Setelah membicarakan semua hal serius hingga bercanda, bahkan sampai kami pindah ke cafe sekadar untuk duduk dan minum, tanpa terasa senja pun menyapa. Itu artinya sebentar lagi malam dan pertunjukan air menari akan segera dimulai.“Kita harus ke tempat pertunjukan agar bisa mendapatkan tempat duduk yang nyaman,” ujar Keenan.“Ayo! Kita jalan ke sana saja sekarang,” ajak Dokter Raffa.Aku dan Keenan berjalan terlebih dahulu, diikuti oleh Cheryl dan Dokter Raffa.“Wah, masih panas, Kee,” ujarku. Aku praktis menyipit begitu cahaya matahari menerpa wajah saat langkah kami sudah tiba di sisi bagian luar.“Tidak apa-apa, ini hanya sebentar,” jawab Keenan. Matanya ikut menyipit, tetapi dia tetap melangkah menuju ke anak tangga paling depan. Itu tempat yang paling strategis untuk menonton.Saat ini memang tempat ini sangat sepi. Tapi, lihat saja nanti … semakin malam pasti tempat ini akan semakin ramai dengan pengunjung.“Masih panas, Li!” Itu suara Cheryl yang mengajukan protes. Posisinya m
Aku menutup ponsel dalam keadaan kesal. Akhir minggu depan Papa dan Mama mau datang ke Singapura.Ah, kenapa ini membuat hatiku seketika mencelos?Anggaplah aku ini anak yang aneh. Saat orang lain merasa senang mendengar keluarganya mau datang mengunjungi, aku justru merasa kesal dan tidak suka. Akan tetapi, hubunganku dengan keluarga tidak cukup dekat.Seperti yang pernah aku ceritakan pada Keenan, kedatangan Mama justru membuatku mendadak tidak memiliki apa-apa dan merasa diri ini tidak berguna. Semua tabungan dan perhiasan yang aku beli dari hasil kerja pasti diambil dengan alasan agar tidak hilang. Ujung-ujungnya, saat aku perlu atau ingin pakai, Mama pasti menyuruhku minta Papa.“Orang tuamu mau datang ke Singapura, Li?” tanya Keenan membuatku terkesiap.“Iya,” jawabku singkat.“Kamu terlihat tidak senang mendengar kabar kalau orang tuamu akan datang,” ujar Keenan.“Begitulah,” sahutku malas.“Tidak boleh begitu, Li. Bagaimanapun mereka adalah orang tua. Kita harus menghormati me
Seandainya bisa, ingin rasanya aku membuat waktu berjalan lebih lambat dari biasanya agar waktu kedatangan Papa dan Mama tidak terlalu cepat. Akan tetapi, siapa yang bisa menghentikan waktu?Saat ini, aku dan Cheryl sudah berada di bandara untuk menjemput Papa dan Mama. Menurut jadwal, seharusnya mereka sudah tiba. Mungkin mereka masih mengambil barang-barang.“Apa kita akan langsung mengantar orang tuamu ke hotel?” tanya Cheryl.“Entahlah. Mungkin saja,” jawabku malas.“Hei, apa kamu semalam tidak tidur dengan baik?” tanya Cheryl sambil mengamati kedua mataku.“Iya … semalam aku tidak bisa tidur dengan baik,” jawabku mengulangi pertanyaan Cheryl. Aku mengedarkan pandangan ke arah pintu keluar para penumpang pesawat.“Seharusnya kamu tidur dengan baik, Nona. Kita pasti akan sangat sibuk dengan kedatangan orang tuamu,” ujar Cheryl.“Seharusnya kamu tidak perlu mengambil hari libur. Aku dan orang tuaku bisa naik transportasi umum.” Aku berkata.“Setelah aku pikir-pikir … besok aku meman
“Bagaimana pekerjaanmu, Li?” Kini Mama menoleh ke arahku.“Baik, Ma. Semua berjalan seperti biasa,” jawabku singkat.“Apa Tante tidak berniat bertanya padaku?” canda Cheryl.“Apa kamu sudah punya kekasih?” tanya Mama dengan senyum menggoda.“Pertanyaan Tante menyinggung saya,” jawab Chery sambil mengerucutkan bibirnya. Tentu saja dia hanya pura-pura marah.Bukannya kesal, Mama justru tertawa terbahak-bahak.“Tante tidak perlu bertanya mengenai pekerjaan karena kamu itu sudah memiliki kehidupan yang sangat baik. Tante hanya penasaran dengan kekasihmu,” ujar Mama.“Tidak lama lagi Cheryl akan memiliki kekasih,” celetuk Keenan.“Benarkah? Kamu harus mengenalkannya pada Tante,” sahut Mama.Sebenarnya aku sudah terbiasa dengan sikap Mama yang terlihat begitu menyayangi Cheryl. Namun, sejujurnya aku malu dengan Keenan dan Cheryl. Aku ini anaknya, tetapi Mama bersikap seolah-olah begitu membenciku.Apa aku ini anak yang tidak diharapkan?Kalau benar Mama tidak mengharapkan aku, apa aku boleh
Kali ini Papa dan Mama pergi bersama Cheryl dengan menggunakan mobilnya. Sedangkan aku pergi bersama Keenan di mobilnya.Suasana agak sedikit canggung mengingat Keenan baru saja menyatakan cintanya. Aku hanya heran, kenapa aku tidak merasa sedih seperti biasanya? Apa karena suasana hati sudah didominasi oleh kedatangan Papa dan Mama?“Apa kamu sedih karena Papa dan Mama ikut mobil Cheryl?” tanya Keenan membuatku terkesiap.“Tidak. Sikap Mama sudah seperti itu sejak beliau mengenal Cheryl,” jawabku.“Pasti ada sesuatu yang membuat mamamu bersikap seperti itu,” ujar Keenan.“Iya dan aku tidak mengerti masalah yang sudah aku lakukan yang membuat Mama bersikap demikian,” sahutku lirih.Keenan meraih tanganku, mungkin sekadar ingin menyalurkan ketenangan.“Setidaknya papamu masih bisa bersikap netral,” ujar Keenan.“Iya,” jawabku.“Li, sekarang kamu resmi menjadi kekasihku, ‘kan?” tanya Keenan.“Katanya, kita selesaikan dulu masa lalu, baru menjalani hubungan yang lebih serius,” jawabku de
Aku hanya tersenyum dengan tulus pada Cheryl. Aku ikhlas … sungguh aku ikhlas. Cheryl juga sudah melakukan banyak hal untukku. Dia berhak mendapatkan banyak hadiah dari Mama.Sebenarnya aku tidak pernah peduli dengan materi. Aku juga tidak pernah iri dengan milik orang lain. Aku menjalani kehidupan dengan apa yang diberikan Tuhan padaku.Apa aku terlalu pasrah?Aku hanya tidak ingin ribet dengan urusan materi. Seandainya pun aku tidak mendapat warisan, aku tidak akan menuntut macam-macam. Apa ini yang dinamakan sudah mati rasa?Di dalam hidup ini, aku hanya ingin merasa dicintai oleh orang-orang yang aku sayangi. Aku hanya ingin Mama menyayangiku. Mungkin selama ini Mama menyayangiku, tetapi caranya tidak sampai menyentuh hatiku sehingga membuatku tidak merasa kalau Mama menyayangiku.Ah, sudahlah … aku tidak ingin membahasnya lagi. Papa sudah memberikan penjelasan dan aku akan menurunkan ekspektasi untuk mendapatkan hati Mama.Benar! Mungkin ini satu-satunya cara agar aku tidak kecew
BRAK!“Aaaaa! Tolong!” seruku sambil menutup wajah dengan kedua tangan.Tin! Tin! Tin!Aku mendengar suara bel mobil yang saling bersahutan, membuat debaran di dada tiba-tiba meningkat berkali-kali lipat. Ini membuatku tidak berani membuka mata.Apa kami baik-baik saja? Apa yang terjadi di luar sana? “Hah! Hah! Hah!”Aku dapat mendengar suara napas Keenan yang terengah-engah.Setelah agak lama aku dan Keenan hanya diam. Akhirnya Keenan bersuara, “Apa kamu baik-baik saja, Li?”Aku baru sadar kalau tidak merasakan apa pun. Maksudku, aku tidak merasa mobil Keenan ditabrak. Lalu, suara tabrakan tadi … apa itu?Perlahan aku menurunkan kedua tanganku sambil melihat ke sekitar. Benar … tidak terjadi apa-apa. Hanya posisi mobil kami saja yang berada di tengah-tengah perempatan jalan. Untuk saat ini, Keenan tidak bisa melajukan kendaraannya karena di sekitar kami sudah ramai dengan kendaraan yang lain.“A-apa k-kamu ditabrak?” Bukannya menjawab, aku justru balik bertanya.“Tidak. Aku berhasil
“Li! Aku dicuekin sih?!” pekik Cheryl kesal.Bukannya menjawab pertanyaan Cheryl, aku justru berjalan keluar untuk memberikan baju pada Keenan.“Aku mungkin perlu menaruh pakaian di sini agar sewaktu-waktu kalau perlu menginap tidak perlu menyusahkanmu,” ujar Keenan.“Sekalian pindah di sini saja, Kee.” Itu suara Cheryl yang ternyata sudah menyusulku.“Itu usul yang bagus. Di sebelah ada unit yang baru saja direnovasi dan sepertinya belum ada yang menyewa,” jawabku.“Aku tidak bisa pindah karena pekerjaanku juga ada di Alexander Apartment,” ujar Keenan.“Ah, benar juga,” gumamku.“Kalau tidak salah, di sebelah akan ditempati oleh pemiliknya sendiri, Li,” celetuk Cheryl.“Oh,” sahutku.“Aku ganti pakaian dulu ya,” pamit Keenan.Aku buru-buru mengangguk.“Aku juga mau ganti pakaian,” ujarku pada Cheryl.“Terus saja menghindar! Aku doain kalian segera menikah,” gerutu Cheryl.Namun, bukannya marah, aku hanya tertawa kecil sebagai respons.Di dalam kamar, aku berjalan perlahan menuju ke j