Rena mundur beberapa langkah, wajahnya memucat dengan keringat dingin yang mulai keluar. Mita mendekati Rena, berusaha membuat keadaan seperti tidak ada apa-apa.”Lexy sama bodyguard yang lainnya ikut, karena dia udah curiga sejak Clara ngomong begitu. Bahkan beberapa orang gue bilang suruh hati-hati sama Clara,” ujar Mita.”Sakit kali tu orang, Mit,” sahut Rena.”Yang gue takutin kalau dia nyoba apa-apain kita juga. Kenapa firasat gue, dia bakal deketin lo ya, karena masalah lo sama dia kan sama.””Lo jangan nakut-nakutin gue gitu dong, Mit. Gue orangnya panikan tau.” Kemudian Rena memilih pergi saja dari hadapan Mita menuju Haris, ia langsung meminta Haris untuk berpamitan pada keluarga Wulan agar secepatnya mencari penginapan.Rena bernapas lega karena kakaknya yang sudah lebih dulu mengambil alih untuk berpamitan pada keluarga Wulan yang lain. Rena diam melihat mata Aldi yang bengkak, kemudian mengalihkan pandangan ketika mata mereka berdua bertemu. Aldi segera merangkul ibu Wulan
”Aku kayak orang bo doh tau nggak, Di?! Aku kayak orang be go! Aku nontonin suami aku sendiri nangisin mantannya di depan mata,” pekik Rose, tangannya semakin keras memukul bantal.”Aku dicuekin di hadapan mayat sama di hadapan mantan istri suami sendiri. Sedih banget aku,” racau Rose. Aldi hanya diam, ia hanya mengeratkan pelukan. Aldi mencoba memberi ruang agar Rose bisa mengeluarkan seluruh rasa sakitnya.”Maaf, Rose. Maafin aku,” ucap Aldi lirih. Rose berangsur-angsur tenang, tangisnya tak sekeras tadi. Rose berusaha mengatur napas agar bisa berbicara lebih tenang.”Kamu tau nggak, Di? Aku istri kamu. Aku ngerasa nggak dihargain,” terang Rose mencoba saling berbicara dari hati ke hati.”Kamu post foto Wulan lagi pelukan di story kamu dengan caption bakal tetep sayang dia, maksud kamu apa? Terus adanya aku di sini buat apa,” tuturnya. Sekuat mungkin Rose mencoba untuk tidak emosi, tapi gagal karena rasa cemburunya lebih besar.Tidak ada lagi yang dilakukan oleh Aldi, ia benar-bena
”Iya, gue emang ada di sini.”Serentak semua mata tertuju pada sumber suara. Rena dan Mita sampai melotot karena melihat Clara justru duduk bergabung dengannya.”Psikopat,” gumam Rena lirih, tapi agaknya masih terdengar oleh Clara.”Gue bukan psikopat kali, gue cuma denger Wulan katanya meninggoy,” sahut Clara santai, bahkan ia mencomot menu breakfast milik Haris.”Lo yang bu nuh dia?!” tanya Mita.Clara tertawa, ”Gue? Ngapain repot-repot bu nuh tikus kayak dia? ngotorin tangan gue aja.”Rena masih menatap tajam Clara, bibirnya bergetar ingin mengatakan sesuatu tapi nyalinya justru menciut.”Hei, Clar!”Kembali terkejut karena Rose justru menghampiri Clara dengan senyum merekah. Mereka berdua cipika-cipiki tanpa merasa tatapan aneh dari semua orang yang menatapnya. Mereka terlibat obrolan ringan, Rena dan Mita saling pandang.”Kalian berdua kenal?”Rose mengangguk, terlihat sangat antusias. ”Iya, Mit. Kemaren Clara mau ikut rombongan kita, tapi justru tertinggal. Gue ingat bokapnya ka
”Nggak, Di. Aku tetep jadi OB di kantor Mas Haris,” jawab Fitria, membuat Rose bernapas lega. ”Makasih ya, udah bantu aku,” imbuhnya. Setelah selesai membicarakan pekerjaan, Rose segera menjauhkan laptop dari suaminya. Wanita berwajah bule itu berkacak pinggang dengan raut kesal.”Segitu pengennya Fitria kerja di cafe, Di? Kamu lupa, adanya cafe itu karena bantuan aku?” Aldi bersandar ke kursi seraya menatap langit-langit kamar, ”Kamu nggak tau rasanya jadi aku.””Oh? Tentu aku tau! Aku pernah cinta banget ke Haris, suami Rena itu. Tapi aku nggak freak kayak kamu!”Aldi diam saja karena mencoba meladeni debat dengan Rose hanya akan semakin panjang. Aldi memilih memejamkan mata, tapi justru wajah Wulan yang terbayang. Wajah bahagia saat ia tahu sedang mengandung anaknya.”Pantes aja kamu dibuang sama Rena, modal dengkul tapi nggak tau diri,” maki Rose pada suaminya.Braakk!Rose yang sudah sangat kesal memilih pergi dari kamar setelah sebelumnya membanting pintu. Bulir bening menetes
”Ini, Mas. Ini saya beli dari restoran depan dengan menu yang mereka bilang karena, katanya Mas Haris punya jadwal makan berbeda setiap harinya,” terang Fitria, kemudian menaruh di meja kerja.Haris mengalihkan pandangan agar bisa melihat Fitria.”Maaf, Mbak. Ini kantor, tolong panggil saya Pak,” titah Haris. ”Dan jangan taruh makanan di meja kerja, tapi taruh di meja dekat sofa.”Fitria mengangguk dan mengambil kembali makanan yang tadi ia bawa sambil menunduk hingga tali bra yang ia pakai tak sengaja terlihat oleh Haris. Haris segera menelfon staff-nya, ”Beri OB yang bernama Fitria seragam.” Tanpa menunggu jawaban, ia mematikan sambungan. ”Pasti nggak kuat liatnya, makanya langsung minta aku ganti seragam,” gumam Fitria dalam hati.”Kalau sudah, silahkan pergi dan minta seragam ke bawah.”Fitria mendengkus kesal karena Haris sangat berbeda saat kemarin ada di rumahnya dan saat di kantor. ”Tau gini mending aku ke restoran atau supermarket aja, niatnya mau deketin malah dimarahin.
Rena segera mengambil kunci mobil dan melajukan roda empatnya, karena Haris tidak tahu di mana letak kontrakan miliknya itu. Sepanjang perjalanan, deru napas Rena benar-benar tak beraturan. Ia terlalu merasa kesal karena fitnahan Fitria. ”Udah dikasih hati malah minta empedu!” gumam Rena sambil memacu kendaraannya agar lebih cepat. ”Kamu tenang aja, Yang. Lagian kayak kita bego aja, orang di kantor ada cctv,” sahut Haris.”Emang ya, nggak adeknya dan sekarang kakaknya, semua sama aja. Keluarga pembual!” racaunya.Rena dan Aldi sampai di depan gerbang kontrakan yang cukup luas. Beberapa orang melihat Rena tersenyum karena tahu ia pemilik kontrakan yang tengah mereka tempati. Sedangkan Fitria tidak tahu, Rena dan Aldi sudah sampai di tempat ini dan sekarang sudah berada di depan kamarnya. ”Orangnya ada di dalem?” tanya Rena pada pengurus kontrakan -- Jeslyn.”Ada. Tadi gue juga liat dia belom keluar lagi sejak balik kerja,” jawabnya.Dengan kedua telapak tangannya, Rena menggedor pin
”Aku gugup, Kak.”Mita dan Adisana tengah melihat persiapan pernikahan mereka yang tinggal 25% lagi akan selesai. Esok, acara pernikahan akan dilaksanakan di salahsatu hotel bintang lima. Ballroom sudah disulap menjadi super cantik dengan hiasan yang tak begitu gemerlap, tapi masih terlihat aestetic dan mewah. Adisana mengusap rambut calon istrinya yang esok akan ia nikahi. ”Kan udah mau jadi suami, kok tetep manggil kak?” Mita tertawa, ”Iya Mas, maaf ya.” Ia merasa aneh karena memanggil Adi dengan sebutan "Mas". Mita memang sudah menyukai kakak sahabatnya sejak lama, dan ia begitu bahagia ternyata perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan.”Mama papa udah sampe dari Jepang?” Adisana membuyarkan lamunan. Mita mengangguk.”Tenang aja, pasti acaranya akan berjalan lancar,” ucap Mita. Karena pernikahannya pernah diundur karena orang tuanya itu tidak bisa pulang ke Jakarta, alhasil pernikahan mereka berdua diundur selama 3 bulan.”Mas, harusnya aku lagi dipingit, kita nggak boleh ketemu
Nada sambung terdengar, tapi Rose tak kunjung mengangkat telepon, sedangkan Rena dan Haris akan segera pulang. Rena menatap suaminya dan menggeleng.”Coba telfon Aldi,” usul Haris pada istrinya. Rena segera menelfon mantan suaminya itu, hingga di dering terakhir, telfonnya diangkat.”Ya, Re?” sahutnya di sana.”Katya mana, Di? Gue sama Haris mau balik,” ucap Rena to the point.”Oh, sebentar ....” Kemudian telfon dimatikan. Tak lama Aldi dan Rose datang menghampiri Rena dan Haris. Katya sudah terlelap dalam dekapan Rose, dan Rena bersiap mengambil putrinya tapi Rose menghindar.”Ren, boleh nggak lain kali Katya tidur sama gue?” pintanya.Rena menghela napas, ”Untuk sekarang ini nggak boleh, Rose. Dia masih kecil, sering bangun malem minum susu, dia masih ASI,” jelasnya.”Kalau begitu gue bawa asi yang udah lo bekuin, tinggal lo ajarin gimana caranya aja, gue pasti bisa kok,” ujar Rose, masih berusaha agar Rena mengizinkan.”Nggak bisa. Kalau lo mau maen sama Katya, silahkan ke rumah. T