Share

Tujuh

PoV Elang

Aku semakin geram saat mendengar Pak Arman dan keluarganya yang terus menyombongkan diri. Ingin kubungkam mulut mereka dengan apa yang kami punya, tetapi tidak sekarang karena aku yakin jika mereka tahu siapa kami yang sebenarnya pasti akan berubah pikiran. 

Aku berencana memberi kejutan setelah aku dan Vira resmi nikah nanti agar sudah tidak ada yang mengganggu gugat lagi. 

Katanya orang kaya, tetapi aplikasi M-banking saja tidak tahu. Orang kaya macam apa itu. 

"Jelaskan padaku, tetapi bukan isi hatimu, ya, karena kalau itu lagu.Jelaskan padaku apa yang kamu sebutkan tadi? M m apa itu?"

"M-banking, Pak. Itu adalah aplikasi untuk mengirimkan uang tanpa harus datang ke bank," jawabku. 

Tatapannya menerawang ke atas dan tangannya memegang dagu. Ia Sedang berpikir keras lalu ia berkata. "Ya ampun, aku sudah bilang, kan kalau uangku aku simpan di bank. Kalian tahu, kan, apa itu bank? Semua orang juga tahu kalau bank adalah tempat penyimpanan uang yang paling aman. Jangan-jangan kalian tidak pernah ke bank, ya?" ucapnya dengan nada sombong lalu mengambil minuman dan menenggaknya sampai habis. Mencerocos terus dari tadi rupanya sudah membuat tenggorokannya kering. 

Tepuk jidat, bagaimana aku menjelaskan pada orang yang sepertinya berasal dari zaman pra sejarah ini? 

"Iya uangnya kita simpan di bank tapi bisa transfer pakai HP," jawabku sambil menahan rasa kesal. 

"Sudahlah, Arman. Bilang saja kamu punya aplikasi M-banking atau tidak?" tanya  ayah yang juga ikut geram menghadapi orang-orang yang sok kaya ini dan entah mereka benar-benar kaya atau hanya mengaku-ngaku saja. 

"Iya nggak punya lah. Tahu aja enggak, gimana mau punya," jawabnya. 

"Oh, kalau gitu ambil uangnya di bank sekarang juga. Aku tunggu," kata Bapak. 

Pak Arman tertawa lebar padahal menurutku tidak ada yang lucu. "Purnama, Purnama Kelihatan banget kalau saat ini kamu memang udah nggak punya uang. Ini sudah jam berapa?" Dengan tingkahnya yang sok yes, ia memperlihatkan jam bulat yang melingkar di pergelangan tangannya. 

"Sekarang udah pukul tiga, bank sudah tutup," katanya lagi. 

"Oh iya, sekarang ini juga hari Minggu bank tutup, Pak. Waduh kelihatan banget kalau kalian nggak ada pengalaman sama sekali. Hari Minggu disuruh ke bank," sahut  Citra dengan bibir maju hingga 5 centi.

Tanganku gatal ingin merobek-robek mulutnya yang lemas itu. Selain itu, telingaku juga terasa panas mendengar hinaan demi hinaan yang terus terlontar dari mulutnya. 

Kuakui  ia memang cantik dan itu yang membuat aku setuju untuk melamarnya tetapi sekarang aku bersyukur dengan adanya longsor itu, aku jadi selamat dari wanita sombong ini. Seandainya aku datang dengan mobil, ia pasti akan langsung menerima tanpa perlu ada drama seperti ini. 

"Dengar, ya kalau ke bank itu harus harus pada saat jam kerja nggak bisa sembarangan. Itupun ambilnya juga lama karena harus ambil nomor antrian dulu, setelah dapat nomor antrian masih harus nunggu dipanggil dan itu butuh waktu lama kadang kalau antrinya lagi banyak harus nunggu berjam-jam. Bahkan harus kutinggal jajan atau jalan-jalan dulu dan kita akan dipanggil sesuai nomor yang sudah kita dapatkan tadi, lalu menuju teller dan bilang kita mau ambil uang berapa." Pak Arman menjelaskan secara detail cara mengambil uang di bank. 

Aku dan Bapak hanya manggut-manggut seolah paham dengan apa yang ia ucapkan padahal dalam hati ini ingin mengatakan kalau aku sudah paham tanpa dijelaskan. 

"Bagaimana, Pur? Kamu nggak jadi menyuruhku untuk ke bank sekarang juga, kan? Karena sudah pasti banknya tutup. Ingat, ya TUTUP." Pak Arman menekan kata tutup ada ucapannya. 

"Aduh, Pak, bank itu tutup, ya, kalau hari Minggu? udah kayak anak sekolah aja kalau gitu," ucapku sambil menahan tawa. 

"Lah,iya. Para pegawai bank itu juga perlu istirahat. Makanya kalau hari Minggu dan hari besar tutup," jawabnya dengan bangga. 

"Iya, Bank memang tutup karena aku juga pernah lewat bank pada hari Minggu itu sepi, tetapi kalau ATM itu buka setiap hari meski Minggu atau tanggal merah dan buka 24 jam," kata ayah. 

"ATM? ATM itu itu jenis makanan apa, ya?" tanya Pak Arman dengan dahi mengernyit. Ya Tuhan, apakah saat ini aku sedang berhadapan dengan manusia purba?

"Citra, kamu, kan anak kuliahan masa, iya nggak tahu dengan yang namanya M-banking, ATM? Nggak masuk akal banget? Jangan-jangan yang kamu bilang kuliah itu bohong, ya?" tanyaku. 

"Aku? Siapa yang bilang nggak tahu M-banking dan ATM? Yang  nggak tahu itu bapak bukan aku. Kalau aku tahu dengan yang namanya M-banking dan ATM, tetapi memang aku nggak pernah punya. Buat apa? Bapak kan nggak punya? Lagi pula aku paling malas kalau harus ngurus ini itu karena biasanya aku terima uang langsung dari tangan bapak dan uang yang aku terima itu bergepok-gepok tanpa perlu susah payah udah bisa kipas-kipas dengan lembaran uang. Hm, sejuknya," kata Citra sambil mengipasi wajahnya dengan tangan. Ia pasti sedang membayangkan mandi di lautan uang. 

"Jadi, kamu tahu dengan apa yang mereka sebutkan tadi, Cit?" tanya Pak Arman. 

"He em. Aku tahu, lah, memang mudah kalau kita punya M--banking karena bisa bertransaksi dengan ponsel saja, di mana pun dan kapan pun," kata Citra dengan wajah yang membuatku muak. 

"Benarkah bisa transfer uang semudah itu hanya lewat ponsel? Apa aku boleh lihat seperti apa dan bagaimana caranya? Aku mau buat juga soalnya," kata Pak Arman sok gaya. 

"Aku nggak punya aplikasinya, Pak," jawab Citra. 

"Kalau kamu punya, Lang? Aku ingin lihat, siapa tahu tertarik untuk membuatnya juga." Pak Arman menatapku. 

"Jelas punya lah," jawabku. 

"Ya udah, ayo tunjukkan pada Bapak agar tahu dan tidak penasaran dengan yang namanya M-banking itu." Citra mengulurkan tangan untuk meminta ponsel padaku. 

Aku meringis, bukannya aku pelit tidak mau menunjukkan M-banking, tetapi ponsel yang ada di saku celanaku ini bagus dan harganya mahal. Bisa ketahuan kalau kami orang berada yang dapat membuat mereka berubah pikiran. 

"Ayo, Lang. Tunjukkan ponselmu! Nggak usah khawatir, aku hanya mau melihat tanpa berniat untuk memilikinya karena aku juga sudah punya," kata Pak Arman. 

Aku melirik ayah, apakah aku harus tunjukkan ponselku yang mahal ini sekarang? 

    

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status