Jasmine mengetuk pintu dengan pelan, sesekali menghapus air matanya. Dia menunggu cukup lama, tangannya terus mengetuk pintu. Pintu pun terbuka, Jasmine mencium aroma rokok yang menyengat. Dia pun terbatuk-batuk dan mengibas kepulan asap itu. Dia merasa cemas melihat keadaan Leo yang sangat kacau. Apa lagi kondisi kamar yang berantakan. Mata kakaknya yang sama-sama bengkak dan merah.
"Apa kakakku menderita seperti ini? Kenapa aku hanya diam, tidak bisa bertindak apa pun?" gumam Jasmine ada rasa bersalah pada Leo. Leo hanya menatap kosong, raut wajah kusam memikirkan banyak hal. Di bahunya memikul beban terlalu berat menjadi lebih frustasi. Jasmine hanya bisa diam beradu tatap, perlahan menarik badan yang tegap itu. Mereka berpelukkan dan menangis tersedu-sedu bersama lagi. Leo mempererat pelukannya sambil mengecup kening adiknya. Kasih sayang yang tulus dan penuh rasa syukur. Memiliki ikatan saudara yang tidak tergoyahkan. Walau penuh rahasia dibelakang Sang kTiba-tiba Aloria terdiam, merasakan sensasi yang aneh. Dia merasa rohnya terpisah dengan tubuh. Tubuhnya mulai bergetar hebat dan ketakutan. Aloria melihat seseorang muncul dibalik tembok. Sosok dengan gaun berwarna putih khas dengan aroma mawar. Wanita itu membentangkan tangan ke depan kilatan api menyerang Aloria. Perempuan mungil itu terpental jauh ke belakang. Hingga menghantam keras benda apa pun. Aloria berakhir tergantung di tembok dan meronta-ronta kesakitan. Napasnya terengah-engah sebab dicekik. Barlder dan Eleanor syok berat, sampai tidak bisa berkutik sedikit pun. Mereka menajamkan penglihatan ada sebuah tulisan yang terukir berwarna hitam seperti hangus terbakar. "Waktunya sudah dimulai!" Tulisan yang sangat jelas di samping Aloria. Afrodit melayang-layang sambil menyeringai, tapi tubuh anak bungsunya itu kejang-kejang hebat. Tangan Aloria mencoba meraih sesuatu di mulutnya. Perlahan terbuka lebar, terdengar suara rahang yang retak memaksakan benda besar untuk
“Cih ... Kamu lagi! Itu hanya mimpimu, tidak akan pernah terjadi. Apa maumu sampai repot-repot turun kemari? Ingin bertarung denganku?” geram Charless sambil mengepal tangan kuat-kuat. “Jangan kasar, dong. Mimpi yang tertunda, Sayang! Hanya jalan-jalan saja. Aku sangat terhibur saat melihat semua menderita seperti ini!” goda Afrodit sambil mengelus-elus dan menjilati pipi Charless. Membuat siapa saja yang melihat menjadi jijik. “Apa! Tutup mulutmu, Afrodit! Menghibur katamu?” murka Charless dengan raut wajah seram lalu menangkap lidah yang terus menggeliat itu dan digenggam erat. “Arght ... aaa! Charless!” Afrodit kesakitan dan meronta-ronta ingin melepaskan. Wanita itu menjambak rambut Charless kuat-kuat, mengumpulkan tenaga pada tangan kanannya. Terus dikepal keluarlah api membara. Dia menyerang dalam satu kali hentakkan membuat Charless mundur beberapa meter. Seketika baju pria itu berlubang di bagian dada. Perlahan kain terbakar meleleh d
Leo yang mendengar perintah, suara hati terus memanggil sang singa. Aroma anyir menggoda indra penciuman peliharannya, agar tahu lokasi pemilik ada di mana. Terdengar suara gemuruh dari belakang. Tanah sedikit terguncang, dua hewan ini berlari menghancurkan apa saja yang dilaluinya. Leo meringis memuntahkan darah lalu bangkit, melempar perisai dan membawa kapak. Ternyata kulit pipi menjadi melepuh begitu perih. Dia menarik napas mengumpulkan tenaga, seluruh tubuh diselimuti aura hijau pekat terbias merah. Dua hewan sudah ada di tempat, Leo menarik bulu singa. Leo memanjat dan menunggainya langsung lari menghampiri Afrodit. Serigala mendahului mereka, Serigala ingin sekali melahap habis wanita iblis yang telah menyakiti tuannya. Hanya jarak beberapa meter, Serigala melompat tinggi dan mengayunkan cakar panjang. Tetapi, dihindari dengan mudah. Serigala melangkah mundur mengumpulkan api neraka yang membara, dan disemburkan dari tiga mulut. Tangan Afrodit dibentangkan ke depa
“Jasmine!” teriak Si Kembar serempak. Mereka terkejut bagaimana cara menjelaskan semuanya. Kebohongan yang akan terbongkar pada waktu yang salah. “Kalian sedang apa? Mana musuhnya?” tanya Aroon yang kebingungan mencari-cari, tapi tidak bisa melihat jelas. Hanya siluet hitam, merah, dan putih saja. Memang, manusia biasa seperti Aroon tidak akan bisa melihat mereka dengan jelas. Terkecuali ada media penghubung, agar dapat berinteraksi dengan makhluk itu. “Apa ini? Ka-kalian penyihir? Kenapa mempertaruhkan nyawa kalian! Aku tidak akan diam lagi!" murka Jasmine. "Walau hatiku teramat sakit ada bohongan di sini. Entah harus berbuat apa? Tapi, ingat kata ini. Aku benci kalian!” Jasmine dengan raut wajah marah. Hatinya terkoyak sakit hati. Dia dengan mantap melangkah dan diam di belakang. Dia membentangkan tangan menyentuh bahu mereka. Tato itu menyala lagi dan mentransfer energi besar. “Gila, jangan kamu paksakan! Ini berbahaya! Berhenti. Kamu bisa
Aroon mencari botol berisi warna merah, yang berada di baris ke empat dari atas secepat kilat mengambilnya. Napas mulai terengah-engah mengejar waktu untuk menyusul Leo. Aroon menaruh dua baskom di meja lalu menuangkan air es dan es batunya sangat banyak. Dia berhati-hati membawanya ke mereka. Arthur menatap Angellia yang terus kesakitan, itu hal yang sangat mengiris hati sang kakak. Dia sesekali menyeka air mata yang jatuh harus terlihat kuat dan tegar. Aroon meletakkan semua satu per satu, memberikan kain sobek sisa dari bajunya untuk digigit Si Kembar. Mereka memasukkan kedua tangannya ke dalam baskom, mulai tubuh kejang-kejang dan berkeringat. Mengigit erat kain itu, terbayang rasa perih melebihi apa pun sampai Angellia menangis pilu. Air berubah menjadi merah kehitaman, tercium daging yang hangus bercampur anyir membuat Aroon mual. Beberapa menit kemudian, membuka botol ramuan dan menuangkannya di tangan kakak beradik itu. Mereka mulai menjerit yang tertahan kesekian kalinya.
Dewa Ares bertubuh kekar dengan baju zirahnya menaiki kuda. Dia mencari di mana posisi Dewa Pencabut Nyawa itu yang membuatnya semakin emosi. Burung gagak terbang ke sana kemari seperti merasakan gelisah, sosok tulang belulang itu begitu pintar dalam bersembunyi. Namun, Dewa Pencabut Nyawa terlalu bodoh karena mencari masalah dengan seorang yang berlevel lebih tinggi darinya. Dewa Ares membentangkan kedua tangan ke atas mengambil energi bumi. Hingga tanah bergetar beserta angin bertiup kencang, gelombang cahaya. Dan kilat petir berkumpul digenggamannya lalu dihempaskan ke bawah. Dentuman besar hingga mengangkat tanah yang hancur berantakan. Kumpulan serpihan tanah membentuk pusaran angin besar memutari wilayah itu. Eleanor, Barlder, dan Aloria terkejut saling berpelukan. Dibantu Dewa Ares dengan cahaya pelindung untuk menahan terjangan itu. Alhasil pemakaman itu hancur berserakan sangat kacau. Mayat yang sudah tulang belulang berserakan dan kendi abu mayat hancur. Mereka m
“Oh, kamu masih mengingatnya. Bagus, berarti semakin dendam padaku! Kasihan sekali, sampai-sampai Jasmine sekarat dan meminta tolong. Pada kakak tercinta, tapi sayang kamu lemah!” teriak Afrodit. Dia terus memberikan hujan api yang turun sangat deras. Sang singa pun mulai goyah sebab waktu di bumi sudah habis. “Hah, tutup mulutmu! Aku tidak lemah hanya– saja,” geram Leo yang tidak ingin mengingat masa kelam bersama sang ayah. Dia menggenggam erat rasa bersalah seumur hidupnya. Afrodit terus memberikan kesakitan batin untuk meruntuhkan kekuatan Leo. “Hanya ketakutan! Benar, kan? Dasar, manusia lemah! Lihat Edward, sang pahlawan di keluargamu. Lalu, apa gunanya kamu? Mati saja, tidak berguna!” hina Afrodit yang melesat terbang menyerang dengan bola api ke tubuh Nemea yang perlahan memudar. “Maaf, Leo! Aku tidak bisa bertahan lama lagi. Beri aku waktu beberapa menit untuk pulih. Berlindunglah. Di perisai tangan itu,” tegas Nemea yang memberikan perisai te
“Kenapa? Lepas! Aku ingin melihat. Lepaskan, Arthur! Ada apa?” seru Jasmine yang panik mendengar jeritan sang sahabat. Dia meronta-ronta kesekian kalinya, berhasil lepas dan terkejut melihat Leo yang sedang meraung kesakitan tombak menancap di perut. “Tunggu, tidak boleh ke sana! Lihat wanita itu berbahaya, Jasmine!” cegah Arthur yang menarik ulur tangan kiri Jasmine yang spontan berlari ingin menolong Leo. “Lepas! Kakakku sekarat, aku ingin menolongnya. Aku tidak peduli, akan kubunuh wanita itu!” gertak Jasmine terus berontak sesekali menatap tajam wanita yang melayang-layang itu. Afrodit terus menajamkan indra pendengaran juga penglihatan, merasakan kehadiran mangsa empuk. Terbang rendah mengelilingi hutan itu, menari indah melewati kobaran api yang masih menyala. Mengacuhkan lelaki yang sedang kesakitan, terus mencari sumber suara yang tidak asing lagi. Sementara itu, Angellia membantu Arthur mencegah Jasmine yang terus berteriak. Dalam kegaduhan it