All Chapters of KUKU BU SAPTO: Chapter 151 - Chapter 160
300 Chapters
PETA YANG ANEH
Momoy hanya menunjuk arah pagar."D-dia cuman berdiri di depan pagar. Kepalanya tertunduk. Cuman yang dicarinya, Mbak Raisa," ucap Momoy seraya bergidik."Ja-jadi, dia manggil nama Mbak?" tanya Raisa terbata."Iya, Mbak. Makanya aku langsung tidur enggak bilang Bapak."Raisa hanya bisa manggut-manggut. Terdengar suara para pengiring jenazah Bu Marto mendengungkan kalimat tauhid."Laa Illaha Illalah ... Laa Illaha Illalah ... Laa Illaha Illalah.""Ayo Mbak kita ke rumah Bu Marto!" ajak Dian.Akan tetapi ajakan itu ditolak oleh Raisa."Kenapa, Mbak Raisa?""Aku tunggu di rumah aja Mbak Dian. Sampai orang-orang turun dari masjid. Mbak Dian aja ya, yang ke sana. Perwakilan dari rumah kita.""Ba-baik, Mbak."Setelah Dian pergi meninggalkan Raisa. Momoy duduk mendekati sang kakak, yang masih diam termenung."Memangnya kenapa Mbak Raisa enggak mau ke sana?""Ya, karena Mbak enggak mau aja, Moy."
Read more
SAMBUTAN YANG KETUS
"Kata mereka kita tersesat jauh. Malah mereka bilang ini memang bukan jalan ke arah alamat ini, Mas Delon."Deg!Mereka berdua terdiam. Lalu bersamaan menoleh ke arah Raisa, yang terlihat sangat tenang."Kenapa ... Mas? Kok pada lihatin aku?""Apa kamu yang ngacak maps ini, Sa?" Delon menoleh ke belakang, tepat pada Raisa."E-enggak. Bukan aku! Lagian kan aku yang paling akhir masuk mobil. Jahat banget nih kalian, nuduh aku!""Maaf Mbak Raisa, bukan menuduh. Maafkan kami sekali lagi. Ayo Mas Delon kita mutar aja."Hamaz menengahi perdebatan mereka. Dari raut wajah Raisa sangat terlihat dia sedang kesal."Maafin aku, Sa."Namun Raisa membuang muka. Dia masih kesal pada Delon."Jahat sekali sih Mas Delon nuduh aku.""Iya, maaf."Mobil mereka berputar balik menuju arah jalan raya. Lalu berbelok kanan."Benar ini Mas Hamaz jalannya?""Kita harus tanya lagi Mas Delon.""Baik, Mas. Di
Read more
RUMAH SUNANDAR
"Kami dari Malang, Bu. Saya Delon, Ini Hamaz dan ini Raisa. Ada sesuatu hal yang sangat penting ingin kami bicarakan dengan keluarga Pak Sunandar.""Kalau urusan kalian berhubungan dengan Bu Sapto. Sebaiknya kalian pergi sekarang!"Mendnegar ketusnya wanita itu bicara. Buru-buru Raisa menghampirinya. Dia mencoba untuk menjelaskan kedatangan mereka. Namun yang ada wanita itu malah berteriak histeris mengusir mereka."Kalian pergi semuanya! Kalian bisa membawa sial ke rumah ini!""Sabar, Mbak. Sabar biar kami jelaskan dulu!" ujar Hamaz.Lelaki muda berwajah teduh itu berusaha untuk menenangkan. Dia berusaha ikut menjelaskan apa yang tadi sudah Raisa katakan terlebih dahulu."Ibu sebaiknya dengerkan kami dulu. Barang lima menit saja," lanjut Hamaz.Wanita itu langsung terdiam. Dengan sorot mata yang tajam dan mengarah bergantian pada mereka. Pada akhirnya wanita itu pun menyuruh mereka duduk pada kursi kayu yang berada di teras."
Read more
SUNANDAR MENGAMUK
Saat mereka sedang serius berbicara. Tiba-tiba, terdengar suara kaca yang pecah dan sesuatu seperti terbanting ke lantai. Pyaaaaaarrrr! "Suara apa itu?" Serempak mereka bertanya. Nina langsung menoleh ke arah kamar belakang. "Sebentar ya!" Dia berlari kecil. Dan, "Maaaas ...!" Sontak Delon, Raisa di susul Hamaz berlari menuju kamar belakang. Mereka melihat sosok lelaki yang kurus kering itu sudah terjatuh di lantai. Dengan pecahan kaca yang berada dalam genggaman tangannya. "Mas, lepaskan kaca itu!" teriak Nina. Raisa yang berdiri diambang pintu, mengamati semua isi kamar. Termasuk lemari kaca yang hancur oleh tangan Pak Sunandar. Pecahannya berserakan di lantai. Beberapa pecahannya mengenai tangan dan wajah Pak Sunandar. "Mas, kok kamu bisa begini sih?" Delon dan Hamaz segera menyuruh Nina untuk sedikit menjauh. "Biar kita angkat Bapak dulu ke atas kasur, Bu," ujar Delon. "Ohhh, iya Mas. Makasih
Read more
POCONG GOSONG
Sebelah tangan Sunandar bergerak ke atas. Membuat tubuh Hamaz ikut terangkat perlahan. Melihat hal itu, Raisa berusaha untuk membantunya."Mas Hamaaaz ...!" Tanpa rasa takut. Raisa langsung menendang tubuh lelaki itu. Membuat sang istri berteriak kencang."Siapa kamu? Keluar dari badan lelaki ini!" teriak Raisa.Tetap saja Sunandar tak menghiraukan teriakan Raisa yang begitu kencang. Bahkan tendangan Raisa tak membuahkan hasil. Dia tetap kokoh berdiri tegak di atas kedua kakinya.Hamaz yang merasa tercekik. Berusaha mengucapkan doa dalam hati. Begitu juga dengan Raisa dan Nina istri Sunandar.Melihat keadaan yang semakin genting. Apalagi raut wajah Hamaz yang memerah seperti kesulitan bernapas. Membuat Raisa kembali menendang kedua kaki Sunandar. Beberapa kali. Sontak lelaki itu akhirnya terpancing.Tanpa melepas Hamaz. Dia berjalan terseok mendekati Raisa. Tiba-tiba Sunandar berteriak kencang. Seperti kesakitan di bagian tangan
Read more
MENANTANG HAMAZ
Mereka bertiga pun terlihat sangat tegang. Dan sedikit membungkuk mendengarkan suara Sunandar yang lemah."Dia ... Ibu aku sendiri, Mas!""Bu ... Bu Sapto?" sahut Raisa terhenyak.Lelaki itu mengangguk pelan."Apa Bapak juga tahu yang dilakukan Bu Sapto?""Tau, Mbak. Pesugihan itu 'kan?""Iya, Pak.""Lalu kalian ke sini ini mau apa?"Hamaz berjalan mendekati Sunandar."Bapak, sebenarnya kami ke sini ingin mencari alamat Bu Yumna. Yang dulu ikut di rumah Kakek Pak Sunandar.""Mbok Yum?" desisnya lirih."Kira-kira apa beliau masih hidup, Pak?" tanya Hamaz."Aku sudah lama enggak dengar kabarnya lagi, Mas. Dulu datang sekali karena ingin kasih peringatan sama aku aja."Mendapatkan jawaban itu Hamaz menoleh pada Raisa."Kalau gitu kami boleh minta alamatnya?" lanjut Hamaz.Dia menunjuk pada arah lemari. "Bu, tolong ambilkan buku di dalam situ. Ada tulisan alamat Mbok Yum."Bel
Read more
MENUJU RUMAH YUMNA
Hamaz tak meladeni setiap ucapannya. Dia terus membaca ayat-ayat suci Alquran dalam hati hingga kini terdengar samar."Aaaarghhh! Sakit ... sakit!""Keluar dari tubuh orang ini!""Tidak mau!""Kenapa? Atau kau berniat menantang?" tanya Hamaz mulai habis kesabarannya."Dia yang menyuruhku untuk menyakiti lelaki ini. Karena dia telah ingkar!""Ingkar soal perjanjian pesugihan itu?!" Raisa merasa geram."Erghmmm!" Lelaki itu mengalihkan pandangannya pada Raisa. Sangat terlihat jelas dia sangat marah pada gadis itu.Namun Hamaz sudah bertindak lebih cepat. Dia kembali menekan tumit Sunandar dengan kencang. Lalu tangan yang sebelah seperti menarik sesuatu dengan tenaga kuat.Sontak membuat kedua mata Sunandar melotot. Sampai urat di lehernya mengejang. Begitu juga urat di wajah. Berulang kali teriakannya terdengar kencang."Sakiiit ... sakiit!" Sunandar berusaha untuk terus berontak.Kedua tangan, kaki dan tubuh
Read more
PERTANYAAN MBOK YUMNA
"Jalannya bener-bener dah." "Ihhh, cerewet kali kau Raisa," sahut Delon. "Emang bener loh Mas. Apa kalian berdua enggak lapar?" "Lapar juga, sih. Gimana Mas, apa cari makan dulu?" "Langsung aja Mas Delon. Biar enggak terlalu sore kita balik dari sini." Delon mengacungkan jempol. Tanda dia sepakat dengan pendapat Hamaz. Mobil melaju dengan kecepatan yang sedang. "Mas Hamaz, apa ada kemungkinan makhluk yang lepas tadi akan kembali lagi ke rumah Pak Sunandar?" "Insyaallah sudah enggak, Mbak Raisa. Asalkan satu. Ibadahnya jangan sampai lengah." Raisa terlihat manggut-manggut. Hingga mobil  berhenti di mulut sebuah gang yang cukup lebar. Kanan kirinya masih terbantang sawah dan pepohonan. "Itu ada orang, Mas Delon," ujar Hamaz menunjuk ke arah tukang tambal ban. "Biar aku yang tanya Mas!" Belum Delon mengiyakan gadis itu sudah turun dari mobil. baru beberapa langkah. Raisa kembali lagi. "Mas, man
Read more
MENGUNGKAP KEMATIAN MARSINAH
Sontak sorot mata yang tadinya terpancar lembut. Kini terlihat garang. Dia menatap mereka satu persatu."Siapanya Sunandar kalian?""Kami bukan siapa-siapa, Pak Sunandar, Mbok." Raisa menakan nada suaranya."Lalu, untuk apa kalian mencari aku?"Raisa memandang ke arah Delon dan Hamaz."Begini, Mbok Yumna. Kami datang ke sini ada hubungannya dengan Bu Sapto."Perkataan Delon membuat wanita tua itu melotot. Lalu menyandarkan punggungnya di kepala kursi. Dan memijit kepalanya, seolah apa yang baru saja dikatakan oleh Delon. Membuat beban pikirannya bertambah."Dari mana kalian tahu?""Kami membaca buku catatan dari Bu Marsinah. Yang diberi sama suami Bu Hariyani, Mbok," ujar Delon menjelaskan."Jadi, kalian dari Malang?""Iya, Mbok. Tapi, Raisa ini rumahnya bersebelahan desa sama Bu Sapto. Dan kebetulan lagi Raisa ini pemandi jenazahnya.""Ohhh, jadi kamu tau rumahnya?"Raisa mengangguk."Terus s
Read more
DARAH TANPA LUKA
"Lalu, apa Bu Marsinah meninggal karena ditusuk belati?" "Aku enggak bisa bilang iya. Juga enggak bisa bhilang enggak," ucapnya lirih. Jawaban wanita itu membuat mereka bertiga saling berpandangan. "Kalimat yang aneh," bisik Raisa. Ternyata apa yang diucapkan gadis itu, terdengar oleh Mbok Yumna. "Memang aneh. Karena kematian Ibu Marsinah menurut aku sampai sekarang, enggak bisa masuk dalam akal." "Maksudnya, Mbok? Kematian yang enggak wajar?" lanjut Raisa. Wanita tua itu hanya mengangguk. "Sangat enggak wajar, Nduk." Lalu pandangannya beralih pada Raisa. "Di buku yang kalian baca sampai mana Bu Marsinah menuliskannya?" "Sampai teriakan Bu Mariyati, Mbok. Yang meluk Bu Marsinah. Lalu dia bilang, Aku akan melindungi Ibu! Sampai berulang-ulang." Tangis Mbok Yumna semakin tak terbendung lagi. Dia terus mengusap air mata, yang membasahi pipi. Kulit wajah yang penuh oleh guratan usia. Yang termakan o
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
30
DMCA.com Protection Status