Wuri mengeluarkan buku dari dalam tas. Dia cek tugas apa yang harus dikumpulkan besok. Ada tugas bahasa Inggris dan matematika. Satu lagi, ulangan PKN.HP Wuri berbunyi. Ada chat masuk. Nomor yang Wuri ga kenal.- Halo, Kak. Ini rindu. kakak lagi apaWuri tersenyum. Rindu ternyata yang mengirim pesan. Jadi ini nomor ayah Rindu.Wuri- Hai Rindu. kakak lagi belajar. Rindu sudah belajar?Wuri menyimpan nomor itu. Rudy Ayah Rindu nama kontaknya.Rudy Ayah Rindu- aku sudah belajar jadi boleh WA kakakWuri- anak pintar. biasa rindu tidur jam berapa?Rudy Ayah Rindu- jam 8 kak, paling malam jam 9Wuri- rindu tidur dengan siapa? masih ditemani ayah?Rudy Ayah Rindu- aku berani tidur sendiri. Ayah bilang aku uda besar harus beraniWuri- wah, rindu hebat dongRudy Ayah Rindu- iya kakak di rumah punya sodara?Wuri- tidak. kakak cuma berdua sama ibuRudy Ayah Rindu- oo Ayah kakak lagi pergi?Wuri- Ayah kakak memang pergiRudy Ayah Rindu- apa sudah ke surga seperti ibuku?Wuri terdiam
"Oke, sampai tujuan." Felipe memarkir motor di halaman rumah Wuri.Keduanya turun dari motor dan masuk dalam rumah. Ibu belum pulang. Tapi tidak akan lama lagi akan tiba di rumah."Aku rapikan rumah dulu. Lalu siapin makanan ringan dan minuman buat tamu," kata Wuri."Ayo, kita kerjain sama-sama." Felipe melepas jaketnya."Bener mau bantu?" Wuri memandang Felipe."Iya. Aku di rumah juga biasa bantu-bantu. Ayo," ajak Felipe.Wuri tersenyum.Mereka berbagi tugas. Felipe membersihkan di teras, Wuri di dalam rumah. Karena rumah itu terbilang kecil, tidak perlu waktu lama pekerjaan selesai. Wuri hampir melanjutkan pekerjaan ke dapur, Ratu datang."Hai ..." Ratu masuk ke dalam rumah."Sore, Bu ..." Felipe menoleh dan tersenyum."Wah, kalian sudah bersiap-siap. Ibu ganti baju dulu, nanti nyusul." Ratu masuk ke kamarnya.Wuri dan Felipe ke dapur. Wuri membuat pancake. Dan juga hot chocolate. Lalu menggoreng kentang. Felipe membantu apa yang Wuri suruh. Ratu akhirnya bergabung dan membuat menu
Wuri berdiri dan menuntun Rindu kembali duduk. Dia memandang gadis kecil yang cantik dan pintar itu. Asda rasa campur aduk Wuri melihat Rindu, karena dia tahu Rindu adalah adiknya. Mereka punya ayah yang sama.Tetapi Wuri tidak mungkin langsung mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Rindu mungkin tidak siap."Ayah kamu dan ibu kakak saling kenal. Mereka lama tidak bertemu, jadi mungkin kaget saja," kata Wuri."Sungguh?" ujar Rindu. Dia seperti tidak yakin dengan jawaban Wuri.Wuri mengelus rambut Rindu yang panjang dan halus. "Iya. Kadang kita tidak bisa mengerti bagaimana orang dewasa menunjukkan perasaannya."" Apa mereka akan lama, Kak?" tanya Rindu. Dia menoleh ke pintu yang menuju ke dapur."Hmm ... Kakak tidak tahu. Kita nonton film saja, mau?" Wuri mencoba mencair cara membuat Rindu teralihkan pikirannya."Iya, aku mau." Rindu tersenyum."Kakak ambil laptop dulu." Wuri ke kamarnya, mengambil laptopnya.Felipe tidak tahu perlu bicara apa. Dia perhatikan saja bagaimana Wuri mena
"Sekarang, sedikit saja aku tak mau dia bersedih. Tak mau dia menangis apalagi menderita. Sudah cukup kepedihan yang aku buat di hidupnya. Aku akan lakukan apa saja agar Wuri selalu tersenyum." "Aning ..." Rudy merasa ada yang mencekat lehernya. Sulit sekali dia berbicara. "Kumohon, maafkan aku ... Aku sungguh jahat pada kalian berdua. Aku memang laki-laki pengecut." "Aku tak pernah berpikir akan melihatmu lagi. Bagiku dan Wuri, kamu sudah mati. Tiba-tiba kamu muncul. Aku sangat tidak siap. Kurasa Wuri juga sama. Tanpa kamu, dia baik-baik saja." Tatapan tajam menghujam dari Ratu pada mata berair Rudy. "Aku ... aku meninggalkan kalian karena tidak siap harus menjadi suami dan ayah. Aku baru … selesai kuliah dan masih mencari pekerjaan. Rasanya duniaku runtuh ketika kamu katakan kamu hamil. Orang tuaku … akan mencampakkan aku jika tahu apa yang terjadi. Aku sangat takut membayangkan semuanya." Rudy mulai bicara. Mungkin tidak pantas dia memberikan pembelaan, tetapi Rudy akan mengataka
"Ayahku ini memang ganteng. Pantas ibu jatuh cinta padanya. Cinta mati, sampai ga bisa move on," bisik hati Wuri. "Nanti siang aku jemput lagi. Aku mau tahu kamu sekolah di mana. Jadi nanti aku langsung bisa temui kamu di sekolah.” Rudy mengutarakan rencananya. "Baiklah. Saya keluar jam 2 siang," kata Wuri. Wuri tidak mungkin menolak bertemu ayahnya. Sekalipun dia tahu, ibunya pasti tidak akan suka. "Ya, oke." Rudy tersenyum. Wajahnya terlihat gembira mengetahui Wuri tidak menolaknya. "Terima kasih sudah mengantar, Om." Wuri melepas seatbelt, membuka pintu mobil, keluar dan menutup kembali pintu mobil. Rudy masih memperhatikan Wuri sampai dia masuk ke gerbang sekolah. Lalu dia jalankan mobil menuju ke kantor. "Hei, Wuri! Siapa yang antar kamu?" Dela teman Wuri bertanya. "Eh ... itu, ayahku," jawab Wuri. Dia tersenyum sendiri. Ayahku ... Akhirnya dia bisa mengatakan itu pada temannya. Yang tak pernah kepikir seumur hidupnya satu kali dia akan tahu siapa ayahnya. "Ga pernah lih
"Iya. Aku mau ayah dan ibu bisa berteman," jawab Wuri.Rudy mengelus kepala Wuri. "Kamu mau belikan ibu apa?""Kira-kira apa yang paling ibu sukai? Ayah mungkin masih ingat?" tanya Wuri."Ibumu wanita yang sederhana. Dia tak pernah minta macam-macam sama ayah. Tapi dia pernah pingin beli gaun warna salem, dan ayah belum sempat membelikannya." cerita Rudy."Hm, apa mungkin masih ada gaun seperti yang ibu ingin?" ujar Wuri."Yang mirip saja kali. Persis sekali pasti ga ada. Beda zaman." Rudy tersenyum."Baiklah. Abis belanja langsung cari hadiah buat ibu, boleh?" pintta Wuri."Tentu, Nak." Rudy lagi tersenyum memandang Wuri.Betapa banyak waktu yang hilang dengan anaknya itu. Anak yang manis, baik, penurut, dan penuh pengertian. Ah, seandainya semua bisa diputar lagi.Sementara Felipe dan Wuri berdua menyusuri supermarket dan mencari barang sesuai daftar belanja. Selesai itu, mereka pergi ke bagian pakaian. Wuri dan Rudy sibuk mencari gaun untuk Ratu, Rindu dan Felipe asyik melihat-liha
Felipe mengelus kepala Rindu. Dia tersenyum memandang Rindu yang terlihat mulai mengerti tapi masih ada tatapan bingung di sana."Iya, makanya mereka perlu waktu untuk bicara. Supaya bisa saling mengerti dan bisa baikan lagi,” kata Felipe menambahi penjelasannya."Oke, aku paham." Rindu mengangguk-angguk.Ketiganya kemudian hanya duduk dan saling diam."Kak, aku lapar,” ujar Rindu setelah beberapa waktu."Ah, iya Kita tadi ga jadi makan malam, kan? Kita ke dapur yuk, lewat pintu samping saja, mudah-mudahan belum dikunci," ajak Wuri.Bertiga mereka ke dapur, lewat pintu samping. Untunglah bisa masuk. Wuri mengambilkan Rindu makan. Gadis kecil itu makan dengan lahap, kelaparan benar tampaknya.Dari ruang depan tidak terdengar suara orang bicara keras. Bahkan suara tangis juga tidak ada lagi. Wuri dan Felipe penasaran apa yang terjadi dengan Rudy dan Ratu."Kak, kenapa ayah panggil ibu Kakak, Aning, tapi kak Felipe panggil bu Ratu?" tanya Rindu sementara masih mengunyah."Oo … Nama ibu R
Mata Maureen menatap Randy yang berdiri agak jauh darinya. Senyum tersungging di bibir pemuda manis itu. "Ada bunga di hatiku. Bunga yang indah terus mekar, meski musim kering. Membuat aku bisa segar lagi seperti baru disiram air, seperti yang kamu lakukan pada bunga-bunga di taman ini," ucap Randy. Hati Maureen perlahan berdesir. Dia tidak suka digombalin, tetapi entah mengapa dia merasa tersanjung juga dengan ucapan Randy. "Kamu pandai merayu ternyata. Untungnya aku bukan cewek yang mudah GR. Gombalan kamu ga ngefek." Maureen mencibir. Dia melanjutkan menyiram tanaman. Randy tersenyum, berdiri memperhatikan Maureen. Tidak berpikir beranjak. Dia suka sekali di dekat Maureen. Selalu nyaman melihat gadis periang ini. Jujur saja, Maureen yang malah kikuk dibuatnya. "Kenapa nih cowok masih berdiri di situ?" batin Maureen. Dia mematikan kran air, merapikan slang, dan menyimpannya lagi. Selesai sudah acara berkebun. Berbalik badan, Maureen berjalan ke arah teras. Beberapa langka