All Chapters of Merajut Asa: Chapter 11 - Chapter 20
97 Chapters
11. Sindrom Katak Rebus
Bayangan benda di sepanjang jalan yang dilewati oleh Jovita Minggu pagi itu sudah sama tinggi dengan bendanya saat ia berada dalam kereta menuju Belgrave. Belgrave terletak di Dandenong Ranges - yang merupakan paru-paru bagi Melbourne - berjarak sekitar 40 kilometer dari Central Business District (CBD) Melbourne dan dapat ditempuh dalam waktu satu jam menggunakan kereta. Hanya tinggal Jovita sendiri dalam gerbong saat kereta berhenti di stasiun Belgrave yang merupakan ujung dari layanan jalur timur. Hawa Belgrave yang cukup dingin langsung terasa menusuk tulang begitu ia melangkahkan kaki ke luar dari gerbong. Penanda suhu di stasiun memperlihatkan angka 8 derajat Celcius. Dirapatkannya jaket yang membalut tubuh dan bergegas berjalan ke luar. Jovita mempercepat langkahnya saat menapaki ramp¹ menuju jembatan yang merupakan jalan keluar dari stasiun Belgrave. Dari atas jembatan, dilihatnya Agnes baru turun dari mobil Skoda Kodiaq hitam. Ia mempercepat langkahnya.
Read more
12. Pencerahan
Agnes membuka pintu teras, lalu mengajak Jovita duduk di beranda yang menghadap ke kebun bunga di samping rumahnya. Udara segar akan bagus untuk menenangkan hati sahabatnya. "Apa yang harus kulakukan, Nes?" Jovita memandang ke depan dengan tatapan kosong, menyiratkan keputusasaan. "Sebelum memikirkan apa yang harus kamu lakukan, ada beberapa hal yang perlu kamu yakini terlebih dahulu. Ini sangat penting untuk membantumu menyiapkan langkah. Pertama, kamu bukan penyebab perlakuan buruk Ezra dan kamu tidak bisa disalahkan atas tindakan yang diambilnya. Apa pun alasannya, semua murni keputusan Ezra untuk berselingkuh dan juga melakukan tindak kekerasan kepadamu. Ini yang sangat mendasar. Banyak korban yang sulit melangkah ke luar karena merasa dirinya turut berkontribusi pada perilaku pasangan," papar Agnes. Jovita mengembuskan napas dengan berat. "Aku sudah sempat berpikir seperti itu, bahwa Ezra menjadi kasar karena ulahku. Aku menjadi sangat berhati-hati bersi
Read more
13. Sekeping Puzzle
Dengan masih menahan sedikit nyeri di kaki, Jovita memasuki Dock 37 Bar & Kitchen di hotel Pan Pacific yang diinapinya untuk menikmati sarapan. Ia melirik arloji, belum jam 7 pagi, tapi restoran sudah cukup ramai. Tampaknya berbagai kegiatan seminar di Melbourne Convention & Exhibition Center (MCEC) menyebabkan okupansi hotel ini juga meningkat. Kepalanya menoleh ke kanan kiri mencari meja yang kosong. "Kamu bisa duduk di sini jika tidak ada tempat kosong," ujar seorang pria yang duduk persis di samping posisinya berdiri. Jovita menoleh, dahinya berkerut. Penampilan Joseph berbeda dengan dua hari kemarin. Jauh lebih rapi sehingga membuatnya nyaris tidak mengenali pria itu walaupun tadi sempat melihat ke arahnya sekilas. "Terima kasih, maaf aku tidak melihatmu barusan," sahutnya sedikit berbohong sambil meletakkan tas di atas meja. "Bagaimana kakimu?" tanya Joseph lalu menyeruput kopinya. "Jauh lebih baik. Terima kasih,"jawab Jovita. Ia kemudia
Read more
14. Makna Peristiwa
Jarum di arlojinya menunjukkan pukul 4 sore saat Jovita selesai berbincang untuk melakukan pendekatan dengan salah satu penulis ternama Personal Branding. Sesi seminar di dalam ruangan sudah separuh jalan, membuatnya sungkan untuk masuk. Ia pun memutuskan untuk keluar dari area MCEC, mencari udara segar di pinggir sungai Yarra. Bangku panjang di South Wharf Promenade pinggir sungai Yarra menjadi pilihan Jovita untuk beristirahat. Hasil terjemahan puisi dari Amelia telah masuk. Ia pun mempersiapkan langkah selanjutnya. Dear Amelia, Terima kasih banyak atas terjemahan puisinya, kekasih saya sangat senang, dia bilang puitis sekali. Katanya puisi ini mampu mengobati kerinduannya karena sudah sebulan kami tidak bisa berjumpa. Kebahagiaan ini tentu tidak akan saya dapatkan tanpa bantuanmu. Terima kasih banyak. Salam,Lydia Jovita membaca ulang konsep surat balasannya, lalu mengirim ke Amelia. Ia harus
Read more
15. Celah Pintu
Tiiing! Suara nyaring berbunyi yang kemudian diikuti oleh terbukanya pintu lift di lantai 6. Tiga orang telah berada di dalam lift tersebut, dua wanita kaukasia paruh baya dan seorang pria berjas. Joseph. "Morning." Jovita melangkah masuk ke dalam lift seraya mengukir senyum di heart-shaped lips-nya. Dua wanita tersebut membalas sapaan Jovita. Joseph tidak berespons. "Hi, Joe," sapa Jovita khusus untuk pria yang tidak mau membalas tegurannya barusan. "Hi," balas Joseph datar. Dalam hati ia menerka sebentar lagi perempuan ini pasti akan memulai b**a-basinya. "Di lantai berapa kamu menginap?" Jovita membuka percakapan. Joseph tersenyum, dugaannya tidak meleset. "Delapan," jawabnya singkat. Dalam hati kembali menebak, pasti perempuan ini akan melanjutkan dengan pembicaraan tentang seminarnya kemarin. "Sepertinya presentasimu kemarin sukses," sanjung Jovita. Senyum Joseph kian lebar, pred
Read more
16. Penerimaan Emosi
Penampilan Melissa Benson - seorang pembicara dari Australia yang inspiratif - di panggung Goldfields Theater memukau Jovita. Perempuan kelahiran Arizona, Amerika itu kehilangan penglihatan di awal usia 20 tahun, sehingga terpaksa mengerahkan segenap potensi diri untuk menghadapi tantangan hidup. Berbagai upaya luar biasa telah dikerahkannya hingga akhirnya ia bisa menularkan optimisme bagi banyak orang seperti sekarang ini. Ponsel Jovita bergetar, sebuah pesan masuk. Ia hanya melirik untuk mengetahui asal pengirim karena tidak ingin fokusnya terganggu. Sejak tadi, ia memilih untuk mengabaikan semua pesan. Namun, begitu dilihatnya pengirim pesan adalah Bayu, ia tak bisa menahan diri untuk langsung membukanya. Ezra kemarin datang ke unit Amelia jam setengah dua siang. Isi pesan dari Bayu. Konsentrasi Jovita buyar seketika. Itu berarti selang beberapa saat setelah ia menelepon Ezra yang mengaku hendak masuk ruang sidang. Suaminya jelas-jelas berbohong.
Read more
17. Perbincangan Pagi
Begitu melangkah masuk ke Dock 37 Bar & Kitchen, mata Jovita menyapu ke sekeliling ruangan. Mencari Joseph, Thomas, atau Edda. Berusaha menemukan orang yang dikenal untuk berbincang sambil menikmati sarapan bersama. Suasana restoran pagi ini lebih lengang dari dua hari kemarin. Ia melirik arloji, hampir pukul 7. Biasanya Joseph sudah datang sekitar jam ini, sedangkan Thomas dan Edda sedikit lebih siang. "Mencariku?" tegur seorang pria dari arah belakang Jovita. Aroma kayu bercampur rempah menguar dari tubuhnya. Jovita tersenyum lebar sambil menoleh. Suara dan wangi parfum pria itu sudah terekam di memorinya. "Mencari orang yang sudah bisa memaklumi kebiasaan b**a-basiku." Joseph menciptakan lengkungan tipis di bibir. Ia menunjuk ke salah satu meja di sudut resto. Terdapat empat kursi yang masing-masing berada di tiap sisi meja. Ia mempersilakan Jovita berjalan terlebih dahulu. "Bagaimana cara menjaga kesehatan otak kita agar tidak mudah pikun?" ta
Read more
18. Rasa Nyaman
Usai sesi seminar berakhir, Jovita segera melesat ke kamarnya, mengganti pakaian dan sepatu olahraga. Ia tidak mau menghabiskan sore ini dengan meratapi keberengsekan Ezra di tepi sungai. Saran Joseph untuk berolahraga merupakan cara yang lebih baik untuk memanfaatkan waktu dan mengalihkan pikiran. "Hanya dibutuhkan tekad untuk mewujudkannya, bukan?" celetuk seorang pria ketika Jovita melangkahkan kaki masuk ke lift. Joseph sudah berada di dalam lift dengan pakaian olahraga. "Aku merasa harus menghormati orang yang memberi jawaban atas pertanyaanku," sahut Jovita dengan senyum merekah. "Kamu hendak berolahraga di gimnasium?" Joseph menggeleng. "Sore ini sepertinya cerah, mungkin aku akan menyusuri sungai Yarra." "Apakah kamu sudah pernah mengunjungi Royal Botanic Gardens?" tanya Jovita. Tiba-tiba terlintas di kepalanya untuk berolahraga di sana. "Belum. Kamu akan ke sana?" Joseph ganti bertanya. Jovita mengangguk. "Kamu bisa pergi bers
Read more
19. Pengganggu
Antrean panjang peserta seminar terlihat memenuhi area eksebisi di depan Goldfields Theater. Keynote speaker penutup acara seminar, Nick Vujicic mampu memukau hadirin dan membuat mereka rela berbaris demi mendapat tanda tangan dan foto bersama sosok inspiratif itu. Nick adalah motivator berkewarganegaraan Australia Amerika yang mengidap tetra-amelia syndrome - sebuah kelainan langka yang membuat bayi terlahir tanpa lengan dan kaki. Perjuangan hidup Nick yang jauh dari kata mudah menggugah peserta untuk turut memiliki semangat bangkit dari keterpurukan. Jovita melongok ke deret di depannya, menghitung berapa orang lagi yang harus dinanti untuk dapat berbincang sejenak dengan Nick. Masih sekitar dua puluh orang, tiap orang rata-rata menghabiskan waktu 3 menit, sehingga ia harus menunggu sekitar satu jam dalam barisan yang sudah mengular ini. Ia mengembuskan napas berat, kalau saja bukan Nick Vujicic yang fenomenal dan potensial untuk kolaborasi bisnis, sudah pasti ia
Read more
20. Perpisahan
Pukul 7 malam, mereka berempat telah berada di Charcoal Lane Restaurant. Tempat makan yang menyajikan makanan asli Australia ini berlokasi di daerah Fitzroy yang terkenal sebagai pusat wisata kuliner Melbourne. Daging kanguru dan walabi, serta ikan barramundi menjadi menu andalan restoran ini. Kesan simpel hadir dalam balutan interior restoran yang didominasi oleh warna hitam putih. Lantai parquet1 dan dekorasi lampu-lampu besar terbuat dari rotan menciptakan kehangatan yang membuat pengunjung betah berlama-lama menyantap sajian restoran tersebut. Mereka berempat duduk mengelilingi meja yang berada tidak jauh dari bar. "Apakah kamu pernah ke sini sebelumnya?" tanya Thomas kepada Jovita yang duduk di sisi kirinya. "Pernah satu kali, temanku Agnes yang mengajakku ke sini dua tahun lalu. Dua hari lalu, aku dan Joseph makan malam bersamanya di restoran Indonesia," sahut Jovita. Ada nyeri di dada mengingat momen dua tahun lalu bersama Ezra di s
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status