"Apa yang kamu lakukan, Mira? Kenapa kamu comot seperti itu? Lihatlah, kamu mengunyah seperti orang kelaparan?" Denny menggelengkan kepalanya melihat tingkah Mira yang menjengkelkan. "Apa kamu nggak pernah makan, makanan begini?"Pipi Mira menggembung karena mulutnya penuh dengan makanan. Ia tak peduli kedua orang di dekatnya melihatnya heran.Setelah sedikit berkurang, Mira lalu berkata, "Sejak menikah, aku memang tidak pernah bikin makanan enak seperti ini. Kamu ingat nggak Mas, kalau lebaran selalu aku yang buat brownies di rumah ibu, tapi aku nggak pernah dapat bagian. Sekarang, aku baru bisa merasakan enaknya makan brownies."Imas terkekeh geli, ia tak mengira Mira bisa melucu sampai seperti ini."Mas, biarkan saja Mira menghabiskan brownies itu, bukankah itu bagus?" lirihnya di telinga Denny.Mira bersendawa karena kekenyangan. Ia terus memakan potongan brownies sementara kedua sejoli itu saling berbincang dengan santai dan manja. Hal itu lebih memicun
"Kamu ini ngomong apa sih? Ibu itu cukup mengenal siapa Imas jauh sebelum kalian menikah. Imas dulu sering di rumah Ibu sehingga ibu sangat tahu apa seleranya. Ayam goreng ini adalah kesukaannya, begitu juga rendang dan ini," katanya sambil menunjukkan gule kambing di panci kecil."Tapi, Bu. Dia tidak akan menghabiskan semuanya. Ibu lihat kan badannya lebih kurus dari Mira, berarti makanannya nggak banyak."Magdalena semakin kesal. "Tau apa kamu ini."Masih serius ngobrol, Imas dan juga Denny datang dan mereka mengambil tempat duduknya. Mira gegas ambil tempat duduk juga di samping Denny. Saat Imas mendapatkan piring kosong dari Denny, Mira melotot tajam."Punyaku mana Mas?""Tuh, ambil sendiri!"Mira hanya bisa mengerucutkan bibirnya, 'Siapa dia sampai dilayani begitu?'Saat gilirannya mengambil menu makanan, Mira dengan percaya diri memenuhi piringnya. Dia memang mengambil sedikit nasi, hanya saja piringnya penuh dengan lauk pauk.Ayam goreng,
Karena hari makin larut dan mereka tidak bisa berbincang dengan tenang karena kehadiran Mira di tengah-tengah mereka, akhirnya Imas memutuskan untuk pulang. Rencana untuk menghabiskan malam bersama Denny juga gagal berantakan. Kekecewaan dengan sikap Denny yang membiarkan tingkah konyol Mira membuatnya kesal."Mas, aku pulang dulu saja. Kita bisa bertemu besok malam, tapi tolong jangan sampai istri kamu tau ya.""Baiklah, tapi ...""Aku bawa mobil sendiri, dan urus saja istrimu. Kamu jangan lupa, kalau kamu berjanji untuk bercerai dengan Mira setelah aku menceraikan suamiku."Denny tertegun sebentar, tetapi ia tidak bisa mungkir lagi."Tentu saja, aku akan mengatur cara supaya Mira bisa segera kuceraikan.""Apa sih masalah kamu sebenarnya? Kamu hanya perlu mengatakan dan menyerahkan surat cerai. Apa aku juga yang harus mengurus perceraian kalian?" Imas sedikit emosi.Denny terlihat gugup. Tentu saja ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa segera mence
"Aku tak perduli, toh investor itu cuma teman kamu. Samasekali bukan uangmu. Jadi, aku bisa melakukan apapun tanpa kamu ikut campur.Lagian, hubungan kita nggak harmonis, jadi lebih baik kita akhiri saja."Mira mengepalkan kedua tangannya. Ia merasa Denny memang sudah bulat ingin bercerai darinya. Ia mulai goyah, haruskah ia menerima saja perkataan Denny?"Mas, apa kali ini kamu main-main lagi?""Maksudmu?""Kamu menjatuhkan talak, Mas?"Denny mengernyit. Apakah ia baru saja menceraikan Mira? batinnya."Aku...aku memang mau menceraikan kamu...tapi sebenarnya aku sedang mengajakmu untuk berpikir.""Apa kamu serius, Mas?"Mereka diam dengan tatapan yang saling mengunci. Denny juga merasa bimbang, tetapi bukankah itu adalah keinginannya yang sebenarnya?Denny tak bergeming, ia menatap istrinya dengan pandangan membeku. Ia tak bisa lagi berpikir kecuali memikirkan janji yang telah ia ucapkan untuk Imas.Baginya, wanita itulah yang telah b
Tak lama kemudian, Mira melihat Denny sudah dengan pakaian kerjanya."Mas, biar aku buatkan sarapan untukmu," kata Mira mengingatkan Denny untuk sarapan."Tidak perlu, dan kamu juga tidak usah menyiapkan makan untukku," katanya dan melangkah pergi tanpa menoleh.Mira menatapnya kepergian Denny dengan sendu. Ia mencoba memahami akan tetapi tidak ada lagi yang bisa ia simpulkan saat ini kecuali bahwa sebenarnya Denny bersungguh-sungguh mengatakan tentang perceraian tadi malam."Apalagi yang harus kuharapkan? Saat seperti ini akhirnya datang juga dalam hidupku," ucapnya lirih.Mira merenung dalam kegundahannya. Ia tak harus kehilangan arah bukan? Ia masih harus menahan air matanya untuk bisa melangkah menyongsong hidupnya.Mira menatap ke cermin, ia mengenakan hijab biru muda dan sedikit menebalkan riasannya. Ia masih harus berangkat bekerja meskipun cukup berat rasanya. Lalu iapun menghubungi Faza."Aku butuh bantuanmu, bisakah ku menemuiku di kantor g
Faza tak perduli dengan kata-kata Denny. Ia bahkan sangat jelas melihat, menyaksikan sendiri bagaimana Imas dan Denny bermesraan di kantor. Memberikan pukulan untuk Denny belum cukup samasekali sebagai pelajaran. "Salah? Seharusnya aku memukul wanita itu menurutmu? Ah, aku baru tahu kalau kamu suka bersembunyi di ketiak perempuan."Mata Denny menatap nyalang Faza yang mencibirnya, "Kamu tahu siapa aku, bukan? Aku pemilik perusahaan ini, aku bisa membuatmu diseret para penjaga itu sekarang juga!""Jangan kuatir, aku juga bisa melakukannya, menyeretmu dalam masalah besar. Menjelaskan pada orang-orang yang belum tahu fakta siapa sebenarnya atasannya. Sepertinya cukup menarik bukan?"Denny semakin kesal, kalau saja bukan di dalam lingkup perusahaan, mungkin saja ia akan membalas kelakuan Faza. Iapun melihat ke arah Mira dan Faza bergantian."Kalian lebih buruk dariku!" ujarnya dan melangkah pergi dari hadapan mereka berdua.Faza menatap kepergian Denny dan
"Untuk apa kamu bertanya seperti itu, Faza? Bukankah Denny itu suamiku, dan mana mungkin aku tidak mencintai suamiku sendiri?" jawab Mira dengan tenang, lalu ia berkata, "Saat ini yang aku butuhkan adalah ketabahan untuk mengahadapi hidupku yang akan datang. Tidak perduli dengan masa sulit ini, aku akan menjalani saja hidupku. Kamu juga tahu kan kalau aku sekarang sangat kaya, yah... anggap saja sekarang aku terhibur dengan uang yang aku miliki."Melihat Mira yang tidak merasa terbebani dengan permasalahannya bersama Denny, ia sedikit tenang meskipun hal itu sangat mengganggunya."Terserah kalau begitu, tapi aku ingatkan ya, kamu jangan menyesal kalau suatu saat Denny terus membuatmu kecewa.""Iya, iya."Untuk beberapa lama mereka terdiam lalu membicarakan masalah pekerjaan. Sesampainya di rumah, Mira melihat Denny juga sudah berada di rumah. Mereka tidak saling bertegur sapa kecuali sebatas salam."Mira, bisakah kamu duduk sebentar?"Mira menoleh,
Mira hanya tersenyum kecil, merasa geli dengan sikap Denny yang antipati. 'Kapan lagi aku menggodamu, Mas,' batin Mira dan memejamkan matanya. Keesokan pagi harinya, Mira tidak mendapati Denny berada di tempat tidurnya padahal masih waktu subuh. Ia sedikit heran, akan tetapi ia mencium aroma sedap dari arah dapur.Karena penasaran, Mira berjalan ke arah dapur untuk mencari tahu. Ternyata ia mendapati Denny sedang memasak sesuatu sambil melihat ke arah ponselnya."Lagi bikin apa, Mas?"Hups! Denny terkejut dengan kedatangan Mira yang tiba-tiba sehingga spatula di tangannya terlempar ke wajahnya. Tak ayal lagi, wajah Denny belepotan cairan tepung."Haish! Bikin kaget aja. Apa kamu hantu, jalan nggak ada suaranya begitu."Mira terkekeh, Denny sangat lucu saat terkejut dan terkena tepung di wajahnya."Maaf, tapi tumben sekali kamu bangun langsung masak di dapur. Ada apa nih yang membuat kamu berubah seketika, Mas?""Loh, apa kamu lupa? Bukankah hari