Hari ini Nathan mengajak Angeline makan malam di luar untuk menebus ketidaknyamanan yang terjadi hari sebelumnya. Sepanjang hari Angeline bersantai di penthouse karena tidak ada yang ingin dia lakukan sampai waktu yang dijanjikan tiba. Nathan pun tidak banyak mengganggu. Menjelang siang Angeline memutuskan untuk memasak sesuatu. Dia meminta Nathan menemani ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Nathan langsung menyetujui. Tidak lama berselang keduanya sudah berjalan santai menyusuri lorong-lorong supermarket. Sebagai wanita, Angeline betah berlama-lama di tempat seperti ini, tapi Nathan tidak. Terlihat sekali lelaki itu bosan dan lelah. "Nathan, kamu tunggu di depan saja. Aku masih mau melihat-lihat." Angeline tersenyum geli. "Oke. Jangan terlalu lama, Baby Girl. Nanti kamu diculik." Nathan mengecup kening Angeline. "Pergi sana." Angeline tertawa. Jalan-jalan di supermarket selalu membuat Angeline mengambil lebih banyak dari yang dia butuhkan. Begitu s
"Oh! Tunggu sebentar! Ada yang berbeda! Angeeeelll, biar kulihat apa yang ada di tanganmu!" Cindy berseru heboh. Sambil mengulum senyum Angeline berjalan ke meja Cindy. Dia membiarkan tangannya ditarik dan diteliti sedemikian rupa seperti benda antik di museum. "Wow, ini cincin berlian! Dari siapa ya? Apakah sesuai dugaanku?" Cindy tersenyum lebar. "Memangnya dugaanmu apa?" goda Angeline. "Pak Nathan melamarmu! Ya kan??" Angeline tidak menjawab, tapi juga tidak menyangkal. Perlahan dia menarik kembali tangannya dan berucap, "Hal baik atau hal buruk?" "Hal baik dong! Akhirnya ada yang ...." Seolah menyadari sesuatu Cindy berhenti bicara. Kemudian dia mencondongkan tubuh ke arah Angeline dan berbisik sangat pelan, "Akhirnya ada yang membuat si womanizer bertobat ...!" Mereka tertawa berbarengan karena apa yang dikatakan Cindy benar adanya. Siapa yang tidak tahu tabiat Nathan sebagai lelaki anti komitmen? "Sudah ah. Nanti dia dengar loh. Aku ke dalam d
Angeline menghempaskan tubuh di sofa empuk yang disediakan bagi customer bridal. Jantungnya sudah kembali normal, tapi pikirannya masih belum dapat beralih dari aksi di jalanan tadi. Nathan duduk di sebelahnya dan menyilangkan kaki dengan anggun. Melihat itu Angeline mengangkat kaki dan mendorong tumit Nathan sehingga kaki lelaki itu terjatuh. "Hei." Nathan kembali menyilangkan kaki. Lagi-lagi Angeline melakukan hal yang sama. "Sekarang siapa yang jahil lebih dulu?" Nathan menatap heran. Dia menyembunyikan emosi negatifnya di hadapan Angeline. Wanita itu mengulum senyum, "Aku tidak jahil sebelum mengenal kamu." Nathan tertawa, "Sepertinya itu kata-kataku. Dasar plagiator." "Tadi menegangkan sekali sih? Siapa orang tadi? Musuhmu banyak ya?" tanya Angeline. "Aku akan menyelidikinya." Padahal Nathan sudah bisa menebak siapa dalang di balik usaha penabrakan tadi. "Ah, paling mereka yang tidak suka melihat hubungan kita berjalan lancar." Angeline tertund
"Sial ... Mau apa dia kemari," gumam Angeline. "Siapa?" Cindy mengikuti pandangan Angeline dan segera memahami situasi. "Nggak mungkin dia tahu Nathan sedang meeting. Kebetulan sekali?" Angeline mengawasi pergerakan Jeremy yang berjalan ke arah mereka. Tatapan Jeremy langsung tertuju pada Angeline yang sedang berdiri dekat meja Cindy. Kedua wanita itu memanfaatkan waktu luang dengan mengobrol saat Nathan sedang meeting dengan para manager. "Aku mau bicara denganmu," cetus Jeremy. "Maaf, Pak—" Cindy bangkit berdiri, tapi ditahan Angeline. "Baik, silakan masuk ke dalam." Angeline mendahului berjalan masuk ke ruangan Presiden Direktur. Cindy memandang cemas ketika kedua orang itu menghilang ke dalam ruangan. Dia bergegas mengirim pesan singkat pada Nathan memberi tahu apa yang sedang terjadi. "Mau bicara apa, Pak?" Angeline berdiri bersandar di depan mejanya dengan kedua lengan tersilang di depan tubuh. Hening ketika Jeremy memandangi wanita di ha
Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalam mobil dengan kaca teramat gelap. Mobil yang setengah jam lalu melaju meninggalkan gedung Wayne Group dengan tujuan bandara internasional. Sopir tidak terganggu sedikit pun dengan aktivitas yang terjadi di kursi penumpang berkat kaca hitam pembatas. "Agh ... Pelan-pelan ... Sakit ...." "Tahan sedikit." Angeline menggigit bibir dan berusaha tetap rileks. Nathan menatap lembut dan bertanya, "Lebih nyaman?" "S–sedikit ... Ah, jangan di situ," rengeknya. Sebutir keringat mengalir di kening Nathan. Tampak sekali wajahnya begitu fokus terhadap apa yang sedang dia lakukan. "Angel, jangan tegang. Aku tidak bisa merasakannya," ucap Nathan. "Iya, kuusahakan." Mata Angeline berkaca-kaca. "Trust me, Baby Girl." Nathan tersenyum menenangkan. "T–tunggu ...! Aku belum siap," lirih wanita itu. Nathan bersabar. Sedikit lagi. Angeline mengatur nafas agar tidak tegang lalu berkata, "Lakukan, Nath." "Oke.
"Sehabis makan siang tinggallah di kamar sampai waktunya tiba," kata Nathan. Angeline yang sedang menyuap makanan menghentikan gerakannya, "Tapi kenapa?" Nathan melirik melewati bahu Angeline. Dilihatnya Gabriel Maynard masih duduk di tempat semula bersama putra tunggalnya yang bernama Mike. Sebagai lelaki tentu saja dia bisa melihat ketertarikan Gabriel terhadap Angeline, dan dia tidak mau membiarkan sesuatu berkembang terlalu jauh. "Masih dua jam lagi sampai opening ceremony. Sebaiknya kita istirahat dulu supaya bisa mengikuti meeting sampai malam," kilah Nathan. "Bukan karena Gabriel, kan?" Angeline mengerucutkan bibir. "Bukan. Kenapa harus tentang dia? Kita baru menempuh perjalanan cukup jauh dan aku butuh santai sejenak sebelum menghadapi pebisnis lain sepanjang malam." Lagi-lagi Nathan beralasan. "Ya sudah." Angeline pun mengalah. Mana tega dia melihat pacarnya kelelahan? Nathan tersenyum tipis karena berhasil membujuk wanitanya. Tidak dipung
Meeting berjalan menegangkan bagi Angeline dan Nathan. Karena susunan tempat duduk yang seperti podium, mereka berdua nyaris berhadap-hadapan dengan Gabriel. Konsentrasi Nathan sudah terpecah karena melihat sesekali Gabriel akan melirik ke arah mereka. Dia yakin sang pemilik Golden Yue Group bukan sedang memandang ke arahnya, tapi ke arah Angeline. "Setelah makan malam kita pergi," kata Nathan setelah sesi tanya jawab usai. Terlihat semua orang beranjak pergi. Angeline yang sejak awal sibuk bermain game di handphone mendongak, "Ke mana?" "Menikmati pemandangan," sahut Nathan singkat. "Aku tidak diculik dan dijual, kan?" tuduh Angeline. Nathan nyaris tertawa, "Dari mana kamu dapat ide seperti itu?" Mereka berdua bergabung bersama rombongan peserta meeting menuju restoran hotel. Angeline bergelayut manja di lengan Nathan. Dia tidak terlalu mempedulikan pandangan orang karena di sini tidak ada yang mengenal dirinya. Suara orang bercakap-cakap berpadu denga
Sumpah. Angeline melongo mendengar perkataan lelaki yang duduk di hadapannya. Apa maksud Gabriel berkata seperti itu? Nathan sudah jelas mengatakan mereka akan segera menikah, lalu kenapa masih mengatakan hal aneh? Apakah lelaki ini sedang berusaha mendekatinya? "Emm ... Sepertinya aku harus segera kembali. Sampai bertemu besok pagi." Tanpa menunggu respon dari Gabriel, Angeline bergegas berdiri dan pergi. Gabriel memandangi wanita muda itu melarikan diri. Kenangan lama yang timbul sejak pertama kali bertemu Angeline tidak lenyap, malah bertambah kuat. Dia benar-benar ingin tahu siapa Angeline sebenarnya. Gabriel berharap besok atau lusa orang-orangnya sudah memiliki hasil penyelidikan. Hatinya tidak dapat menunggu lebih lama lagi. Seulas senyum terkembang di bibir Gabriel. Yah, mungkin tidak ada salahnya bertindak sedikit egois demi menebus rasa bersalah di masa lalu. Toh sekarang sudah tidak ada orangtua yang akan menentangnya menjalin hubungan dengan siapa pun. Berb