Share

Apa Yang Terjadi?

Sayup-sayup Dina mendengar suara ijab qabul, matanya terpejam erat berharap bahwa ini hanya mimpi saja, dia sungguh tak rela, tubuhnya seolah melayang  tak memiliki jiwa lagi, pikirannya kosong.

Dina hanya wanita biasa yang sangat mengharapkan perhatian suaminya hanya untuknya. 

Katakanlah dia egois dan mau menang sendiri tapi hidup di panti asuhan tanpa kasih sayang orang tua membuatnya sangat mengharapkan cinta dari orang terdekatnya dan tentu saja dia sangat takut akan kehilangan lagi.

Lelah dengan semua kemungkinan yang merasuki pikirannya, Dina tertidur masih dengan air mata yang mengalir di pipi, Ara yang dari tadi merengek juga sudah tertidur meringkuk dalam pelukan Dina.

Dia tak tahu apa yang akan terjadi ke depannya nanti tapi yang jelas Dina hanya ingin anaknya tetap mendapatkan kasih sayang orang tuanya dan tidak pernah merasa tersisih. 

Dina tergeragap saat mendengar ketukan di pintu. 

Dia menatap jam di dinding sudah jam satu lewat lama juga tidurnya. Apa acaranya sudah selesai? Apa suaminya sekarang akan berangkat berbulan madu dengan istri barunya? Kembali rasa sakit menyerang hatinya. 

Dina segera bangkit dengan sedikit terhuyung, sejenak dia memperhatikan penampilannya di cermin mata yang sembab dan make up yang dia pakai acak-acakan. Tak memperdulikan siapa yang mengetuk pintu, Dina melangkah ke kamar mandi sekedar mencuci muka agar tak terlihat menyedihkan, ini kamar anaknya yang baru berusia empat tahun jadi tak mungkin ada peralatan make up di sini paling hanya ada bedak bayi yang biasa Ara pakai.

"Nggak apa-apa pakai bedak bayi dari pada nggak ada," gumam Dina pelan. 

Perlahan dia menyapukan bedak bayi ke mukanya. Dina memegang wajahnya, memang kurang terawat dan terlihat lebih tua. 

"Apa mulai sekarang dia harus menggunakan uang jatah bulanan untuk mempercantik diri," gumamnya lagi sambil memperhatikan wajahnya lebih seksama, ketukan di pintu juga tak terdengar lagi, mungkin si pengetuk telah menyerah.

Sebagai istri seorang CEO perusahaan yang bergerak di bidang teknologi tentu dia mendapat jatah bulanan yang tak sedikit, paling tidak bagi Dina yang terbiasa hidup sederhana di panti asuhan. 

Dia bahkan bisa membeli lima buah ponsel berlogo apel tergigit versi terbaru dengan uang itu, tapi dasar Dina yang selalu berhemat dia hanya memilih menabung uang itu. 

Ketukan pintu terdengar lagi, kali ini Dina bergegas membukanya dan melihat siapa orang yang punya semangat setinggi itu untuk mengetuk pintu kamar ini.

"Sudah aku duga pasti kamu tidur di sini." 

Dina hanya melongo melihat siapa yang ada di hadapannya. 

"Din... Bunda kamu baik-baik saja kenapa melihatku seperti melihat hantu?"

Dina tersentak dan segera menguasai dirinya.

"Kenapa Mas ada di sini?" tanya Dina heran bukankah seharusnya Angga sedang menikmati waktu dengan istri barunya.

"Tentu saja ini rumahku dan aku tinggal di sini jadi bukan hal aneh kalau aku ke sini."

 

Ah iya ini memang rumah suaminya jadi di mana pun dia berada tidak akan ada yang melarang, tapi tentu saja maksud Dina bukan itu dan dia juga sedang tak ingin menjelaskan apapun jadi dia hanya diam dan menggeser tubuhnya sedikit untuk memberi jalan.

"Ara baik-baik saja, apa dari tadi dia terus rewel?"

'Aku yang tidak baik-baik saja, hatiku begitu sakit tapi pasti kamu nggak akan mau tau itu,' batin Dina perih. 

"Tidak hanya rewel sebentar lalu tidur."

Dina hanya memperhatikan saat sang suami mengelus lembut rambut Ara dan melabuhkan bibirnya di puncak kepala anak itu. 

Dalam hati Dina berdoa semoga selamanya Ara akan mendapat kasih sayang kedua orang tuanya.

"Kita keluar sebentar, Bun, ada yang mau aku katakan."

Dina memandang suaminya sejenak, apa suaminya meminta supaya dia turut mengantar bulan madu dengan istrinya yang lain? Tidakkan suaminya tak akan sekejam itu.

"Ada apa di luar?"

Dina melihat Angga menghela nafas mungkin tidak menyangka dengan pertanyaan itu, selama ini Dina dikenal sebagai wanita lembut dan tidak suka membantah.

"Bisakah kau menyediakan makan siang untukku aku lapar sekali." Angga memegang perutnya seolah mengatakan kalau perutnya benar-benar lapar. 

"Tidak ada yang melayani aku makan." 

Bohong ingin sekali Dina berteriak seperti itu, di rumah ini para pelayan bahkan bekerja hampir 24 jam saat penghuni rumah begitu rewel tentang banyak hal, tapi itu mungkin sebanding bayaran yang mereka terima tiap bulan jadi mereka menerimanya dengan ikhlas.

"Di mana Keira dia tidak melayani, Mas makan?" mungkin karena sudah lahir dengan suapan sendok emas, Angga jadi terbiasa dilayani.

"Ehm...  dia aku minta istirahat kamu kan tahu kondisinya belum pulih benar," jawab Angga lugas.

"Oh begitu."

Tak ingin berlama-lama bicara tentang istri muda suaminya Dina segera beranjak ke dapur mengambilkan makanan untuk suaminya.

"Terima kasih, kamu tidak makan? Kulihat dari tadi kamu belum makan?" 

"Dari mana Mas tahu aku belum makan?" 

"Kita sudah menikah lebih dari lima tahun, waktu yang cukup lama untuk mengenal kebiasaanmu. Lagi pula dari tadi pagi kamu bekerja menghias kamar Keira, lalu menemani Ara yang rewel." 

"Aku suamimu, Din, tentu saja aku juga memperhatikanmu," lanjut Angga.

Dina memandang sang suami dengan senyum mengembang, ada sedikit rasa lega di hatinya mendengar perkataan sang suami. Ah efek nggak pernah dapet perhatian dari laki-laki, suaminya memberi sedikit kata romantis saja sudah baper, padahal Dina tahu sangat tahu kalau sang suami tidak memiliki cinta untuknya bahkan pagi tadi baru saja melangsungkan pernikahan dengan wanita lain. 

"Aku makan sendiri saja,  Mas." Dina segera menolak saat Angga menyodorkan sesendok nasi dari piringnya.

"Kenapa, biasanya juga aku menyuapimu kalau sedang malas makan." 

Dina memandang suaminya kesal, laki-laki ini benar-benar tak tahu kondisi.

"Jangan aneh-aneh deh, Mas, banyak orang di sini lagi pula nggak enak kalau Keira melihat."

"Kenapa kalau Keira lihat kamu juga istriku." 

Dina rasanya ingin menggetok kepala suaminya, kenapa kepala laki-laki ini keras sekali tak mempan untuk diberi tahu. 

"Sudah aku makan sendiri saja sebaiknya, Mas juga cepat selesaikan makan dan istirahat nanti malam bukannya masih ada acara lagi?" 

"Sudah aku batalkan acara nanti malam."

"Hah kok bisa bukankah semua sudah disiapkan oleh Mama?" tanya Dina heran. Setaunya nanti malam masih ada pesta dan ibu mertuanya, mulai dari dekor hingga makanan, memangnya bisa dibatalkan seenaknya?

"Ya bisalah, aku capek ingin istirahat saja, selesaikan makanmu cepat, temani aku istirahat,  dipijitin juga boleh aku nggak nolak malah."

Dina hanya bisa memandang suaminya heran tak tahu apa yang terjadi.

Angga sedang main drama apalagi, apa ini salah satu cara supaya dia terlihat seperti wanita yang kejam?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing, pantas aja kau diduakan. sangat menjijikkan banget sikap mu yg gampang baperan. lebih pantasnya kau jadi babu njing klu tetap menye2 dan g bisa tegas. hanya istri gila yg mau aja mendekor kamar pengantin madunya. lebih bodoh dari binatang kau,njing!!!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status