"Tidak mungkin! Jangan melantur begitu, Mira."
Senyuman Mira hambar. Rasa sakit masih menancap dan mengakar di hatinya. Ia tidak bisa mengelak bahwa ia masih mencintai Denny. Akan tetapi Denny selalu memandang dirinya sebelah mata."Baiklah, aku akan berpikir positif saja selama kamu tidak macam macam. Besok temanku akan datang dan membicarakan masalah penanaman modal. Sebaiknya kamu bersiap, Mas. Selain itu, utang kendaraan dan juga utang keluargamu akan dibahas juga di rapat besok.""Utang keluargaku?""Ya, Mas Danu meminjam uang atas namamu, Mas. Jadi besok akan diperjelas siapa sebenarnya yang akan mengembalikan utang tersebut."Denny terlihat memicingkan matanya. Ia tak pernah tahu soal utang piutang Mas Danu, bagaimana bisa dikaitkan dengannya?"Mira, aku tidak pernah tahu bahwa Mas Danu punya utang sama teman kamu, kenapa aku harus ikut memikirkan juga?"Mira bangkit dari duduknya dengan selembar kertas yang baru"Masalah itu...Uhmm Imas bilang kalau dia bisa menjadi investor perusahaan kita, berapapun yang kita butuhkan.""Apa? Ibu serius?""Iya, Denny. Ibu serius tentang Imas yang akan menanam modal untuk kita. Dia bilang juga kalau sekarang dia sudah sendiri, bercerai dari suaminya."Denny tersenyum senang dan memeluk ibunya. Ia bahkan tidak sadar kalau Mira melihatnya dengan hati terluka. Wanita itu hanya bisa meremas jarinya kuat-kuat.Bagaimana tidak, ia bisa melihat wajah pria yang dicintainya itu sangat senang atas kehadiran wanita lain. Rasanya ingin menangis, akan tetapi bukankah itu terlalu memalukan dirinya sendiri?Tiba-tiba Denny berujar, "Ibu, siapkan jamuan untuk Imas besok malam. Kita akan membicarakan hal itu di rumah ibu. Oke?""Oh, iya iya. Sekarang ibu juga sudah mengantuk sehingga harus istirahat di rumah. Ayo antar ibu dulu pulang ke rumah.""Baik, Bu."Wanita itu melangkah setelah sebelumnya menyorotkan ketidak
Menurut Mira, perusahaan yang Denny kelola memiliki banyak sekali kebocoran keuangan. Hal itu dikarenakan kebanyakan atasan divisi tidak kompeten dalam mengawasi dan menjalankan tugas mereka.Kebocoran keuangan, kebocoran waktu kerja dan kebocoran sistem manajemen yang seharusnya tidak terjadi.Kalau dibiarkan terus, maka berapapun uang yang diinvestasikan tidak akan membuat perusahaan itu bisa diselamatkan.Mira merasa heran, bagaimana bisa Denny begitu saja percaya kepada semua orang di perusahaannya sementara keadaan sudah sampai demikian kacaunya."Mas, aku tidak sedang menyalahkan semua orang. Akan tetapi aku hanya membuat evaluasi praktis tentang jurnal harian perusahaan Mas Denny. Bahkan dari absensi karyawan saja, bisa aku simpulkan betapa kacaunya manajemen perusahaan Mas Denny.""Sudahlah, aku mau kamu banyak diam sekarang, mengerti?"Mira akhirnya terdiam, menyiapkan sarapan untuk Denny dengan telaten. Wanita itu tetap meladeni kepe
Mira keluar rumah, dengan membawa satu bingkai foto pernikahan mereka dengan ukuran kecil sehingga bisa masuk ke dalam tasnya.Ia akan menuju gudang pembuatan coklat dan cookies yang diproduksi perusahaan Denny. Ia penasaran seperti apa sih perusahaan yang selama ini ditangani suaminya.Ia adalah istri seorang produsen coklat, tapi tidak pernah sekalipun merasakan manisnya kue coklat. Ini semakin menarik perhatian Mira.Dengan menggunakan taksi Mira sampai pada sebuah bangunan besar yang dijaga dua orang satpam, bangunan itu adalah dimana coklat itu diproduksi."Maaf, saya harus melihat ke dalam. Biarkan saya masuk," kata Mira pada saat masuk gerbang dan bertemu dengan penjaga.Dua orang penjaga itu saling melihat."Memangnya siapa ibu ini?" tanya mereka heran karena Mira terkesan memerintah."Saya Mira, istri Denny Nurdiansyah, pemilik pabrik ini, Pak."Sekali lagi mereka saling melihat. Mereka merasa penampilan Mira tidak me
Mira menceritakan bagaimana kondisi perusahaan saat ini, ia menjelaskan bahwa informasi dari orang yang jujur ia butuhkan saat ini."Saya mengerti, akan tetapi ini akan menjadi masalah buat diri saya pribadi. Seperti yang ibu ketahui, kedudukan saya sangat tidak penting di sini. Apabila ada yang tahu bagaimana saya memberikan informasi, maka orang lain akan menganggap saya tidak mau bekerja sama.""Pak Bono tidak perlu takut, karena pak Bono bukan melaporkan akan tetapi menjawab pertanyaan saya sebagai istri pimpinan perusahaan."Seperti dugaan Mira, informasi yang ia dapatkan memang mencocoki dengan data yang ia pelajari."Baiklah, Pak. Saya akan merahasiakan identitas pak Bono. Jangan kuatir," janji Mira pada pria itu setelah mereka selesai bercakap cakap.Iapun akhirnya kembali ke rumahnya. Ia akan menunggu hasil keputusan rapat pemegang saham di rumah sembari melanjutkan hobinya merajut benang. Ia menyukai kegiatan ini karena selagi m
"Membantumu? Uhmm, tentu saja. Perkenalkan, namaku Imas, dan Kau?" tanya Imas dengan mengulurkan tangannya. Ia sedikit menjentikkan jemarinya memamerkan nail art warna warni di kukunya, menunjukkan bagaimana Imas sangat perhatian atas pedicure dengan baik.Faza adalah pemuda yang tenang, di usianya yang terbilang dewasa ia masih melajang dan tidak terpengaruh dengan wanita semacam Imas.Bukan menyambut uluran tangan Imas, Faza malah memberikan selembar sapu tangan dari sakunya."Sorry, gunakan ini untuk merapikan lipstikmu yang sedikit berantakan," ujarnya, lalu iapun berlalu dari hadapan Imas.Imas menerima sapu tangan tersebut dengan kebingungan."Apa katamu? Lipstik...,ah... benarkah?" Imas buru buru mengeluarkan cermin kecil dari saku tas miliknya, melihat keadaan riasan wajahnya."Tapi...lipstikku baik baik saja, kok? Ah, yang benar saja?"Imas melihat sapu tangan yang masih di genggamannya. Ia mulai berpikir apa maksud pria itu m
Dengan tenang Mira meletakkan kertas di atas meja. Kertas yang menjelaskan bagaimana Denny memiliki tanggung jawab finansial yang besar.Pria itu sedikit gugup, tapi berusaha memikirkan cara untuk menghadapi Mira yang mulai memiliki kekuatan."Mira, apa bekerja di pemasaran tidak akan menyulitkan kamu? Biasanya kamu santai dan menikmati hari-hari yang tenang di rumah. Aku takut, kamu kelelahan dan semakin sulit untuk mendapatkan anak," katanya dengan suara yang dibuat lembut. Mira tahu, Denny sedang ketakutan kalau uang tersebut ditagih dengan cepat. Akan tetapi ia cukup berterima kasih dalam hati dengan "perhatian" Denny.Mendengar Denny mengatakan hal demikian, Mira tersenyum dan duduk lebih mendekat di sisi Denny. Lalu dengan manja dia berujar, "Jangan kuatir, Mas. Aku pasti akan berusaha menjaga stamina tubuhku. Dan aku juga akan bekerja dengan baik. Aku bosan, Mas. Berada di rumah terus tanpa bisa menghasilkan uang. Kan Mas Denny sendiri yang bilang kalau aku h
Mira telah sampai di halaman rumah ibu mertuanya. Dari jarak itu, terdengar gelak tawa bahagia dari dalam sana. Sudah jelas mereka sedang berbincang santai, ber-akrab ria untuk menyambut wanita "terhormat" bagi mereka itu. Mira menghentikan langkahnya, menarik napas dalam-dalam."Ya Tuhan, bukan maksudku tidak menghormati keluarga mertuaku ini, akan tetapi mereka telah merendahkan aku, hamba-Mu yang lemah ini dengan sesuatu yang tidak pantas," lirih Mira menguatkan jiwanya."Maafkan aku, Mas. Aku punya hak untuk ikut campur dalam urusan kamu ini. Karena ini menyangkut kehormatanku sebagai seorang istri," katanya lagi dan mulai melangkah ke pintu rumah ibu mertuanya.Mira sempat melihat sebuah mobil mewah berwarna kuning terparkir di sisi mobil Denny, seolah menggambarkan betapa serasinya mereka berdua ini dilihat dari mobilnya saja.Sebelum sampai di ruang tengah dimana mereka mengobrol, Mira sempat mendengar perbincangan kedua iparnya. Desy dan juga Nia. M
Mira melangkah menuruti kemauan ibu mertuanya menuju ruang dapur. Wanita tersenyum ramah akan tetapi Mira faham, itu karena tamu istimewanya."Mira, keluarkan kue brownies yang baru ibu buat di dalam lemari es. Sengaja ibu bikin buat Imas. Ibu tahu kalau Imas paling suka sama brownies," kata Magdalena menjelaskan Mira tanpa diminta.Mira masih dalam mode menurut. Akan tetapi sesekali matanya melirik ke arah Denny yang terdiam di sofa. Denny merasa tak nyaman dan pria itu membalas lirikannya dengan tajam."Nekat juga kamu," gerutu Denny pelan dan meninggalkan Mira sendiri.Tak perduli dengan tatapan tajam suaminya, Mira mengeluarkan bronis dari kulkas, lalu memindahkannya ke piring saji.Senyum getir terukir tipis di wajah Mira. Ia cukup merasa terganggu dengan perhatian Magdalena yang begitu besar pada Imas. Padahal, Imas adalah wanita yang mengacau rumah tangganya bukan menantu atau keluarga."Mas, aku heran, kenapa sih kamu tidak membawaku serta dan be