”Aku nggak boleh mati konyol di sini,” gumam Wulan. Kini wanita itu tengah duduk di kasur tipis kostnya. Dari kemarin setelah pulang dari rumah Mita, Wulan benar-benar memikirkan ucapan Adisana yang memintanya pulang kembali ke Jawa. Clara pasti akan mencari Wulan terlebih ia pun tahu bagaimana Clara yang sebenarnya.Tidak ingin mati konyol, itu yang membuat motivasinya untuk kembali ke Jawa. Di perjalanan pulang kemarin pun Wulan meminta maaf pada Fais, dan meminta ingin menemui Kresnaldi. Fais mengizinkan dan mempersilahkan mantan istrinya itu agar mengunjungi rumahnya di desa.Ada secarik rasa sedih di hati Fais kala itu, merasa ini adalah pertemuan terakhirnya dengan Wulan meski ia tahu jika mantan istrinya itu hanya akan diam saja di desa. Benar bagi Adisana, lebih baik Wulan ke kampung halamannya saja dari pada harus di kota dengan kemungkinan bahaya lain dari Clara.Wulan merapikan kembali baju-bajunya dan menaruh ke dalam koper, ia juga sempat menulis surat untuk Fais karena t
Fais segera menaiki bus untuk menuju rumah sakit. Butuh waktu 3 jam untuk sampai ke sana. Ada sedikit kesal karena permintaan cutinya diabaikan oleh atasannya itu. Padahal jelas-jelas ia sudah mengatakan alasannya. Fais mencengkram keras ponselnya yang terdapat foto Wulan mengenakan dress pink tua tanpa lengan. Wulan masih terlihat polos dengan sendal jepit warna hitam. Latar belakang foto itu adalah kebun singkong. Fais tersenyum teringat saat mengambil foto itu saat mereka berdua masih SMK. Bahkan Wulan terlihat kaku saat berpose dengan tangan menyangga dagu. Wulan samasekali tak tersenyum di sana. Wulan dengan ekspresi datarnya dengan Fais yang sudah jatuh cinta saat itu. Pertemuan kedua saat di Jakarta saat itu bagai membuainya kembali untuk mengingat kali pertama saat mereka berdua masih berteman, hanya saja Wulan tidak mengingatnya.3 jam terlewati, bus berhenti dengan supir yang berteriak kencang agar penumpang yang tertidur bisa bangun mendengarnya. Fais tersadar dari romans
Rena dan Aldi saling pandang, kemudian ditengahi oleh Fais yang tengah menatap tajam keduanya secara bergantian.”Kematian nggak ada yang tau, Pak Aldi.” Fais angkat bicara. ”Wulan memang salah, tapi bukankah sekarang yang Wulan harapkan adalah kata maaf dari kita? Nggak ada lagi keluarganya yang hadir.”Adisana kembali ke ruang mayat, ”Administrasi sudah saya urus,” ujarnya diikuti 2 orang perawat laki-laki yang mendekat ke arah peti, kemudian menutupnya. Air mata Fais kembali lolos.”Apa kata polisi?” tanya Rena pada Fais.Fais menggeleng, ”Belum diketahui. Mungkin memang hanya tabrakan dan supir mengantuk.” Kemudian lelaki itu mengikuti arah 2 perawat tadi yang tengah meminta bantuan perawat lain untuk menaruh peti ke mobil ambulan. Setelah siap, Fais masuk ke ambulan. Sebelum si perawat menutupnya, Rena menghampiri.”Kita semua ikut ke kampung Wulan,” ujarnya, setelah Fais mengangguk Rena menghampiri suaminya dan berjalan ke arah mobil. Aldi mengetatkan rahang, melihat kondisi Wu
Rena mundur beberapa langkah, wajahnya memucat dengan keringat dingin yang mulai keluar. Mita mendekati Rena, berusaha membuat keadaan seperti tidak ada apa-apa.”Lexy sama bodyguard yang lainnya ikut, karena dia udah curiga sejak Clara ngomong begitu. Bahkan beberapa orang gue bilang suruh hati-hati sama Clara,” ujar Mita.”Sakit kali tu orang, Mit,” sahut Rena.”Yang gue takutin kalau dia nyoba apa-apain kita juga. Kenapa firasat gue, dia bakal deketin lo ya, karena masalah lo sama dia kan sama.””Lo jangan nakut-nakutin gue gitu dong, Mit. Gue orangnya panikan tau.” Kemudian Rena memilih pergi saja dari hadapan Mita menuju Haris, ia langsung meminta Haris untuk berpamitan pada keluarga Wulan agar secepatnya mencari penginapan.Rena bernapas lega karena kakaknya yang sudah lebih dulu mengambil alih untuk berpamitan pada keluarga Wulan yang lain. Rena diam melihat mata Aldi yang bengkak, kemudian mengalihkan pandangan ketika mata mereka berdua bertemu. Aldi segera merangkul ibu Wulan
”Aku kayak orang bo doh tau nggak, Di?! Aku kayak orang be go! Aku nontonin suami aku sendiri nangisin mantannya di depan mata,” pekik Rose, tangannya semakin keras memukul bantal.”Aku dicuekin di hadapan mayat sama di hadapan mantan istri suami sendiri. Sedih banget aku,” racau Rose. Aldi hanya diam, ia hanya mengeratkan pelukan. Aldi mencoba memberi ruang agar Rose bisa mengeluarkan seluruh rasa sakitnya.”Maaf, Rose. Maafin aku,” ucap Aldi lirih. Rose berangsur-angsur tenang, tangisnya tak sekeras tadi. Rose berusaha mengatur napas agar bisa berbicara lebih tenang.”Kamu tau nggak, Di? Aku istri kamu. Aku ngerasa nggak dihargain,” terang Rose mencoba saling berbicara dari hati ke hati.”Kamu post foto Wulan lagi pelukan di story kamu dengan caption bakal tetep sayang dia, maksud kamu apa? Terus adanya aku di sini buat apa,” tuturnya. Sekuat mungkin Rose mencoba untuk tidak emosi, tapi gagal karena rasa cemburunya lebih besar.Tidak ada lagi yang dilakukan oleh Aldi, ia benar-bena
”Iya, gue emang ada di sini.”Serentak semua mata tertuju pada sumber suara. Rena dan Mita sampai melotot karena melihat Clara justru duduk bergabung dengannya.”Psikopat,” gumam Rena lirih, tapi agaknya masih terdengar oleh Clara.”Gue bukan psikopat kali, gue cuma denger Wulan katanya meninggoy,” sahut Clara santai, bahkan ia mencomot menu breakfast milik Haris.”Lo yang bu nuh dia?!” tanya Mita.Clara tertawa, ”Gue? Ngapain repot-repot bu nuh tikus kayak dia? ngotorin tangan gue aja.”Rena masih menatap tajam Clara, bibirnya bergetar ingin mengatakan sesuatu tapi nyalinya justru menciut.”Hei, Clar!”Kembali terkejut karena Rose justru menghampiri Clara dengan senyum merekah. Mereka berdua cipika-cipiki tanpa merasa tatapan aneh dari semua orang yang menatapnya. Mereka terlibat obrolan ringan, Rena dan Mita saling pandang.”Kalian berdua kenal?”Rose mengangguk, terlihat sangat antusias. ”Iya, Mit. Kemaren Clara mau ikut rombongan kita, tapi justru tertinggal. Gue ingat bokapnya ka
”Nggak, Di. Aku tetep jadi OB di kantor Mas Haris,” jawab Fitria, membuat Rose bernapas lega. ”Makasih ya, udah bantu aku,” imbuhnya. Setelah selesai membicarakan pekerjaan, Rose segera menjauhkan laptop dari suaminya. Wanita berwajah bule itu berkacak pinggang dengan raut kesal.”Segitu pengennya Fitria kerja di cafe, Di? Kamu lupa, adanya cafe itu karena bantuan aku?” Aldi bersandar ke kursi seraya menatap langit-langit kamar, ”Kamu nggak tau rasanya jadi aku.””Oh? Tentu aku tau! Aku pernah cinta banget ke Haris, suami Rena itu. Tapi aku nggak freak kayak kamu!”Aldi diam saja karena mencoba meladeni debat dengan Rose hanya akan semakin panjang. Aldi memilih memejamkan mata, tapi justru wajah Wulan yang terbayang. Wajah bahagia saat ia tahu sedang mengandung anaknya.”Pantes aja kamu dibuang sama Rena, modal dengkul tapi nggak tau diri,” maki Rose pada suaminya.Braakk!Rose yang sudah sangat kesal memilih pergi dari kamar setelah sebelumnya membanting pintu. Bulir bening menetes
”Ini, Mas. Ini saya beli dari restoran depan dengan menu yang mereka bilang karena, katanya Mas Haris punya jadwal makan berbeda setiap harinya,” terang Fitria, kemudian menaruh di meja kerja.Haris mengalihkan pandangan agar bisa melihat Fitria.”Maaf, Mbak. Ini kantor, tolong panggil saya Pak,” titah Haris. ”Dan jangan taruh makanan di meja kerja, tapi taruh di meja dekat sofa.”Fitria mengangguk dan mengambil kembali makanan yang tadi ia bawa sambil menunduk hingga tali bra yang ia pakai tak sengaja terlihat oleh Haris. Haris segera menelfon staff-nya, ”Beri OB yang bernama Fitria seragam.” Tanpa menunggu jawaban, ia mematikan sambungan. ”Pasti nggak kuat liatnya, makanya langsung minta aku ganti seragam,” gumam Fitria dalam hati.”Kalau sudah, silahkan pergi dan minta seragam ke bawah.”Fitria mendengkus kesal karena Haris sangat berbeda saat kemarin ada di rumahnya dan saat di kantor. ”Tau gini mending aku ke restoran atau supermarket aja, niatnya mau deketin malah dimarahin.