Lagi, sebuah panggilan telepon tanpa nama membuat pikiranku seketika mengingat kiriman misterius itu, ada rasa ingin mengabaikan panggilan ini, tetapi rasa penasaran akhirnya mengalahkannya, tanganku kini bergerak menggeser tombol hijau dilayar."Assalamualaikum, halo?" Aku menyapanya lebih dulu.****Tak terdengar balasan dari lawan bicaraku, hingga tiga kali aku menyapanya, seseorang di sana tetap diam."Siapa ini?" Tanyaku untuk yang terakhir kalinya."Batalkan pernikahanmu!" Suara berat seseorang menjawabnya. Suara yang sengaja disamarkan, tak jelas apakah suara laki laki atau perempuan."Apa maksudmu?" Aku balas bertanya."Turuti saja, jika kau ingin hidupmu tenang."Klik.Sambungan telepon terputus. Aku menghela nafas panjang, entah apa kali ini maksud si peneror itu. Mbak Sita melirik dengan tatapan tanya, aku memaksa diri untuk tersenyum agar ia tidak khawatir. Bagaimanapun aku juga harus memastikan pengasuh anakku itu merasa aman berada di rumahku. Aku tak ingin karena teror
Yah, Inilah wanita, kadang tak tahu mengapa, tiba tiba menyimpan kecemburuan yang besar pada wanita lain yang pernah singgah dihati pasangannya.Mas Reyhan diam sejenak begitu mendengarnya. Tak lama, ia tersenyum."Sepertinya trauma masa lalumu belum hilang. Alina. Baiklah, setelah selesai urusan di butik, aku akan mengajakmu bertemu dengannya." Ucapnya menyerah mengikuti keinginanku.****Pov. ReyhanWajah Alina tampak begitu bersemu ketika aku memujinya, Gaun pengantin berwarna putih pucat berbahan Lace dibagian depan itu sangat cocok di tubuhnya.Sejak pertemuan pertama, aku sudah merasa dia sosok wanita yang berbeda. Awalnya, aku mengira senyumannya yang begitu mirip dengan Alm, Jeni. Adik perempuanku, yang membuatku langsung menyukainya, ternyata aku salah. Alina begitu serupa dengan Aisyah.Beberapa kemiripan mereka kadang membuatku merasa seperti melihat Aisyah, hanya saja, Alina lebih sedikit terbuka daripada Aisyah yang begitu pendiam dan tertutup.Tampak wanitaku itu sangat
Alina mengalihkan pandangannya padaku, sorot mata dan tatapan nampak melihatku dengan penuh arti. Aku yakin, setelah ini, ia akan meminta penjelasan lain padaku. Kurasa, mungkin sudah saatnya Alina mengetahui semua tentang Aisyah, tentang kebersamaanku yang singkat bersamanya. Dan juga, memberitahu padanya siapa sebenarnya Erika, wanita yang selalu menjadi benalu dalam hubungan kami dulu.****PoV Reyhan. Keluar dari butik, aku mengantar Alina pulang kerumahnya, hari mulai menjelang gelap begitu melangkahkan kaki meninggalkan rumahnya. Syukurlah, semua urusan pernikahan kami sudah hampir selesai, hanya tinggal menunggu hari pelaksanaannya saja.Aku mengemudikan mobilku cukup pelan karena jalanan yang masih begitu padat, mobil mewah ini bergerak menuju salah satu rumah yang kubeli dua tahun lalu di daerah selatan Jakarta. Sebuah rumah mewah yang dijual karena penghuninya yang dulu terlilit hutang dengan salah seorang rekan bisnisku. Rumah berdesain Mediterania klasik yang indah.L
Bab 112"Ucapanmu tidak salah. Hanya saja, wanita tidak suka dengan kebohongan, nak. Wanita lebih suka pria yang terbuka pada dirinya." Ujar mama cepat.Aku mengangguk membenarkan ucapannya."Mama harap kau bisa perlahan-lahan menceritakan semua padanya, rasanya itu terdengar cukup adil untuk Alina." Lanjut mama menimpali kemudian mengakhiri sarapannya.****"Bu Alina, anda tinggal tanda tangani di sini, sini, dan disini," tunjuk Customer Service cantik bernama Gita ini pada beberapa lembar dokumen yang ada di meja depanku."Ada lagi?" Tanyaku begitu selesai menandatanganinya."Selesai." ucapnya sambil merapikan kembali dokumennya. Tak lama, ia kembali fokus pada layar komputer di hadapannya, menginput data yang ada dalam dokumen yang baru saja kutanda tangani tadi.Sambil menunggunya, aku mengambil ponselku lalu menyandarkan punggungku ke sandaran kursi. Beberapa menit berlalu dalam diam, menunggunya selesai.Lelah menatap layar ponsel, aku melempar pandangan ke sekeliling. Suasana
"Aku tak punya banyak waktu apa yang ingin kau bicarakan denganku, Erika?""Aku juga tak akan bicara basa basi denganmu. Langsung saja, aku mencintai Mas Reyhan, aku ingin kau membatalkan pernikahanmu dengannya." Ucapnya tegas dengan tatapan penuh kebencian padaku***Kerongkonganku rasanya tercekat begitu mendengar ucapannya. Cinta? Ia mencintai Mas Reyhan? Apakah ia bertepuk sebelah tangan, karena sepanjang yang ku ketahui, wanita yang pernah begitu dicintai Mas Reyhan adalah mendiang Aisyah."Benarkah?" Aku memiringkan kepalaku balas bertanya padanya."Iya, aku mencintainya dan sejak dulu selalu mencintainya." Ucapnya tegas."Tapi, Mas Reyhan tak membalasnya kan?" Ejekku."Diam kau, jika kau tidak hadir dalam hidupnya. Sekarang mungkin kami sudah bersama." Desisnya begitu yakin."Apa itu hal penting yang ingin kau sampaikan? Maaf, pernikahanku tinggal seminggu lagi, aku tak ingin merusak hariku dengan membicarakan hal yang tak masuk akal seperti ini." "Aku mencintainya, Alina." Ia
"Bolehkah? Tapi ini kan paketnya untuk ibu. Rasanya lancang Jika aku yang membuka paketnya lebih dulu. "Tak apa. Buka saja, aku juga penasaran apa isinya." Perintahku padanya.Tangannya dengan cekatan menarik pita merah yang mengikat dan menghias kotaknya, mataku langsung terbelalak melihatnya. Astaga, apa ini?****Aku mengerjab beberapa kali demi memastikan apa yang baru saja kulihat. Tak lama ada rasa hangat yang menjalar, seketika mataku mengembun.Kotak berhias pita merah ini berisi sebuah foto kedua orang tuaku. Sebuah pigura berukuran sedang yang berisi foto lama mama dan papa yang sewaktu mereka mereka berlibur di Jogja. Rasa haru bercampur kerinduan kini merasuk kedalam hatiku.Aku mengambil pigura tersebut dan memandangnya cukup lama. Aku ingat foto ini ada di dalam kamar utama rumah peninggalan mendiang kedua orang tuaku yang kosong, aku tahu karena aku sediri yang meletakkannya kembali di sana setelah penyewa terakhir rumah itu keluar.Siapa yang sengaja mengambilnya da
"Selamat atas pernikahanmu, Alina." Ucapnya sambil mengulurkan tangan."Anda mengenalku?" Aku langsung mengerutkan kening."Tentu saja.""Ehm, terima kasih. Maaf, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Refleks aku langsung bertanya padanya. ****Wanita itu mengulas senyum tipis lalu menaikkan salah satu sudut bibirnya. Entah mengapa, aku merasa tatapan matanya begitu dingin. Seakan berbeda dengan sikapnya yang ia tunjukkan saat ini.Mengenakan kebaya modern yang dipadukan dengan rok panjang, ditambah set perhiasan berlian yang menempel di tubuhnya membuat wanita itu terlihat berkelas. Meski kutaksir usianya sudah menginjak angka lima puluhan.Berulang kali ku coba mengingat wajahnya, aku yakin benar benar pernah mengenalnya. Namun, meskipun aku bersikeras, tetap saja memori ku begitu lemah untuk mengingatnya."Kau lupa padaku, padahal dulu kita pernah bertemu." Ucapnya."Benarkah?"gumamku langsung melirik ke arah Mas Reyhan. Raut wajah lelakiku itu masih nampak tegang, meski memaksakan
Satu persatu penghuni rumah ini akhirnya berkumpul di meja makan. Duduk di sebelahku ada Mbak Sita yang tengah menyuapi Diyara sementara Mas Reyhan asyik menyantap nasi gorengnya.Ponsel Mas Reyhan berdering sesaat setelah ia menyelesaikan sarapannya. Raut wajahnya seketika berubah ketika melihat ke layar ponselnya."Mas ada apa? Mengapa panggilan teleponnya tidak dijawab?" Tanyaku begitu melihat Mas Reyhan yang sengaja mengabaikan panggilan masuk ponselnya.****PoV ReyhanPonselku terus berdering, meski telah kuabaikan. Kucoba untuk bersikap setenang mungkin dihadapan Alina, agar tidak menimbulkan kecurigaannya. Aku enggan menerima panggilan telepon ini karena tak ingin mengundang masalah atau membuatnya khawatir.Mata Alina kembali melirik ketika ponselku kembali berbunyi. Namun, kali ini bukanlah panggilan telepon melainkan sebuah pesan WA yang masuk. Terpaksa, ku buka pesan itu di bawah tatapan mata Alina yang penuh tanya. Demi menghilangkan rasa penasarannya."Tak ada apa apa sa