“Jasmine!” teriak Si Kembar serempak. Mereka terkejut bagaimana cara menjelaskan semuanya. Kebohongan yang akan terbongkar pada waktu yang salah.
“Kalian sedang apa? Mana musuhnya?” tanya Aroon yang kebingungan mencari-cari, tapi tidak bisa melihat jelas. Hanya siluet hitam, merah, dan putih saja. Memang, manusia biasa seperti Aroon tidak akan bisa melihat mereka dengan jelas. Terkecuali ada media penghubung, agar dapat berinteraksi dengan makhluk itu. “Apa ini? Ka-kalian penyihir? Kenapa mempertaruhkan nyawa kalian! Aku tidak akan diam lagi!" murka Jasmine. "Walau hatiku teramat sakit ada bohongan di sini. Entah harus berbuat apa? Tapi, ingat kata ini. Aku benci kalian!” Jasmine dengan raut wajah marah. Hatinya terkoyak sakit hati. Dia dengan mantap melangkah dan diam di belakang. Dia membentangkan tangan menyentuh bahu mereka. Tato itu menyala lagi dan mentransfer energi besar. “Gila, jangan kamu paksakan! Ini berbahaya! Berhenti. Kamu bisaAroon mencari botol berisi warna merah, yang berada di baris ke empat dari atas secepat kilat mengambilnya. Napas mulai terengah-engah mengejar waktu untuk menyusul Leo. Aroon menaruh dua baskom di meja lalu menuangkan air es dan es batunya sangat banyak. Dia berhati-hati membawanya ke mereka. Arthur menatap Angellia yang terus kesakitan, itu hal yang sangat mengiris hati sang kakak. Dia sesekali menyeka air mata yang jatuh harus terlihat kuat dan tegar. Aroon meletakkan semua satu per satu, memberikan kain sobek sisa dari bajunya untuk digigit Si Kembar. Mereka memasukkan kedua tangannya ke dalam baskom, mulai tubuh kejang-kejang dan berkeringat. Mengigit erat kain itu, terbayang rasa perih melebihi apa pun sampai Angellia menangis pilu. Air berubah menjadi merah kehitaman, tercium daging yang hangus bercampur anyir membuat Aroon mual. Beberapa menit kemudian, membuka botol ramuan dan menuangkannya di tangan kakak beradik itu. Mereka mulai menjerit yang tertahan kesekian kalinya.
Dewa Ares bertubuh kekar dengan baju zirahnya menaiki kuda. Dia mencari di mana posisi Dewa Pencabut Nyawa itu yang membuatnya semakin emosi. Burung gagak terbang ke sana kemari seperti merasakan gelisah, sosok tulang belulang itu begitu pintar dalam bersembunyi. Namun, Dewa Pencabut Nyawa terlalu bodoh karena mencari masalah dengan seorang yang berlevel lebih tinggi darinya. Dewa Ares membentangkan kedua tangan ke atas mengambil energi bumi. Hingga tanah bergetar beserta angin bertiup kencang, gelombang cahaya. Dan kilat petir berkumpul digenggamannya lalu dihempaskan ke bawah. Dentuman besar hingga mengangkat tanah yang hancur berantakan. Kumpulan serpihan tanah membentuk pusaran angin besar memutari wilayah itu. Eleanor, Barlder, dan Aloria terkejut saling berpelukan. Dibantu Dewa Ares dengan cahaya pelindung untuk menahan terjangan itu. Alhasil pemakaman itu hancur berserakan sangat kacau. Mayat yang sudah tulang belulang berserakan dan kendi abu mayat hancur. Mereka m
“Oh, kamu masih mengingatnya. Bagus, berarti semakin dendam padaku! Kasihan sekali, sampai-sampai Jasmine sekarat dan meminta tolong. Pada kakak tercinta, tapi sayang kamu lemah!” teriak Afrodit. Dia terus memberikan hujan api yang turun sangat deras. Sang singa pun mulai goyah sebab waktu di bumi sudah habis. “Hah, tutup mulutmu! Aku tidak lemah hanya– saja,” geram Leo yang tidak ingin mengingat masa kelam bersama sang ayah. Dia menggenggam erat rasa bersalah seumur hidupnya. Afrodit terus memberikan kesakitan batin untuk meruntuhkan kekuatan Leo. “Hanya ketakutan! Benar, kan? Dasar, manusia lemah! Lihat Edward, sang pahlawan di keluargamu. Lalu, apa gunanya kamu? Mati saja, tidak berguna!” hina Afrodit yang melesat terbang menyerang dengan bola api ke tubuh Nemea yang perlahan memudar. “Maaf, Leo! Aku tidak bisa bertahan lama lagi. Beri aku waktu beberapa menit untuk pulih. Berlindunglah. Di perisai tangan itu,” tegas Nemea yang memberikan perisai te
“Kenapa? Lepas! Aku ingin melihat. Lepaskan, Arthur! Ada apa?” seru Jasmine yang panik mendengar jeritan sang sahabat. Dia meronta-ronta kesekian kalinya, berhasil lepas dan terkejut melihat Leo yang sedang meraung kesakitan tombak menancap di perut. “Tunggu, tidak boleh ke sana! Lihat wanita itu berbahaya, Jasmine!” cegah Arthur yang menarik ulur tangan kiri Jasmine yang spontan berlari ingin menolong Leo. “Lepas! Kakakku sekarat, aku ingin menolongnya. Aku tidak peduli, akan kubunuh wanita itu!” gertak Jasmine terus berontak sesekali menatap tajam wanita yang melayang-layang itu. Afrodit terus menajamkan indra pendengaran juga penglihatan, merasakan kehadiran mangsa empuk. Terbang rendah mengelilingi hutan itu, menari indah melewati kobaran api yang masih menyala. Mengacuhkan lelaki yang sedang kesakitan, terus mencari sumber suara yang tidak asing lagi. Sementara itu, Angellia membantu Arthur mencegah Jasmine yang terus berteriak. Dalam kegaduhan it
“Hmm!! Jangan ... jangan!” seru Jasmine, sambil memegang leher, karena seperti ada yang mencekiknya hingga Jasmine meronta-ronta kesakitan.“Aaargk!” teriak perempuan yang panik dan ketakutan sontak terbangun. Dia menoleh ke kiri dan kanan, Jasmine melihat adiknya yang berada di kasur depan. ”Huh! Untung aku tidak membangunkannya,” Jasmine menarik napas dalam-dalam sambil melihat muka dan sekujur tubuhnya yang bermandi keringat, melalui cermin.Dia pergi ke kamar mandi untuk mengganti baju. Ketika melihat jam menunjukan pukul 02.00 AM dini hari, selalu tepat dia akan terbangun dan memimpikan hal sama. Kejadian tadi membuat Jasmine kehausan. Dia mengendap-endap keluar kamar untuk mengambil minuman di dapur yang berada di lantai satu.”Sepertinya. Kak Leo sudah tidur,” gumam Jasmine sambil mengambil segelas air dan minum secara cepat."Kamu! Harus Mati!" Terdengar suara berat sangat seram.Dia tersentak hampir menjatuhkan gelas yang ada di tangan. Perempuan berambut ikal panjang seping
”Jasmine! Kenapa hampir setiap hari bangun kesiangan? Malam kamu ke mana?” bentak Jessica sembari mencuci piring. ”Tidak, Ke mana-mana, Bu!” ”Itu lihat kelakuan, anakmu! Edward O’neil yang selalu kamu banggakan. Sekarang hanya bisa membuatku pusing saja!” Jessica marah dan berteriak kencang lagi. Leo menahan amarah lagi dan lagi, dia memijit kening yang mulai sakit. ”Apa sih, Bu? Jangan memanggil Ayah dengan suara keras seperti itu!” seru Jasmine lalu berdiri sambil menghentakan kaki. ”Sudah, Ibu! Jasmine ini masih pagi! Tolong redam emosinya. Jangan ada yang memulai pertengkaran lagi!” seru Leo geram sambil memegang tangan, dia mencegah Jasmine yang ingin pergi dari rumah. ”Percuma, Kak. Lepas! Aku mau pergi ke sekolah, tidak perlu mengantarku antar saja Julie, Kak!” serunya sambil mengambil tas di sebelah Julie. Julie hanya menutup telinga dan menangis menyaksikan pertengkaran ini. ”Jasmine, tunggu!” Leo mengejar tapi sayang Jasmine sudah berlari dengan kencang tidak bisa terke
”Oh ... Jasmine, jangan menangis seperti ini. Apa mau bercerita, soal kejadian tadi?” Angellia bertanya dengan lembut mendekat dan mengelus rambut sahabatnya. Jasmine menarik napas begitu berat, menjelaskan semua hal yang selama ini terjadi. Cerita itu sampai membuat Angellia tersentak. Angellia berhenti sejenak dan lebih fokus mendengar cerita sahabatnya yang terus menyeka air mata. Jasmine menggenggam erat tangannya, Angellia pun mengelus lembut tangan itu. Ruangan sepi ini, hanya menggema suara tangis pilu Jasmine. Dua sahabat ini saling berpelukan erat. ”Kenapa kamu baru menceritakan semuanya? Soal mimpimu itu? Kejadian kamu diikuti sesosok aneh?” Angellia terkejut sampai beranjak dari kasur yang mereka duduki. ”Maaf, aku mencoba untuk melupakannya Angel. Aku takut kalau semua tahu soal ini. Sosok-sosok itu melukai kalian." Jasmine menunduk sambil meremas rok abu-abunya. ”Sebentar, apa jangan-jangan! Dia yang menyebabkan, kamu kecelakan tadi?” ”Entahlah. Angel.” Jasmine teris
”Akhirnya! Istirahat juga, siapa yang mau menitip makanan?” tanya Arthur berdiri sambil mengujungi Jasmine. ”Aku. Sekalian ikut, ya?“ sahut Angellia sembari merangkul lalu mengedipkan mata. ”Jasmine, ditinggal sendiri? Oke, kita harus cepat-cepat kembali,” ujar Arthur sambil menarik tangan Angellia. ”Tunggu! Belikan aku. Susu cokelat dan roti, oke,” pinta Jasmine dengan teriak keras. ”Angel, kamu merasakan hal yang sama dengan Kakak?” tanyanya sembari menghela napas. ”Soal Jasmine, Kak?” tanya Angellia sambil menghitung uang. ”Iya, bagaimana ini? Kekuatannya sudah tidak bisa dikendalikan. Sebelum waktunya, terlalu awal lebih kuat. Apa tadi di UKS Jasmine menceritakan sesuatu?” ”Iya, dan itu membuatku tercengang, Kak! Dia sudah semakin licik memasuki dunia Jasmine, sampai menakutinya secara mental. Bayangkan saja, anak buahnya sudah menguntit Jasmine, dan menampakannya di hadapan Jasmine." "Lebih parahnya lagi! sudah berani menyentuh Jasmine, di alam bawah sadarnya untung Aya