Pagi itu, Santika dan Sekar Widuri sedang berbincang dengan Wanara di sebuah saung tempat khusus Wanara bersantai. Kedua gadis berparas cantik itu sudah mulai akrab dan tidak bertikai lagi.
Hal tersebut membuat Wanara jadi bahagia. Pasalnya, kedua gadis yang ia cintai sudah mulai rukun dan tidak saling berselisih paham lagi, semua itu berkat nasihat dari Resi Wana kepada cucunya–Santika. Ia sedikit banyaknya sudah memberikan nasihat-nasihat yang baik terhadap Santika cucu semata wayangnya."Ternyata mereka sudah berdamai, Terima kasih Dewata agung," desis Wanara dalam hati.Kedua bola matanya terus memandangi wajah kedua gadis yang tengah duduk bersebelahan di hadapannya.Wanara menghela napas dalam-dalam. Lalu berkata lirih, "Kakang merasa bahagia hari ini," desis Wanara sambil berbaring di atas bangku panjang yang terbuat dari kayu.Raut wajahnya tampak berseri, dan memancarkan sinar cerah, secerah langit pada saat itu. Santika dan Sekar WidKetiga orang tua itu, sudah sepakat bahwa mereka menyarankan kepada Wanara untuk menunda niat baiknya itu dalam mempersunting Santika dan juga Sekar Widuri."Kami harapkan, kalian tidak tersinggung dengan keputusan kami ini," ucap Ki Wirya Tama ikut angkat bicara.Wanara mengangkat wajah sambil tersenyum. "Tidak, Guru. Kami sangat mengerti dengan maksud dari kalian," kata Wanara.Setelah selesai membahas mengenai hal tersebut, Santika dan Sekar Widuri kemudian langsung pamit kepada tiga pria senja itu, dan mereka pun pamit juga kepada Wanara untuk kembali ke barak dan beristirahat sejenak.Setelah berlalunya kedua gadis cantik itu, Wanara langsung menggeser posisi duduknya lebih mendekat ke arah guru-gurunya itu. Ia langsung mengutarakan niatnya kepada ketiga orang tua tersebut."Mohon maaf, Guru. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan kepada kalian," ujar Wanara berkata penuh hormat dan bersikap ajrih di hadapan ketiga gurunya."Katakan s
Raksasa itu tertawa. Kemudian berkata, “Sebentar lagi kau akan mati!"Di antara suara tertawa makhluk bertubuh raksasa itu. Suaranya terdengar menggema dan membuat bulu kuduk merinding.Namun, tidak berlaku bagi Wanara. Ia tetap bersikap tenang dan tidak merasa gentar sedikitpun, meskipun menghadapi makhluk yang berwajah menakutkan.Tiba-tiba saja, suara tertawa itu semakin lama semakin banyak entah dari mana asal mereka. Akan tetapi, yang terlihat hanya satu sosok siluman saja.Wanara benar-benar telah terpengaruh oleh banyaknya suara tertawa itu. Karena itulah maka pemusatan perlawanannya menjadi terganggu."Jangan banyak tertawa! Lawan aku jika kau benar-benar berani!" Dengan suara lantang Wanara menantang makhluk itu.Dengan demikian, makhluk tersebut kembali melancarkan serangan ke arah Wanara. Ia terpaksa meloncat mundur dan bahkan kadang-kadang dengan serta-merta ia menyabetkan pedangnya sekadar untuk membebaskan diri dari tekanan siluman i
Setibanya di pendapa istana, Sande Braja langsung mempersilahkan Wanara untuk duduk, "Duduklah, Pendekar! Kau tenang saja, aku ini siluman, tapi aku sangat menghargai bangsamu!" kata Sande Braja lirih."Terima kasih, Raja." Wanara tersenyum. Lalu duduk di hadapan Sande Braja.Setelah itu, Sande Braja segera memerintahkan prajuritnya untuk mengambilkan pedang dan juga memerintahkan prajuritnya segera menjamu tamunya itu. Dengan demikian, kedua prajurit itu langsung melaksanakan tugas dari sang raja."Kau tunggu! Aku akan menunjukkan pedang buatan rakyatku. Jika kau minat, kau boleh membawa pedang itu!" kata Sande Braja.Wanara tidak banyak bicara, ia hanya tersenyum dan menganggukkan kepala. Dalam benaknya tumbuh berbagai pertanyaan terkait dengan ucapan raja siluman itu.Tidak lama berselang, dua prajurit itu sudah kembali ke pendapa. Salah satu dari mereka membawa makanan dan minuman serta buah-buahan segar yang hendak disuguhkan untuk Wanara. Sem
Wanara tersungkur, wajahnya menyentuh tanah dan keningnya pun sedikit terluka karena terbentur batu kecil. Kemudian, ia segera bangkit dan langsung berhadap-hadapan dengan kedua pendekar itu. "Hai! Kalian ini siapa? Kenapa tiba-tiba menyerangku?" bentak Wanara merasa kesal terhadap dua pria berjanggut tebal itu. Mereka tertawa dan tidak mengindahkan perkataan Wanara. Seakan-akan, mereka memberikan kesan penghinaan terhadap diri pendekar muda itu. Salah seorang dari kedua pria itu pun berkata, "Pendekar bau kencur sudah berani membentak kita." Pria itu menoleh ke arah kawannya. Lalu, keduanya tertawa terbahak-bahak, "Ha ... ha ... ha...." Kekesalan dalam diri Wanara yang kemudian mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian, dalam diam-diam ia memusatkan segenap kemampuan yang ada pada dirinya. Dikerahkannya segala kemampuan dan ilmu yang ia milikk, agar ia segera membungkam mulut kedua pendekar itu. Itulah sebabnya, Wanara seakan-akan s
Hanya sekejap saja, Wanara sudah tiba kembali di padepokan. Begitu menapakkan kakinya kembali di halaman padepokannya, bukan main senangnya Wanara ketika melihat Sumadra dan Jasena tengah tekun melatih calon-calon prajurit dari pasukan Padepokan Dewa Petir.Lantas Burma yang tengah duduk di pendapa padepokan pun berteriak, ketika melihat kedatangan Wanara, "Hai, Jasena, Sumadra! Lihat, calon raja kita sudah datang!"Sumadra dan Jasena serta semua murid padepokan langsung menyambut hangat kedatangan pimpinan mereka sambil mengelu-elukan nama Wanara.Dengan gagahnya Wanara kemudian melangkah lebar menuju pendapa, lalu duduk di sebelah Burma."Perjalanan yang cukup melelahkan," desis Wanara menarik napas dalam-dalam."Syukurlah, Raden. Ternyata kau baik-baik saja," sahut Burma tersenyum lebar.Beberapa murid kemudian langsung menyuguhkan air minum dan makanan kesukaan Wanara. Mereka sangat antusias dalam menyambut kedatangan sang pemimpinnya it
Pagi-pagi sekali, Wanara sudah bangun, dan langsung melakukan latihan di halaman barak. Sementara itu, Jasena dan yang lainnya masih terlelap tidur.Pagi itu suasananya memang masih gelap, akan tetapi Wanara sangat bersemangat dalam melakukan latihan. Tanpa disadarinya, ada dua siluman yang diutus oleh Sande Braja untuk menyerahkan pakaian kebesaran yang langsung dihadiahkan oleh Sande Braja kepada Wanara."Kau lihat itu! Pergerakan Raden Wanara memang lincah dan gesit!" seru siluman bertanduk dua itu mengarah kepada kawannya.Mereka tidak langsung menghampiri Wanara, karena tidak mau mengganggu konsentrasi pendekar itu yang tengah melakukan latihan."Sebaiknya kita segera turun dan berikan pakaian ini untuk Raden Wanara!" ajak kawan dari siluman bertanduk dua itu."Jangan sekarang! Nanti saja setelah Raden Wanara menyelesaikan latihannya!" jawab silumannya. Ia tidak mau kalau kedatangan mereka justru mengganggu ketenangan Wanara dalam melakuka
Di istana kerajaan Rawamerta, tersiar kabar bahwa orang nomor dua di istana telah kabur dan meletakkan jabatannya sebagai maha patih tanpa sepengetahuan penghuni istana. Keputusan tersebut, merupakan bentuk ketidakpercayaan dari sang maha patih terhadap sang penguasa kerajaan.Sementara itu, setelah Maha Patih Ramanggala meninggalkan istana dan melepaskan jabatannya tanpa pamitan lagi pada siapa pun yang ada di istana kerajaan.Senapati Landaka yang menjadi panglima tertinggi prajurit kerajaan langsung menghadap raja, dan melaporkan kepergian Maha Patih Ramanggala yang sudah menganggap bahwa ia tidak sepaham lagi dengan pemikiran sang raja dalam menjalankan roda pemerintahan kerajaan.Beberapa saat sebelum Maha Patih Ramanggala memutuskan untuk pergi dari istana, sudah datang seorang prajurit senior menghadap Prabu Bagaskara. Prajurit itu telah melaporkan bahwa Maha Patih Ramanggala telah keluar dari istana pada malam hari."Kau mengetahui hal itu?" tanya s
Berderaplah pasukan yang dipimpin oleh Senapati Karama dan Senapati Loguna keluar dari pintu gerbang istana. Mereka segera melangkah untuk menuju desa Nelayan yang diduga kuat sebagai tempat persembunyian Ramanggala."Kita harus bergerak cepat menuju kampung Nelayan!" seru Senapati Karama, tampak gagah duduk di atas pelana kudanya dengan sebilah pedang menyanggul di punggung.Begitu juga dengan Senapati Loguna, duduk di atas kudanya sejajar dengan Senapati Karama. Puluhan prajurit kerajaan yang memiliki postur tinggi besar langsung memacu derap langkah kuda mereka masing-masing mengikuti langkah kuda dua senapati.Para prajurit itu berangkat hendak melaksanakan tugas dari sang raja untuk segera mencari keberadaan maha patih kerajaan Rawamerta yang dianggap sudah berkhianat dan meninggalkan tugas kerajaan tanpa pamit kepada sang raja.Hampir setengah hari melakukan perjalanan, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Rombongan prajurit itu berhenti di datara