“Dina, apa kamu bisa bersikap lebih baik?” tanya Om Danendra pelan. Namun, suaranya masih bisa terdengar oleh kita semua.“Sebaiknya kamu melanjutkan acaramu sendiri, Di,” lanjut Tante Iva. Dari raut wajahnya, aku bisa merasakan kalau Tante Iva tidak suka dengan ucapan Dina.“Aku hanya mengungkapkan isi hatiku mewakili Finn. Aku rasa … aku tidak melakukan kesalahan apa pun,” ujar Dina. Gayanya begitu angkuh dan sangat mengintimidasi aku.Ingin rasanya aku menangis. Pun aku tidak berani melihat ke arah Keenan karena di sini dia juga tersudut. Apa ada yang salah dengan cinta?“Dina ….” Tante Iva berusaha menarik tangan Dina, tetapi tampaknya dia tetap bertahan pada posisinya.“Aku tidak setuju kalau Lilian jatuh cinta dengan pria lain!” seru Dina marah.“Dina, apa kamu mau Om memarahimu di sini … di depan banyak orang?” tanya Om Danendra. Ini pertama kalinya aku melihat Om Danendra terlihat begitu geram.Dina menatap tajam ke arahku. Sedangkan aku sendiri hanya bisa diam, menahan air ma
“Om dan Tante pulang dulu, Di,” pamit Tante Iva ketika melewati Dina.“Iya,” sahut Dina. Netranya sempat menatap tajam ke arahku. Namun, aku hanya tersenyum dan mengangguk untuk pamit.“Belum tahu rasanya diterbangin pakai baling-baling bambu tuh orang ya,” gumam Cheryl sangat pelan. Aku yakin tidak ada yang mendengar perkataan Cheryl ini. Akan tetapi, aku yang berada di sebelah Cheryl persis tentu bisa mendengarnya.“Sshhh …!” Aku memberi tanda agar Cheryl menjaga ucapannya. Bisa gawat kalau Cheryl bicara kasar pada Dina.“Biarin!” kesal Cheryl.Kalau sudah jengkel dengan seseorang dan merasa tidak melakukan kesalahan, Cheryl memang sangat nekad.Sikap Cheryl ini benar-benar membuatku khawatir. Pasalnya, aku tidak ingin membuat masalah dengan anggota keluarga Finn.Urung naik Singapura River Cruise, Om Danendra dan Tante Iva mengajak kami mampir ke unit apartment milik mereka. Di sana memang tempat paling aman untuk membicarakan sebuah strategi tanpa merasa khawatir pembicaraan akan
Berkali-kali Keenan melihat ke arah kaca spion tengah dan dia melajukan kendaraan menuju ke arah pusat kota.Beruntung malam ini jalanan masih terlihat ramai sehingga aku merasa lebih tenang.Beruntungnya lagi, tadi Om Danendra sudah langsung menyuruh kami menggunakan mobilnya. Besok, orang kepercayaan Om Danendra sendiri yang akan mengantarkan mobil milik Keenan ke Alexander Apartment.“Bagaimana kamu tahu kalau kita sedang diikuti?” tanyaku hati-hati.Sejujurnya, aku tidak berani melihat ke belakang atau ke sekitar. Aku hanya duduk diam dan melihat lurus ke depan.“Sejak kita keluar dari gedung apartment tempat Om Danendra tinggal, ada satu mobil SUV berwarna hitam terus mengikuti kita,” jawab Keenan.“Sampai sekarang?” tanyaku.“Iya. Nanti di depan itu ada belokan. Kamu bersiap dengan segala pergerakanku, ya!” Keenan memberi tahu.“Hm, apa aku perlu menghubungi Om Danendra?” tanyaku. Aku tidak terlalu menanggapi perkataan Keenan karena aku sudah pasti akan bersiap.“Boleh. Telepon
“Li!” panggil Cheryl. Dia sudah masuk ke dalam mobil, tetapi keluar lagi untuk memanggilku.Tanpa memberikan jawaban, aku hanya mengangguk dan bergegas masuk ke dalam mobil.Sembari mengenakan sabuk pengaman, aku masih terus mengedarkan pandangan ke sekitar, bahkan ketika Cheryl sudah melajukan kendaraan, aku masih terus melihat ke sekitar. Akan tetapi, aku tidak menemukan apa pun.“Kamu mencari apa sih?” tanya Cheryl.“Tadi ketika keluar dari lobby apartment, sudut mataku seperti melihat seseorang yang sedang mengamati kita,” jawabku.“Apa kamu juga melihatnya?” Cheryl kembali bertanya.Aku menoleh ke arah Cheryl sambil mengernyit.“K-kamu juga melihatnya? Berarti aku tidak salah,” jawabku.“Aku kira itu hanya perasaanku. Namun, aku sempat melihat seorang pria dengan topi berwarna cokelat muda, terus memperhatikan kita dari balik mobil yang parkir di dekat pos keamanan,” ujar Cheryl.“Apa itu mobil SUV berwarna hitam?” tanyaku pelan.“Iya,” jawab Cheryl membuatku terbelalak.“Astaga!
Lima menit berlalu dan mesin cetak masih terus bekerja. Aku harus bagaimana? Apa aku boleh menelepon Om Danendra? Akan tetapi, aku tidak ingin dianggap memanfaatkan hubungan baik.Aku berkali-kali menggenggam kedua telapak tangan yang sudah basah dan masih gemetaran. Sesekali aku mengusap pelan bulir-bulir keringat yang membasahi wajahku dengan tisu.“Lilian, apa kamu sudah selesai?” Liam menyembulkan kepala dari balik pintu dan bicara dengan nada suara keras.“Belum, Liam. Aku sudah berusaha secepat mungkin,” sahutku.“Dengar aku baik-baik, Lilian! Aku akan memotong gajimu kalau perusahaan ini rugi!” Liam mengancam.Saat tidak marah saja wajah Liam sudah tidak baik untuk kesehatan mata dan jantung, apalagi saat marah begini … benar-benar seperti bom yang siap meledak.“M-maaf, a-apa aku boleh menghubungi Pak Danendra untuk mengatakannya secara langsung pada beliau bahwa ada kesalahan dan aku sedang berusaha memperbaikinya?” tanyaku memberanikan diri.“Ah, punya nyali juga kamu! Catat
Keenan POV“Li …, j-jangan mundur lagi!” ujarku.Posisi Lilian sekarang sudah berada di bagian paling pinggir. Tidak tidak … dia tidak boleh jatuh.“Jangan mendekat!” seru Lilian.“I-iya, aku tidak mendekat,” jawabku berusaha mencari akal.Keadaan Lilian saat ini tidak baik-baik saja sekarang. Hatiku benar-benar hancur saat mendengar Lilian berteriak histeris … dia benar-benar menumpahkan segala beban yang ada di dalam hatinya.Aku tahu Lilian sedang dalam keadaan tertekan.Aku berada di kantor Lilian karena mendapatkan informasi dari Om Danendra kalau Cheryl menghilang. Orang kepercayaan Om Danendra berkata, seseorang memang sedang mengikuti Cheryl.Aku tidak tahu ceritanya secara lengkap, tetapi yang pasti Om Danendra memintaku agar segera menemui Lilian. Melihat keadaan Lilian yang seperti ini, aku rasa Lilian sudah tahu kalau Cheryl menghilang.“Li—““Jangan mendekat kalau kamu tidak ingin menjadi sial sepertiku!” pekik Lilian. Dia tidak berhenti menangis dan keadaannya sangat ber
Teriakan Lilian praktis membuatku dan Om Danendra mengikuti arah tangan Lilian menunjuk.Seorang gadis dengan rambut diikat semua ke belakang sedang berdiri di depan sebuah rumah sambil berusaha melihat ke dalam.Dari posisi kami saat ini, seorang gadis itu memang terlihat seperti Cheryl. Namun, bukankah tadi Cheryl menghilang dan ponselnya digunakan oleh seorang laki-laki yang tidak dikenal? Bagaimana bisa Cheryl berdiri di depan sebuah rumah seperti itu? Jangan-jangan gadis itu hanya seseorang yang mirip dengan Cheryl.“Apa tadi Cheryl menggunakan pakaian itu?” tanya Om Danendra.“Ayo, turun! Itu Cheryl! Kita harus mengajaknya pergi dari sini sebelum seseorang menangkapnya!” Bukannya menjawab pertanyaan Om Danendra, Lilian justru memaksaku agar segera keluar dari mobil.“Tiger Chang, itu Cheryl atau bukan?” tanya Om Danendra menggunakan bahasa Inggris.Tanpa memberikan jawab, Tiger Chang perlahan melajukan kendaraan mendekati Cheryl sambil melihat ke sekitar rumah melalui kaca spion
Lilian POV“Suster Keysa, apa kamu baik-baik saja?” tanya Cheryl lagi.Penampilan Suster Keysa sangat berantakan … ah, ini bukan hanya berantakan, melainkan terlalu kacau. Pakaiannya sudah sobek dan sangat terbuka.“I-iya, a-aku baik-baik saja,” jawab Suster Keysa gugup. Tubuhnya gemetaran, tetapi dia tidak menangis. Tangannya memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya.“Benarkah? Kamu benar-benar baik-baik saja? Tidak ada yang terluka?” Untuk kesekian kalinya, Cheryl bertanya.“I-iya, b-benar … aku baik-baik saja,” jawab Suster Keysa.“Apa seseorang telah berbuat jahat padamu?” Itu suara Om Danendra.Suster Keysa terlihat menghela napas sejenak. Dia lalu mengangguk.“Seseorang hendak melakukan kekerasan pada tubuh saya, tetapi beruntung saya sedang datang bulan, tepat saat lagi banyak-banyaknya,” jawab Suster Keysa. Dia tidak terlihat canggung saat mengatakan itu.Tanpa sadar aku menghela napas lega. Ternyata alam semesta masih berbaik hati denganku. Seandainya terjadi sesuatu deng