Virginia merasa Luther hanya menggertaknya saja pada saat pria itu mendatanginya di kondominium miliknya. Karena sampai pada saat itu, Virginia masih bisa ongkang kaki dan menempati kondominium tersebut walau surat kepemilikannya sudah diambil paksa oleh Luther."Mana yang katanya ingin menyita aset milikku? Sampai detik ini, aku tidak melihat adanya pergerakan darinya! Aku masih menempati kondominium ini, itu artinya Luther hanya mengancamku," tantang Virginia. Virginia memeriksa tanggal di kalender handphone nya. Ada catatan pengingat yang sengaja Virginia berikan pada hari itu, bertuliskan jatah sugar baby Noah. Sudah saatnya bagi Virginia untuk menagih jatah bulanan yang dijanjikan oleh Noah untuk dirinya.Virginia segera mengirim chat kepada Noah, bertujuan menagih sekaligus mengingatkan.[Sayang, hari ini adalah hari yang kau janjikan. Kapan kau akan mengirim uang bulananku, Sayang? Oh iya, yang bulan kemarin juga masih belum kau kirimkan semua. Kapan aku bisa mendapatkan sisa
Noah terkejut karena Anneliese memperlakukannya dengan tidak baik, bahkan terlihat tidak senang dengan kehadirannya. "Santai, Ann. Aku datang ke sini hanya untuk membawa sisa barangku dan sedikit bersantai. Tidak ada salahnya bukan mengunjungi mantan istri?"Anneliese Harris, yang kini sudah menjadi janda dari Noah Wilson sama sekali tak menjawab sedikit pun ucapan mantan suaminya. Dia masih berdiri di depan pintu, tak mempersilahkan Noah masuk. Noah terkekeh dengan sikap Anneliese terhadap dirinya."Ya ampun Ann, kau masih saja tidak berubah!""Bagaimana aku bisa biasa saja menghadapimu, Noah? Kau pikir kesalahan yang sudah kau perbuat itu hanya sebesar biji jagung? Tidak semudah itu aku akan memaafkanmu! Bahkan sampai kapan pun, kau tidak akan pernah kumaafkan!" Anneliese semakin sengit menghadapi Noah."Tapi setidaknya, izinkan aku masuk dulu. Aku datang ke sini bukan untuk mengajakmu bertengkar. Aku ada keperluan penting." Noah bersikeras ingin diterima kehadirannya.Anneliese te
Noah berjalan masuk perlahan menelisik tiap sudut ruangan. Dia mulai membuka dan mengobrak-abrik isi lemari milik Lola. Di sana tidak terdapat adanya brankas."Sial! Brankas itu ada di mana?" decak Noah kesal.Hampir seluruh penjuru yang diduga sebagai tempat terdapatnya brankas sudah diperiksa oleh Noah. Akan tetapi, Noah sama sekali tidak menemukan apa pun. Di saat dia merasa berang, dihampirinya kembali sang asisten rumah tangga. Tanpa ampun, Noah menjambak rambut Joyce sampai wanita itu berteriak kesakitan."Kurang ajar! Wanita sialan! Kalian berdua bersekongkol untuk membohongiku ya?""Ampun, Tuan! Sa ... saya tidak berani ... membohongi Tuan!" Joyce merintih. "Saya bersumpah! Nyonya mengatakan ... hal itu kepada saya!"Noah menghentakkan Joyce dengan kasar, sampai wanita itu terjerembab di lantai. Noah kini mulai pening. Matanya semakin lincah, mencari kira-kira ada di mana lagi tempat yang belum sempat dia jangkau. Tiba-tiba mata Noah membulat seketika."Apa mungkin .... "Noah
Virginia sedang mematut dirinya di depan cermin pada pagi itu. Dia berniat untuk bertemu dengan klien barunya. Tiba-tiba ketika dia masih bersiap-siap, suara bel pintu berbunyi dengan berkala menghilangkan konsentrasinya. "Siapa yang sengaja berbuat keributan pagi-pagi di tempat tinggalku?" gerutu Virginia.Dengan malas dia pun beranjak membuka pintu, kemudian terkejut saat mendapati ada beberapa orang yang berdiri di depan pintu itu."Selamat pagi, apa benar ini kondominium milik Nyonya Virginia Amber?" Salah seorang lelaki yang terlihat seperti kurir pengantar barang mulai mengajaknya berbicara."Iya. Kalian dari mana? Ada keperluan apa?" timpal Virginia kesal."Kami kurir pengantar barang. Kami mau mengangkat semua barang-barang yang ada di dalam kondominium ini."Virginia terkejut di tempatnya. Siapa orang gila yang mengutus kurir untuk memindahkan semua barang miliknya?"Sebentar! Kalian diutus oleh siapa? Kenapa tidak ada persetujuan dulu dariku mengenai hal ini?""Kami diperin
"Sayang, kau sekarang sedang berada di mana?" tanya Noah yang kini tengah berbaring di atas kasur empuk motel."Aku sedang ada janji dengan pelanggan. Ada apa, Sayang?" sahut Virginia dari seberang telepon."Kupikir kau sedang bersantai di kondominium ku," ujar Noah dengan nada yang kecewa. "Padahal aku ingin mengajakmu menginap malam ini. Ada sesuatu yang ingin aku berikan kepadamu juga."Virginia terdengar menahan napas sejenak. Kemudian hening, karena wanita itu mendadak membisu."Kau mau memberikan uang itu, Sayang?""Iya. Jadi apa kita bisa bertemu sekarang?"Virginia tidak langsung menjawab. "Nanti aku hubungi lagi ya. Aku akan mengirimkan pesan untuk jawabannya."Dengan cepat, Virginia menutup telepon. Noah menghela napas panjang. Sesaat kemudian dia menyunggingkan senyumnya karena Virginia telah mengirimkan pesan padanya jika dia akan datang menemui Noah.[Kita bertemu di Motel 6 Los Angeles.]Noah mengeluarkan kotak perhiasan yang dirampasnya dari sang mantan istri. Kalung em
Jhonatan seolah tak merasakan lelah sedikit pun setelah melakukan perjalanan jauhnya. Dia langsung pergi ke rumah sakit bersama Joyce untuk menemui sang ibu yang masih dirawat secara intensif. Laki-laki itu tak dapat membendung air mata saat dirinya menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri betapa memprihatinkan kondisi sang ibu."Ibu!" Jhonatan menghambur pada sang ibu. Dia menangis sejadinya sambil memegangi kedua tangan ibunya yang terpasang infus.Anneliese merespon putra tirinya itu dengan sedikit menggerakkan tangan. Ada bulir air mata yang mengalir dari ujung matanya. Joyce tak kuasa meneteskan air mata juga melihat pertemuan yang mengharu biru antara ibu dan anak itu setelah bertahun-tahun mereka tidak bertemu."Ibu, aku ada di sini! Ibu jangan khawatir ya. Mulai hari ini, Jhonatan akan tinggal di Wichita untuk merawat Ibu," ucap Jhonatan tulus sambil tak henti menggenggam tangan ibundanya.Perlahan, Jhonatan menghapus air mata yang terus mengalir dari sela mata Anneliese. Hat
Kondisi Anneliese jauh lebih baik saat Jhonatan ada di dekatnya dan senantiasa mendampinginya. Akan tetapi untuk pemulihan penyakitnya jelas masih sangat panjang waktunya.Jhonatan tetap setia menunggui ibu sambungnya setiap waktu. Bahkan dirinya mengetahui jika sampai detik ini, Anneliese masih belum melupakan putri kandungnya yaitu Lola. Nama Lola selalu disebut setiap ibunya itu terlelap."L ... Lo ... La." Suara yang lirih dan samar terdengar dari mulut Anneliese lagi.Jhonatan terdiam di samping sang ibu sambung. Dia merasa sangat prihatin karena sampai sekarang Lola masih belum kembali ke rumah. Joyce menghampiri Jhonatan dengan tatapan sedih."Bahkan di saat Nyonya sedang sakit parah seperti ini, beliau masih terus menyebut nama putrinya," ucap Joyce sedih. "Di mana kamu, Nona Lola?"Rasa bersalah kembali hinggap di perasaan Jhonatan. Pasalnya dia sempat mengetahui keberadaan Lola. Beberapa kali mereka juga bertemu di San Francisco diam-diam. Jhonatan berniat untuk mengatakan k
Jhonatan sangat yakin dengan keterlibatan Virginia atas kepindahan Lola. Dia langsung membuka blokir nomor milik Virginia. Jika bukan karena masalah Lola, dia sangat tidak ingin berurusan dengan Virginia yang selalu mencoba menggodanya.Jhonatan menunggu Virginia mengangkat telepon darinya dengan perasaan harap-harap cemas. Akan tetapi, wanita itu tidak mengangkat teleponnya. Jhonatan tak berputus asa. Dia terus mencoba selama beberapa kali, namun Virginia tetap tidak dapat dihubungi."Hm ... sepertinya aku harus datang ke kampus mereka. Mungkin pada saat jam istirahat, aku bisa menemuinya," gumam Jhonatan.Jhonatan tak tergesa-gesa. Dia tetap menunggu waktu yang tepat untuk bisa datang ke kampus Lola. Dirinya memutuskan datang pada jam makan siang. Untung saja dirinya masih ingat di mana letak ruangan fakultas tempat Lola menuntut ilmu. Dengan sembarang, dia bertanya pada salah satu mahasiswi di sana."Permisi, Nona. Maaf mengganggu waktumu," kata Jhonatan yang sudah menepuk pundak m