Lola tak tahu kapan Luther akan kembali. Bertemu saja sudah sangat jarang bagi mereka. Selama ini dia hanya mengetahui kabar dari para wanita lain mengenai Luther. Ketika Luther tak ada, dia harus mengalami penyiksaan seperti saat ini."Kau sengaja makan lambat supaya tidak jadi bekerja? Jangan harap kau bisa terhindar dari hukumanmu!" gertak Barbara pada Lola yang masih santai menghabiskan makanannya.Lola tak menggubrisnya. Dia sebenarnya sudah enggan jika harus membalas ucapan Barbara. Apa pun yang dia kemukakan selalu akan dianggap salah dan dianggap sebuah bangkangan."Barbara, sini!" panggil Lilian dari jauh.Barbara langsung menjauhi Lola dan menghampiri Lilian. Entah apa yang kedua wanita itu bicarakan karena keduanya sangat serius membicarakan sesuatu itu. Lola hanya bisa mengamati dari jauh. Tapi dia bisa berkesimpulan jika sebenarnya mereka berdua itu sedang membicarakan rencana untuk menyiksa Lola pada hari itu.Lola meminum air putih yang banyak karena dia harus memulai pe
Lola hanya pergi sebentar untuk membeli beberapa barang kebutuhannya. Hanya saja karena jarak yang ditempuh dengan berjalan kaki, membuat waktu terasa lama. Dia terkejut ketika mendapati Barbara dan Lilian yang mematung di depan rumah."Kau! Dari mana saja, hah?" sembur Barbara yang kesal. "Sudah lebih dari setengah jam kami berdiri di sini, kau dari mana saja? Cepat bukakan pintunya!" Lilian juga meradang.Tanpa memberikan waktu bagi Lola untuk menjelaskan, Lola pun akhirnya membuka pintu mansion. Kedua wanita itu berjalan menghentak mendahului Lola. Barbara menyipitkan matanya, memeriksa kondisi mansion yang beberapa jam telah dia tinggalkan."Kenapa? Kalian mau memeriksa pekerjaanku? Silahkan saja! Aku sudah mengerjakan semuanya!" tantang Lola dengan percaya diri.Lilian berkeliling ke setiap penjuru lantai satu. Begitu pun dengan Barbara. Keduanya sibuk menginspeksi hasil pekerjaan Lola. Sejauh ini, mereka tidak menemukan ada kesalahan dari Lola. Tanpa berbicara lagi, mereka pun
Karena kondisi kamarnya masih belum memungkinkan untuk ditempati, akhirnya Lola pindah ke sofa ruang keluarga untuk tidur. Suasana mansion yang hening ketika malam hari, membuatnya semakin takut. Terlebih mengenai apa yang sudah dia temukan."Apa yang harus kulakukan? Mengapa kalung itu ada di lemariku? Aku sama sekali tidak pernah menyentuh barang berharga milik Lilian. Lalu siapa yang menaruhnya di sana?" Lola masih bertanya-tanya. Pikirannya terus berputar akan kejadian yang terus sama. Dia terlampau bingung bagaimana harus menyerahkan kalung itu kepada Lilian. Sekalipun itu bukan ulahnya, namun karena bukti sudah ada di tangan, dia pasti akan tetap disalahkan terhadap semua yang terjadi."Sudahlah, lebih baik aku istirahat saja. Sekarang sudah menjelang pagi. Besok, mereka pasti masih akan terus menyiksaku. Mungkin aji mumpung karena Luther yang masih tidak ada di mansion."Setelah segala pertimbangan yang membuat pikirannya buntu, akhirnya Lola memutuskan untuk memberikan kalung
Barbara semakin tersudut di hadapan Luther. Dia tak berani menyela sedikit pun perkataan Luther. Hanya kata maaf saja yang terus terucap dari bibirnya."Maaf ... maafkan aku!""Seluruh pihak di San Francisco, bahkan di Amerika ini tak berhenti menyoroti kehidupan pribadi kita. Mereka menganggap, sistem yang aku ambil ini lain daripada yang lain. Makanya, aku tak pernah luput dari perhatian masa," jelas Luther. "Pihak pers akan terus mencari berita, juga mencari celah kesalahan pada kehidupanku."Lola menyimak seluruh perkataan Luther. Dia baru mengetahui jika hidup sebagai seorang Luther, pria berusia matang yang sukses dan memiliki beberapa wanita simpanan itu tidaklah mudah."Ternyata semua terbukti, 'kan? Mereka membuat rumor dan berita jelek mengenai aku untuk dipampang di situs kota!" lanjut Luther lagi. Dia kemudian menatap Lola lekat. "Lola, aku juga tidak menyangka kau se gegabah itu keluar bersama para wanita."Lola merasakan hantaman di hatinya. Dia juga merasakan sebuah per
Luther mengamati Lola dalam diam. Dia sangat tak tega melihat kondisi Lola yang agak kurus setelah lama dia tak melihatnya."Apakah selama ini dia juga makan dengan porsi sedikit? Kulihat badannya bertambah kurus dalam beberapa hari," gumam Luther yang sedang memperhatikan Lola, " ... atau mungkin aku yang kurang memperhatikannya selama ini?"Tiba-tiba Lola bergerak sedikit, mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Tubuhnya gemetar. Luther berpikir jika gadis itu mungkin merasa kedinginan. Dia pun bergegas pergi ke kamar Lola lagi sembari menutup hidung untuk mengambilkan selimut."Aku tak tahu bau busuk itu muncul dari mana. Besok setelah semua selesai, aku akan menyuruh kepala pelayan mengecek dari mana asalnya."Luther pun kembali ke ruang keluarga. Dia menyelimuti tubuh Lola secara perlahan, tak ingin membuat gadisnya terbangun. Setelah yakin Lola merasa nyaman dalam tidurnya, dia pun kembali ke kamarnya lagi karena besok dia harus melakukan sidak terhadap para pelayannya.Eso
"Lalu apakah ada lagi yang memiliki bukti lain untuk disampaikan? Aku membutuhkan banyak sekali bukti untuk bisa menentukan keputusan."Sekarang, koki yang bekerja di mansion lah yang angkat bicara. Luther memberi kode pada sang koki untuk bicara."Tuan, saya ingin memberikan kesaksian. Jadi dalam beberapa hari kemarin selain pelayan, kami para koki juga diperintahkan melakukan hal yang aneh oleh Nyonya Barbara.""Hal aneh? Hal aneh apa itu?" tanya Luther."Nyonya Barbara menyuruh kami untuk membedakan menu makanan antara Nyonya Barbara dan Lilian dengan Nyonya Lola. Nyonya Lola bahkan beberapa kali tidak diberikan makanan oleh mereka," jawab sang koki.Luther kini terlihat melotot seakan tak percaya dengan penuturan kokinya tadi. "Apa? Barbara sampai melakukan hal sejauh itu? Lalu menu makanan apa yang kalian berikan pada Lola beberapa hari ke belakang?""Kami memberikan menu ala pedesaan, Tuan. Sepanci besar sup kacang-kacangan, pasta dan sayuran kaleng. Sup kacang itu harus dihabis
Luther merasakan jantungnya hampir terhenti begitu melihat gadisnya terkapar tak sadarkan diri saat dia kembali. Ketakutannya tiba-tiba hadir dan menghantui. Luther mendadak pucat melihat Lola yang masih tak merespon panggilan darinya."Lola! Bangunlah! Hei, apa yang terjadi?" teriak Luther panik.Luther memperhatikan sekelilingnya. Di mansion itu tak dia temui Barbara maupun Lilian. Sementara di sekitar Lola, terdapat banyak alat kebersihan. Rupanya Lola masih memaksakan diri untuk membersihkan mansion dikala kondisi tubuhnya sedang tidak prima.Tanpa banyak berkata lagi, Luther langsung mengangkat tubuh Lola yang terkulai itu, menggendongnya dan membawanya menuju ke kamarnya. Lola dibaringkan di atas tempat tidur Luther yang nyaman. Luther memeriksa suhu tubuh Lola yang ternyata sangat tinggi saat itu."Hampir empat puluh derajat," gumamnya. "Jeremy, tolong ambilkan aku obat demam dan kompres dingin!""Baik, Bos!" Jeremy langsung berlari mencari kotak P3K yang tersedia di mansion.S
Barbara dan Lilian berdiri dengan gugup di depan pintu mansion. Begitu kembali malam itu, mereka mendapati ada mobil Luther yang sudah terparkir rapi di garasi."Bagaimana ini, Lilian? Aku takut sekali menemui Luther," gumam Barbara sambil terus memainkan jemarinya yang saling bertautan."Aku juga bingung, Barbara. Tapi Tuan Luther tidak mungkin mencurigai kita. Lagipula, dia juga tidak memiliki bukti akan perbuatan kita terhadap Lola," timpal Lilian yang sama resahnya seperti Barbara."Benar juga, tapi tetap saja .... " Ucapan Barbara mendadak terpotong."Ini juga sudah sangat malam. Tuan Luther mungkin saja sudah beristirahat di kamarnya. Kita masih memiliki waktu untuk mengarang alasan." Lilian memberikan pendapatnya.Barbara terdiam meskipun dia masih tidak merasa tenang. Sampai Lilian harus kembali meyakinkan Barbara setelahnya."Jadi percaya saja lah! Jangan terlalu takut! Kalau kau takut terus, kita tidak akan pernah bisa masuk ke dalam mansion. Kau mau tidur di sini semalaman?