpa henti."Aku bisa melihatmu baik-baik saja itu sudah cukup. Masalah Esha pasti nanti ada jalan keluarnya," jawab Elsa sembari mengusap punggung rapuh itu berkali-kali.Setelah semua rasa terucapkan, keduanya saling mengurai pelukan dan menghabiskan waktu berdua hingga malam tiba. Keduanya tidak berhenti bercanda dan tertawa setiap kali mengisi kegiatan hari ini dengan banyak kegiatan; seperti membuat kue, menyiram bunga, menata pakaian, nonton drama kesukaan, dan memasak makan malam.
WANITA PANGGILAN 50 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraPenyesalan memang selalu datang di bagian paling akhir. Hal itu pastilah untuk mengingatkan semua kesalahan agar diri menjadi lebih perasa dan mau berkaca. Selain itu, sesal juga mampu meruntuhkan segala keegoisan dalam hati yang dulu pernah sombong bagaikan menara menjulang tinggi.Akan tetapi, semua itu seketika runtuh ketika apa yang dulu kita lakukan ternyata menyakiti orang terdekat. Hanya lewat satu kenyataan tidak terduga mampu membuka lebar pintu hati tanpa ada penghakiman sama sekali. Justru yang tertinggal adalah perasaan bersalah. Seandainya tahu sejak awal, maka ia akan melebarkan kedua tangan dan merengkuhnya ke jalan yang seharusnya.Namun, sekarang ... sudah terlambat."Li ... a--apa benar yang kamu katakan? Kalau Mayasha adalah Yesha Sasmaya?" Sang
WANITA PANGGILAN 50 BOleh; Kenong Auliya ZhafiraLian menatap dua wanita di depannya dengan mata berkaca-kaca. Kehebatan mereka bertahan dari ejekan dunia ternyata mampu menguatkan rasa persahabatan yang ada. Seperti dirinya dan juga Marvin, yang rela baku hantam demi menuruti perasaan. Namun, masa itu kini telah terlewati sejak wanitanya memilih pergi. Meski membuat hatinya kesakitan, tetapi kepergiannya juga membuat keadaan saling merangkul satu sama lain dalam berbagai masalah."Ibu sama Tante Maya lebih baik istirahat. Biar urusan Esha, nanti Lian bicarakan sama Marvin dan yang lain saat bertemu." Lian menyuruh dua wanita itu untuk segera beristirahat.Keduanya melangkah ke kamar tamu dengan saling memapah. Setelah memastikan dua punggung kuat itu menghilang, ia menuju kamarnya sendiri untuk beristirahat. Kepalanya terus berpikir