Share

Di Salon

Hidung sengaja kudengus-denguskan. Seolah menajamkan indra penciuman. Padahal aroma seperti ini sudah tak asing bagiku.

“Gak ada bau apa-apa. Waaah ... jangan-jangan Lalannya Ambang lupa cebok ya?”

“Ish, enggak kok. Duuuhhh Mas Ambang bauuuu ....” Wulan memencet hidung mancungnya.

“Udah, ah. Lalan mau beli dulu pewangi!” Sambungnya. Bergegas ia raih tas, lalu menuju mini market yang terletak bersebelahan dengan toilet umum.

Belum ada sepuluh menit, Wulan membuka pintu mobil, menarik kemejaku menyuruh keluar.

Dada Wulan membusung tepat di hadapan, membuatku menelan air liur. Tapi, kedua matanya melotot seperti mau copot.

“Sabar Lan ... Nganunya nanti aja kalau udah nikah,” ucapku seraya memamerkan senyuman ter-seksi.

Brukk!

Telapak tangan Wulan memukul mobil.

“Mas kan yang ambil duit aku?? Jawab!!” Aku tersentak oleh bentakan Wulan.

Ya Tuhan, seumur-umur baru kali ini dibentak wanita.

Mata Wulan masih melotot. Seolah ingin menerkam, memakan, dan mengunyahku hidup-hidup. Seketika tubuh
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status