"Kuberitahu padamu, bahwa uang yang kau pikir adalah pinjaman dari Erick, sebenarnya adalah uangku. Aku meminta bantuannya karena aku yakin kau pasti akan mencari pinjaman uang setelah gagal memerasku.""Kau ingin tahu mengapa aku melakukannya?"Bibir Hanna tersenyum sinis."Karena aku ingin memastikan kau menikahinya sebelum sidang pembacaan putusan kita di pengadilan."Wajah Aldo mengeras ketika mengetahui semua itu, ingin rasanya ia melampiaskan semua kemarahannya saat ini dengan menyeret Hanna keluar dari ruangan itu, namun, saat menyadari tatapan dua pasang mata orang yang mengawalnya, membuat laki laki itu hanya bisa menahan diri."Kau sudah merencanakan semua dan sengaja membuatku menikahinya, mengapa?"Menikahinya adalah hukuman dariku untukmu, mas. Sebentar lagi kau akan tahu alasannya mengapa aku merencanakan semua ini dan memastikan kalian berdua menikah," senyum tipis terlukis di wajah Hanna."Uangmu, apa maksudnya. Mas Aldo mendapat pinjaman uang dari temannya, benar kan
Hembusan angin malam yang lembut dan sejuk seolah ingin menenangkan kemarahan Hanna. Cahaya bulan yang begitu terang di langit pun tak ingin kalah untuk menjadi penunjuk arah.Dengan hati -hati Hanna melangkah menuju mobilnya yang terparkir sekitar seratus meter dari villa. Di iringi dua orang pengawal yang membantunya, mereka bergegas meninggalkan villa."Hati hati melangkah, Mbak Hanna!" Ujar seseorang dari mereka ketika ujung sepatu Hanna hampir membuatnya tersandung."Iya, aku tak apa-apa, terima kasih."Mereka bertiga meneruskan langkah, sesekali nampak Hanna menoleh ke belakang. Seakan merasa ada yang mengikutinya. Namun, itu hanya kecemasannya saja, karena tak seorangpun yang terlihat mengejar mereka.Tinggal sepuluh meter lagi mereka akan tiba. Ada rasa lega di wajah Hanna ketika ia melihat mobilnya terparkir manis di sana. Namun, sedetik kemudian raut wajahnya berubah, ketika melihat seorang lelaki yang bersandar di belakang mobilnya.Lelaki itu menoleh lalu melambaikan tanga
"Boleh aku tahu darimana kau tahu bahwa aku membiarkan mereka menikah? Bukankah aku belum memberi tahu kejadian di dalam villa tadi padamu?" tanya Hanna dengan tatapan selidik."Tidak seperti itu," bantah Reza."Lalu ...?""Astaga, jangan bilang jika kau mengintip dari jauh?" Tebak Hanna asal bicara.Tampak Reza terkekeh mendengarnya."Aku meminta bantuan dari salah seorang pengawal sewaanmu agar membuat ponselnya terhubung dengan ponselku. Aku mendengar semua yang terjadi di dalam melalui sambungan telepon." Hanna menggeleng lalu tersenyum."Kau memang mengejutkan, mas!" Hanna memuji."Sudahlah, ayo masuk ke mobilmu. Kembalilah dulu ke hotel, kau butuh istirahat," ucap Reza sambil menggeser tubuhnya yang menghalangi langkah Hanna."Entah mengapa, aku merasa seperti memiliki seorang dokter pribadi." Hanna bergurau sambil membuka pintu mobilnya."Aku senang mendengarnya, berarti lamaranku akan di terima," jawab Reza optimis yang di balas tawa renyah Hanna.Satu persatu mobil yang mere
Sudah dua minggu berlalu akad nikah mereka dilaksanakan, berarti sudah selama itu pula Siska dan Aldo hidup sebagai suami istri.Jika pasangan lain akan terlihat begitu mesra dan berbahagia karena dapat selalu bersama seseorang yang mereka cintai, hal itu tidak berlaku bagi Aldo. Lelaki itu tampak jengah menghabiskan hari bersama istri mudanya.Selepas menikah di villa malam itu, Siska memutuskan untuk pindah ke kost-kostan Aldo. Meskipun awalnya Aldo menolak, namun begitu Siska mengancam akan menyakiti dirinya sendiri akhirnya membuat lelaki itu mengalah dan membiarkan istri barunya itu memindahkan semua barang barangnya ke kamar kostnya.Dan sudah dua minggu pula Siska diabaikan Aldo. Wanita itu tiap malam harus meratapi dan mengeluhkan sikap Aldo yang kini berubah dingin, tak seperti sebelum mereka menikah.Derit pintu terdengar ketika Siska meletakkan beberapa pakaian yang baru saja dilipat ke dalam lemari pakaian Aldo. Spontan, wanita itu menoleh, dan melihat suaminya yang baru s
"Apa yang terjadi semalam?" Mata Aldo memandang tajam pada Siska."Yang seharusnya terjadi pada ranjang setiap pengantin baru, mas," jawab Siska santai.Mata Aldo menyipit begitu mendengarnya. Seakan tidak percaya dengan dirinya, mungkinkah tubuhnya semalam mengkhianati dirinya. Yang di ingatnya hanyalah semalam ia begitu tergoda untuk menyentuh istri keduanya itu.Kembali ia memijat kepalanya yang masih begitu pusing. Dipandanginya Siska yang masih menatapnya sambil tersenyum penuh arti."Kau sangat menikmatinya semalam, mas! Lebih baik jika kita berdamai dan menata hidup kita. Bagaimana? Kedengarannya tidak buruk kan. Apalagi beberapa bulan lagi anak kita akan lahir. Sebaiknya mulailah menerima kenyataan," ucap Siska bersikap realistis."Kau mencampur sesuatu pada teh yang ku minum semalam, iyakan?" Tanya Aldo yang mulai menyadari sesuatu."Aku hanya mencampur sedikit Brandy saja, kebetulan ada temanku yang bekerja sebagai bartender dan sering membawa pulang sebotol Brandy saat pula
Hanna membawa mobilnya dengan kecepatan rata-rata ketika melintas di jalanan ibukota yang selalu ramai lancar. Rasanya hari ini begitu melelahkan baginya karena tumpukan pekerjaan yang meminta untuk segera diperiksa.Matahari hampir tergelincir, ketika mobil yang dikemudikan Hanna berbelok menuju sebuah kompleks perumahan. Wajah yang tertutup oleh kacamata hitam itu nampak tersenyum tipis ketika melihat sebuah bangunan rumah mewah yang begitu di kenalnya.Hanna menepikan mobilnya dan berhenti ketika seorang asisten rumah tangga membuka pagarnya, tanpa membuang waktu, segera ia memacu pelan mobilnya masuk ke halaman rumah.Ponselnya berbunyi ketika ia hendak melepas kacamata hitam yang sedari tadi di pakainya menyetir. Nama sang sepupu tertera di layar pipih itu."Aku sudah berada di depan rumahmu, Dina!" Ujar Hanna begitu menggeser tombol hijaunya. Tak lama terlihat tangannya menyimpan benda pipih itu ke dalam tasnya.Wajah Dina langsung menyambutnya gembira ketika pintu rumah itu ter
Keesokkan harinya,Bangunan itu terdiri dari lima petak dengan satu kamar mandi dan kamar tidur di setiap petaknya. Tampak cat luarnya yang sedikit mengelupas dan retak. Membuat tampilan luar bangunan petakan itu tidak terlalu menarik.Sebuah pohon Palm dan Flamboyan tampak tidak terurus yang ditanam di sisi kiri bangunan. Tampak ranting dan dedaunan kering berserakan di bawahnya. Membuat kesan suram halaman depan petakan tersebut.Setidaknya, point utama bangunan ini karena berada di dalam gang yang berjarak sekitar seratus meter dari jalan raya. Membuat lokasi petakan ini cukup strategis. Karena mudah bagi seseorang untuk mencari lokasinya.Mata Siska tampak menyipit melihat bangunan petakan tersebut. Tampak beberapa penghuni sedang melirik padanya, membuat wanita itu terlihat tidak nyaman."Mas, kau yakin kita akan tinggal petakan kecil seperti ini?" Tanya Siska ragu."Iya, hanya ini yang bisa kudapat. Jika kau tidak mau, kau bisa cari saja tempat lain," sungut Aldo ketus.Sebenarn
"Tutup mulutmu, mas. Aku tak suka bila terus di bandingkan dengan mantan istrimu itu," tuding Siska geram.Suara bising kendaraan bermotor yang lalu lalang melintas dan terik matahari yang menyengat membuat wajah pasangan pengantin baru itu terlihat masam dan lelah, tampak Siska mulai menyeka keringatnya yang mengucur dengan bebas. Beberapa orang yang berdiri di sekitar mereka juga terlihat melakukan hal yang sama. Menghapus jejak keringat di wajah mereka.Sebuah bus akhirnya berhenti di halte, tampak orang orang yang tadi berdiri kini bergerombol hendak masuk ke dalam, melihat pemandangan tersebut, tak ayal membuat Siska spontan mengelus perutnya."Aku ingin naik taksi saja, mas.""Tadi kita sudah naik taksi. Jika kau tidak mau naik bus, naik angkot saja," tolak Aldo."Tapi mas ..." Siska menghentikan ucapannya karena melihat Aldo yang segera memalingkan wajahnya.Perlahan, bus tadi bergerak meninggalkan mereka. Kini yang tertinggal di halte itu hanyalah mereka berdua saja."Aku akan