Sekarang aku yakin kalau yang dimaksud Malik oleh Citra itu memang Reiga. Oh, betapa sempitnya dunia ini, dulu ia sudah membuat kekasihku berpaling karena silau dengan penampilan dan apa yang dia miliki. Di saat aku mulai tidak menuruti permintaannya yang selalu ingin minta uang dan menganggap Reiga lebih baik dariku. Sekarang, Citra-- juga menolakku dan lebih memilih dia. Mungkin kah Citra adalah korban Reiga selanjutnya. Kuakui, Reiga ini memang tampan, wajahnya bersinar cerah yang entah apa rahasianya, dan berkulit putih seperti artis luar negeri. Tubuhnya juga bagus-- atletis sehingga tidak heran ia jika para wanita klepek-klepek saat melihatnya dan ingin memiliki seutuhnya. Apalagi penampilannya yang selalu wow. Pakaiannya rapi menggambarkan sosok pria berkelas, tunggangannya juga mobil mewah yang harganya bisa mencapai miliaran. Wanita mana coba yang tidak tergoda, apalagi Ia juga pandai mengobrol kata-kata manis. Paket komplit yang menjadi idaman para wanita. Sayang, semua i
"Kamu kenapa, Vir, kok tanganmu tiba-tiba dingin banget?" Aku panik apalagi saat melihat wajahnya yang mendadak pucat dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. "Aku nggak papa, Mas." Vira meringis. "Berhenti dulu, Pak," ucapku pada sang sopir. Sang sopir menghentikan mobilnya di pinggir jalan sesuai perintahku. "Nggak tahu nih, Mas, tiba-tiba perutku mual dan kepalaku pusing apalagi setelah melewati belokan tajam tadi." Vira mengusap pelipisnya dan memejamkan mata. "Wah jangan-jangan Kak Vira mabuk kendaraan, ya." Ayya melepas sabuk pengamannya lalu beringsut dari duduknya dan kini dia berada di samping Vira. "Maaf. Aku memang nggak pernah naik mobil karena memang nggak pernah pergi ke mana-mana. Benar kata Citra, jangankan mobil, motor aja nggak pernah. Saat SMA aku cukup jalan kaki saja karena tidak diizinkan ikut Citra naik motor. Maaf kalau aku jadi merepotkan." Vira menunduk. Raut wajah penyesalan nampak jelas terlihat di sana. Aku membelai pipinya dan tersenyum." En
Wanita yang Menolak Lamaranku 17Berulang kali Vira mencubit pipinya sendiri. Matanya mengerjab berulang-ulang. Setelah itu bibirnya tiada henti menyebut asma Allah."Aku nggak salah lihat kan, Mas," tanya Vira lirih namun masih bisa kudengar. Aku merangkulnya dan tersenyum lalu mencubit pipinya tanpa ia minta, tetapi pelan tidak seperti ibunya Citra yang sampai tampar menampar. "Bagaimana? Sakit?" tanyaku. Vira mengangguk. "Kalau kamu merasa sakit, itu artinya saat ini kamu tidak sedang bermimpi. Ini nyata. Ini memang rumah yang akan kita tinggali. Rumah kita."Saat ini hanya ada aku dan Vira masih di luar karena yang lainnya sudah masuk, mereka pasti sedang istirahat sedangkan aku masih harus menemani Vira dengan rasa takjubnya. Semoga dia baik-baik saja nggak gampang pingsan seperti Citra. "Untung saja aku orangnya kuat, ya, Mas sehingga aku tidak pingsan atau jantungan seperti Citra saat mendapat kejutan seperti ini. Jika aku sampai pingsan kamu pasti repot, cuma mabuk kendara
Wanita yang Menolak Lamaranku 18"Ayo katakan pada kami, rencana kalian ingin punya anak berapa?" tanya ibu. "Sebagai pasangan suami istri, hal seperti ini harus dibicarakan, lho." "Iya, Bu. Kamu pasti akan membahasnya nanti secara eksklusif, hehehe, tetapi untuk saat ini biarkan kami saling mengenal satu sama lain. Kalau masalah momongan belum ada planing," jawabku santai sambil merangkul pundak istri tercinta. "Iya, kan, Sayang." Aku mengedipkan mata pada Vira sehingga wanita itu mukanya memerah karena malu. "Cieee, sudah panggil sayang sekarang. Duh, kapan, nih, aku nikah? Biar ada yang memanggilku sayang." Ayya menyangga dagunya dengan kedua tangan. Tidak lama kemudian sebuah bantal sofa melayang dan mendarat di mukanya sehingga membuat kami tertawa. "Masih kecil jangan mikirin nikah. Belajar dulu yang bener," ucap ibu. "Iya, deh.""Oh ya, Vir. Ada satu hadiah untukmu. Tadi udah Ibu bawa, tetapi enggak jadi diberikan. Soalnya Ibu takut di Citra pingsan dan tidak sanggup bangu
Wanita yang Menolak Lamaranku 19"Ayya, ngapain kamu di sini?" "A--aku__" Gadis berambut pendek itu gelagapan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Jangan bilang kalau kamu lewat tidak sengaja. Itu tidak mungkin. Kamar kita jauh lho. Kamar kamu di atas dan kamarku di bawah. Wah, jangan-jangan kamu mau ngintip ya, Ayo ngaku," tanyaku dengan tatapan menyelidik. Adik perempuanku satu-satunya itu mencebik. Ia mengusap wajah kasar. "Ish, siapa yang mau ngintip, sih? Aku tidak mengintip cuman mau lihat lingerie yang aku kasih tadi sudah dipakai oleh Kak Vira atau belum karena mau lihat pas atau enggak. Kakak tahu sendiri, kan kalau yang namanya memberi sesuatu itu akan merasa puas jika orang yang diberi langsung memakai sebagai pertanda menghargai orang yang member. Tapi__Ayya tidak melanjutkan ucapannya, ia menggigit bibir bawah. "Tapi apa?" Aku dan Vira serempak. Ayyara bertepuk tangan hingga suara telapak tangannya yang menyatu terdengar nyaring. "Aduh, kalian berdua kompak
Wanita yang Menolak Lamaranku 20"Maafkan aku, Mas, yang sudah membuatmu malu. Aku sadar kalau dari tadi semua orang memperhatikan kita seolah ini adalah tontonan gratis karena aku dan kamu itu jomplang banget, Mas. Kamu tampan dan gagah sedangkan aku jelek." ucap Vira Sendu. Iya berbalik membelakangiku. Aku meraih kedua pundaknya dan membalik tubuhnya sehingga sekarang kami berhadapan dalam jarak yang cukup dekat, bahkan aku dapat merasakan deru napasnya yang memburu. "Siapa yang bilang kamu jelek, kamu cantik kok, karena kecantikan seorang wanita bukan dari wajahnya melainkan di sini." Aku meraih tangan Vira dan meletakkan di dadanya. Vira tersenyum, kusibak rambutnya yang menjuntai ke depan yang tidak ikut diikat. "Aku jelek, Mas buktinya wanita itu mengatakan aku ini pembantu dan aku yakin bukan hanya wanita itu saja yang menilai seperti itu. Semua orang juga akan mengatakan demikian. Saat kita jalan beriringan seperti ini seperti seorang pembantu dan majikan." Vira menunduk.
Wanita yang menolak lamaran ku 21Vira mengambil nota dari tanganku untuk melihat biaya perawatan di salon ini meski aku sudah melarangnya. Aku tidak mau dia kaget. "Jadi, perawatanku di salon ini menghabiskan segini, Mas?" tanya Vira dengan mata melotot saat melihat nota. Aku mengangguk. "Duh, sayang sekali. Masa uang sebanyak ini hanya untuk ke salon saja? Kalau aku mending buat beli beras." Ia menggigit bibir bawah. Aku tertawa mendengar ucapannya. Tadi aku memang meminta perawatan komplit, tak heran jika uang yang harus kukeluarkan juga lumayan mahal, tetapi sebanding lah dengan perubahan Vira sekarang yang membuatku ingin terus memandangnya setiap saat, bahkan sempat tidak percaya kalau wanita yang ada di hadapanku ini adalah dia. "Kamu kenapa, Mas?" tanya Vira saat aku belum beranjak karena masih terpesona dengannya. "Enggak." Aku menggeleng. "Aku hanya nggak nyangka aja ternyata kamu lebih cantik dari yang kubayangkan.""Lihat ini, Mas. Rambutku terasa halus dan wangi ka
Wanita yang menolak lamaran ku 22Ibu berlari keluar rumah dan celingukan mencari Vira yang disusul oleh ayah. "Bu, ini Vira," ucapku sambil menggandeng tangan Vira dan mendekatkan pada ibu. "Lang, mata Ibu masih normal meski sudah tidak muda lagi. Nggak mungkin dia Vira. Jangan-jangan kamu berubah pikiran setelah melihat wanita yang menurutmu cantik ini. Akan tetapi tidak bagiku, Vira tetap menantuku yang paling cantik. Duh di mana dia? Bagaimana kalau dia tersesat nanti? Mana udah gelap lagi." Ibu panik. "Ayah bilang juga apa? Pengantin baru kok langsung pergi, begini, kan, jadinya? Elang pasti kesambet sehingga lupa kalau tadi pagi sudah melafazkan ijab qabul di depan penghulu dan disaksikan banyak orang. Kamu harus tahu, Lang, saat sudah ikrar nikah itu artinya kamu sudah berjanji di hadapan Allah akan menjaga wanita itu, tetapi apa? Kamu malah meninggalkannya begitu saja lalu membawa pulang perempuan lain ke rumah ini. Enggak, Lang, Ayah tidak setuju," ucap ayah bijak. "Aduh,