Sekar Widuri dan Santika tampak kagum ketika melihat kegagahan Wanara yang merupakan calon suami mereka. Wanara terlihat gagah dan tampan menyanggul sebilah pedang dengan mengenakan pakaian pemberian dari Raja Sande Braja.
"Tampan sekali Kakang Wanara," desis Santika tersenyum-senyum, bola matanya terus mengamati Wanara yang tengah memacu kudanya meninggalkan halaman padepokan.
"Kita sangat beruntung terpilih sebagai calon istri Kakang Wanara," timpal Sekar Widuri menyahut.
Mereka tertawa kecil dengan wajah berseri-seri. Setelah itu langsung melangkah bersama masuk ke dalam barak.
Tiba di desa Nelayan, Wanara dan rekan-rekannya langsung menghampiri sekumpulan orang yang saat itu sedang berbincang dengan para prajurit di halaman salah satu rumah warga.
Panglima Jomara terperanjat ketika melihat kedatangan Wanara dan sepuluh anak buahnya. Wanara meloncat dari kudanya dan langsung berdiri di hadapan Panglima Jomara dengan gerakan secepat kilat.
Wanara tetap bersikap tenang dan tidak melakukan serangan lebih dulu. Ia tersenyum, lalu berkata, "Apa kalian tidak sayang dengan nyawa kalian?" Suara Wanara terdengar lirih, namun terkesan sebagai sebuah ancaman yang membuat para prajurit itu mundur perlahan."Hadapi dia! Jangan mundur!" bentak Panglima Jomara kepada para prajuritnya.Meskipun ragu, pada akhirnya para prajurit itu langsung menodongkan tombak mereka ke arah Wanara."Kalian berotak buntu!" bentak Wanara langsung mengayunkan kaki kanannya dan menendang keras beberapa tombak yang mengancamnya.Sehingga, tombak-tombak tersebut lepas dari genggaman tangan para prajurit itu. Selanjutnya, Wanara memukul satu-persatu perut para prajurit tersebut dengan gerakan yang sangat cepat dan berkekuatan tinggi. Hingga menyebabkan para prajurit tersebut jatuh bergelimpangan.Panglima Jomara tampak cemas dan tidak berani berkata apa-apa lagi. Ia pun, kemudian segera memerintahkan para prajuritnya untu
Keempat prajurit tersebut langsung bergerak cepat untuk kembali melakukan serangan terhadap Burma. Mereka mulai mengayunkan kembali senjata tajam mereka, dan langsung disabetkan ke arah Burma yang masih dalam posisi tenang belum banyak melakukan pergerakan.Dengan sigap para pendekar lainnya dari Padepokan Dewa Petir langsung melakukan penghadangan terhadap serangan keempat prajurit itu terhadap Burma.Benturan senjata mulai terdengar gaduh, Trang ... trang ... trang...! Saling berbenturan antara pedang dari keempat prajurit kerajaan dengan pedang milik para pendekar bawahan Burma.Burma bergegas meloncat tinggi, ketika satu pedang hampir menyasar ke lehernya. Ia pun langsung menghunus pedangnya dan kembali meluncur ke bawah hendak memenggal kepala salah seorang prajurit.Dengan gesit, prajurit itu pun akhirnya dapat menghindari serangan mematikan yang dilancarkan oleh Burma."Kita harus pergi dari tempat ini!" ucapnya mengarah kepada tiga
Keamanan di wilayah desa yang dekat dengan hutan tempat berdirinya Padepokan Dewa Petir, semakin hari semakin diperketat. Tidak terasa prajurit dari padepokan tersebut sudah berjumlah sekitar delapan ribu prajurit, hampir mendekati jumlah prajurit kerajaan Rawamerta yang hanya berjumlah sekitar sepuluh ribu prajurit.Karena sebagian prajurit kerajaan sudah berbelot dan mengikuti jejak beberapa patih dari kepatihan yang ada di wilayah kerajaan tersebut, untuk bergabung dengan pasukan yang dipimpin oleh Wanara.Para prajurit Padepokan Dewa Petir sudah tersebar di empat kademangan yang ada di sekitaran Padepokan Dewa Petir. Setiap kademangan memilik basis pertahanan sekitar seribu prajurit, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan atau serangan mendadak dari pihak kerajaan Rawamerta.Wanara dan ketiga gurunya terus memantau perkembangan para prajurit mereka. Dari berbagai perguruan silat yang ada di wilayah-wilayah kepatihan pun sebagian sudah ada yang tu
Pria itu terlalu yakin akan kekuatannya itu melangkah selangkah lagi semakin mendekati dua gadis cantik yang tengah mencuci pakaian di aliran sungai itu."Hai, Cantik! Sedang apa kalian?" berkata pria itu sambil berdiri kokoh di belakang Sekar Widuri dan Santika.Kedua gadis tersebut sedikit terperanjat dan merasa kaget dengan kedatangan pria yang tidak mereka kenali itu. Dengan sigap Santika meraih pedang yang selalu ia bawa setiap bepergian dari padepokan, dengan cepat Santika menghunus pedangnya dan langsung menodongkan senjatanya itu kepada pria tersebut."Siapa kau? Jangan coba-coba mengganggu kami!" bentak Santika dengan sorot mata tajamnya.Akan tetapi, pria itu tidak mengindahkan perkataan dari Santika yang sudah jelas tidak menyukai kehadirannya."Bersikaplah baik terhadapku. Aku bukan orang jahat! Kedatanganku ke sini bermaksud baik, aku hanya ingin mengajak kalian berpetualang cinta saja!" kata pria itu memasang wajah yang menjijikkan ba
Santika dan Sekar Widuri terus melangkah menuju pulang sambil berbincang lirih. Sekar Widuri tampak tidak percaya dengan apa yang sudah ia lakukan terhadap penjahat tersebut.Walau bagaimanapun, ia merasa shock karena sudah melakukan pembunuhan terhadap seorang pria jahat yang sudah mengganggu dirinya dan juga Santika."Bagaimana kalau nanti ada yang tahu, bahwa aku telah membinasakan orang itu?" tanya Sekar Widuri cemas."Bukan hanya kau, Sekar. Tapi kita berdua!" sahut Santika. "Tenang saja! Kau jangan cemas!" sambungnya berusaha menenangkan Sekar Widuri."Ini adalah pengalaman pertamaku membunuh orang," desis Sekar Widuri lirih. Wajahnya tersirat rasa penyesalan yang mendalam.Ia tampak terbebani dengan apa yang sudah dilakukannya terhadap penjahat itu. Santika terus memberikan keyakinan kepada Sekar Widuri, bahwa apa yang sudah dilakukannya adalah bentuk pembelaan diri, dan bukan suatu tindakan penganiayaan."Sudah mau sampai, sebaiknya
Hari itu Wanara sudah izin kepada tiga gurunya, untuk berangkat ke suatu tempat yang dianggapnya sebagai sarang para pendekar yang mempunyai ilmu bela diri mumpuni. Bersama Jasena ia terus melangkah masuk ke dalam hutan larangan yang jaraknya lumayan jauh dari lokasi Padepokan Dewa Petir.Sejatinya, Wanara bermaksud hendak mengajak para pendekar itu untuk ikut dengannya, bergabung bersama para pendekar lainnya di padepokan yang ia pimpin."Apakah tempat ini tidak ada binatang buasnya?" tanya Jasena sambil berjalan mengikuti langkah Wanara.Wanara kemudian menjawab tanpa menoleh ke arah kawannya, "Sudah pasti ada, ini 'kan hutan.""Kalau melawan manusia sih, aku sudah banyak pengalaman. Tapi, kalau bertarung melawan harimau atau binatang buas lainnya, aku belum pernah," sahut Jasena.Wanara menghentikan langkahnya, lalu berpaling ke arah Jasena. "Itu lebih menantang, kau pasti akan menikmati pertarungan tersebut!" tandas Wanara kembali melanjutkan p
Dengan demikian, Jasena pun menjadi semakin berhati-hati dalam menghadapi lawannya yang kuat itu.Ketika ia saling berhadap-hadapan dengan lawannya, Jasena dikejutkan dengan kehadiran satu orang pria lagi yang tubuhnya lebih besar dari lawan yang sedang dihadapinya.Pria itu berdiri kokoh di belakang kawannya yang sudah siap melakukan serangan terhadap Jasena."Kau harus membinasakan orang ini dulu. Setelah itu, kau akan menghadapi kawannya yang satunya lagi!" bisik Wanara."Ya, kau tenang saja!" sahut Jasena."Apa perlu aku bantu?" tanya Wanara kembali berbisik."Tidak perlu! Aku sanggup menghadapi mereka!" tegas Jasena menolak tawaran Wanara.Wanara hanya tersenyum, dan kembali mundur. Ia hanya berdiri di belakang Jasena sambil mengamati gerak-gerik lawannya. Wanara sangat yakin akan kemampuan Jasena."Semoga Jasena bisa mengatasi kedua orang penjahat itu," desis Wanara dalam hati.“Wajahmu mirip dengan
Pria itu kembali tertawa terbahak-bahak, seakan-akan merasa lucu mendengar perkataan dari Wanara."Ha ... ha ... ha....""Hei! Tertawamu akan membungkam mulutmu, Kawan. Percayalah, sebentar lagi mulutmu akan bungkam dengan sendirinya!" bentak Wanara.Lagirwa masih tidak berhenti mentertawakan Wanara hingga puas dan berhenti dengan sendirinya."Aku tidak percaya dengan ucapanmu, karena kau bukan Dewa," sanggah pria itu bersikap seperti orang yang sudah merasa paling tinggi ilmu dan kemampuannya.Di antara puluhan pendekar yang berada di lembah itu, Lagirwalah yang paling tinggi ilmu kanuragannya. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan ilmu kesaktian Wanara sungguhlah jauh. Karena Wanara mempunyai ilmu tiga tingkat di atasnya.Bahkan, di antara para pendekar yang ada di pulau Jowaraka, masih belum ada yang mampu mengimbangi kesaktian yang dimiliki oleh Wanara.Wanara tampak emosi dengan sikap Lagirwa yang terkesan menyepelekannya. "Baikl