Semua Bab Sweet Dreams: Bab 41 - Bab 47
47 Bab
Menahan Gejolak Rasa
 Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua keluarga Kumar semakin dekat, bukan menunggu hari baik, tapi menunggu hari penentuan nasib mereka. Dan pada hari ini, sebuah fakta yang selama ini disembunyikan, telah Rayyan siapkan.  Sebelumnya, tanda-tanda yang disampaikan Leon tentang keberadaan pengacara Tuan Harun, membuat Rayyan kebingungan. Pasalnya pengacara tersebut bukan seperti yang ada dalam bayangannya."Ada suara wanita yang kami tafsirkan, Bos. Dan kemungkinan, dia memang pengacara tersebut." Leon menyampaikan.  Rayyan terkejut, dia berpikir itu hal yang konyol. "Apa kau yakin dia seorang gadis?" tanyanya tidak percaya. Bahkan pertanyaan Leon dianggapnya gurauan semata."Saya sangat yakin, Bos." Leon mengangguk mantap.  Rayyan melihat tidak ada keraguan di wajah Leon, lantas untuk apa dia meragukan. "Bagaimana kau mendapatkan keyakinan seperti itu, Leon?" Leon pun bercerita, mereka telah banyak memasang mat
Baca selengkapnya
Pembacaan Surat Wasiat
 Beberapa orang baru saja turun dari pesawat, seorang perempuan dan 4 orang pria. Leon yang sejak tadi berada dalam mobil, mengarahkan fokusnya pada sosok pria tinggi yang terlihat cukup familiar. Segera Leon menghubungi Rayyan dan mengatakan hal tersebut.  Beberapa minggu kemudian, di rumah mewah Tuan Kumar, mereka sedang duduk gelisah sambil menunggu seseorang yang sangat penting. "Kenapa mereka lama sekali." Oma terlihat cemas, meremas jemari tangannya beberapa kali. "Mungkin mereka tidak akan datang, Oma.""Iya, Oma. Ini sudah lebih dari 15 menit dari jadwal yang diperkirakan.""Oma, yakin mereka pasti akan datang," ucap Oma.  Tidak lama kemudian, perhatian mereka teralihkan pada suara tapak sepatu beberapa orang. Suara tersebut sangat bervariasi, diperkirakan antara wanita dan pria. "Selamat siang, Nyonya Mellany." Wanita yang berdiri paling depan menyapa Oma. "Selamat siang." Lantas tatapan wan
Baca selengkapnya
Tidak Memberi Hadiah
 Gea dan Rayyan kembali ke kamar mereka, kamar pengantin yang sempat mereka tempati hanya semalam. Tidak ada yang berubah, semua masih tertata sama saat Gea meninggalkan kamar tersebut. Bahkan di ruang ganti, Gea menemukan banyak tumpukan hadiah dari Rayyan yang belum sempat ia buka. "Cukup berat untuk hari ini, Gea. Aku pikir kau tidak bisa sebaik itu untuk menghadapi semuanya," ujar Rayyan menghempaskan badannya di atas ranjang. Tubuhnya tidak lelah memang, hanya saja menghadapi suasana mencekam seperti tadi sangatlah membuat tenaga berkurang.  Gea ikut berbaring di sisi Rayyan. "Jangan berkata seperti itu, Rayyan, kau lihat sendiri kan, betapa aku bisa menguasai semuanya. Bahkan aku menambahkan beberapa kalimat yang diajarkan, Peggy. Kurang apa lagi coba?" Gea memuji dirinya sendiri dengan bangga. Bisa berdiri tegak dan menghadapi keluarganya dengan keberanian, adalah hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Juga merupakan sesuatu yang
Baca selengkapnya
Ciuman Pagi Hari
Keesokan paginya, Rayyan pamit pada Gea, dengan alasan pergi ke kantor agar Gea tidak melarang dirinya. "Pagi ini aku akan pulang," ucap Rayyan ketika baru saja selesai mandi.  Gea yang saat itu sedang merapikan tempat tidur, menoleh pada Rayyan. Dalam hati Gea berpikir, kenapa Rayyan tidak mengajaknya pulang serta?"Mau kemana memangnya?" tanya Gea menegakkan badannya, berdiri berhadapan dengan Rayyan. "Aku harus ke kantor, Gea. Memangnya mau kemana lagi." Rayyan menduduki ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.  Gea ikut duduk, mengambil alih handuk dan aktivitas Rayyan. Bila alasan pekerjaan, Gea bisa mengatakan apa. Meskipun ingin melarang, tetap saja tidak memungkinkan. Gea tidak ingin menyekap Rayyan dalam rumahnya. "Tapi tetap sarapan di sini, kan?" tanya Gea. Seakan berpisah lama, Gea hanya tidak ingin melewati sarapan pagi bersama suaminya, apalagi ini adalah sarapan pagi bersama di rumah ini
Baca selengkapnya
Persiapan
Rayyan nyatanya tidak pulang ke rumah atau pun pergi ke kantor, melainkan Rayyan berkunjung pada sebuah hotel megah berlantai 20. Hotel yang biasanya hanya dihuni oleh para pejabat tertinggi dengan tamu yang maksimum, Rayyan tersenyum sambil terus melangkah. Aura yang dipancarkan Rayyan begitu indah, mata setiap wanita yang melewati tak berkedip sekali pun. "Selamat pagi, Tuan." Seorang wanita yang bertugas di meja resepsionis menyapa Rayyan dengan berdiri sopan. Gadis itu tiba-tiba tersipu malu saat menatap Rayyan. "Dia tampan sekali," pujinya dalam hati. "Berapa luasnya lantai teratas di hotel ini?" tanya Rayyan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh area yang bisa ditangkap oleh penglihatannya. "Maaf?" Wanita itu sedikit tidak fokus pada pertanyaan Rayyan barusan, karena ia sedang terpesona dengan ketampanan pemudah itu.  Rayyan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin dan kening yang mengerut. Kemudian Rayyan tersenyum sinis
Baca selengkapnya
Ulang Tahun Yang Tertunda
 Pukul 8 malam, Peggy mengajak Gea ke suatu tempat, yang katanya adalah tempat acara yang akan mereka hadiri dilangsungkan. Meskipun awalnya Gea sempat menolak karena tidak ingin pergi tanpa Rayyan, tapi Peggy menguatkan tekadnya untuk terus membujuk dengan berbagai alasan. "Ini acara penting, Gea, kita masih bisa pergi tanpa, Rayyan," desak Peggy. "Tapi aku belum mengatakan apapun pada, Rayyan. Bagaimana jika dia pulang ke rumah tapi aku tidak ada, bagaimana jika dia mencariku kemana-mana?" Gea hanya memikirkan bagaimana nanti paniknya Rayyan ketika tidak menemukan dirinya. "Ponsel Rayyan dari tadi dimatikan, kita tidak bisa menghubunginya dan mengatakan hal sebenarnya," keluh Gea putus asa ketika panggilan yang kesekian kalinya tidak dapat terhubung.  Akhirnya Peggy mencari cara lain. "Tunggu, kita bisa menghubungi Leon bukan?" Peggy memberi ide. "Hu uh." Gea mengangguk setuju. "Baiklah, tunggu sebentar. Aku minta nom
Baca selengkapnya
Hadiah Spesial Malam Pertama
"Kemarilah, Gea. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu." Rayyan meraih tangan Gea dan memutarnya, hingga membelakangi dirinya. Rayyan mengeluarkan sapu tangan berwarna hitam dari saku celananya, tanpa persetujuan, dia mengikat ke mata Gea. "Rayyan, kenapa kau menutup mataku," protes Gea kesal. Sedikit tidak suka saat Gea harus menghadapi rasa penasaran yang mendalam. "Karena ini hadiah spesial, Gea. Ayo mulai berjalan!" Rayyan membimbing langkah Gea dengan menuntunnya untuk sampai pada tempat tujuan mereka. Gea yang begitu penasaran sudah tidak sabar untuk membuka matanya dan segera melihat apa yang Rayyan siapkan untuknya. 5 menit kemudian, mereka berhenti. Rayyan meninggalkan Gea sendirian di tengah-tengah ruangan. "Buka matamu, Gea, dan temukan aku." Rayyan meleset bak anak panah setelah memberi instruksi pada Gea."Rayyan, apa yang ingin kau tunjukkan sebenarnya?" Gea membuka ikatan matanya dengan segera, mata
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status