All Chapters of Death Plague: Chapter 11 - Chapter 19
19 Chapters
Penembak Jitu Misterius
"Jadi begitu? Kau sengaja mengendalikan robotku untuk membunuh kita semua, ha?" kata Agatha seraya memandang Gilang dengan ekspresi kesal. Duduk bersandar pada tembok di sebelah kincir air yang terus berputar itu.     Laki-laki berambut merah itu duduk di tanah, dikelilingi oleh empat orang yang marah. Ia meringis, merasakan sakit di kaki kirinya yang terkena timah panas saat mencoba melarikan diri.     Orang yang menembaknya adalah Argo. Ia sedang memeriksa robot yang tiba-tiba berhenti bergerak itu.      Sesuai dugaannya, robot buatan Agatha itu mati bukan karena kehabisan daya, melainkan seseorang telah menembaknya tepat ke bagian inti sumber daya. Tidak salah lagi, pelakunya pasti seorang penembak jitu, pikir Argo.     "Ya! Benar! Akulah yang telah mencuri alat pengendali robotmu dan menggantinya dengan yang palsu! Aku ingin menghabisi
Read more
Tersesat di Hutan
Argo bersandar pada batang pohon besar di tengah hutan yang gelap itu. Hanya sedikit cahaya yang dapat menyelinap melalui sela-sela dedaunan yang lebat. Ia memperhatikan suasana di sekitarnya yang terkesan menyeramkan. Tidak ada yang datang, sementara senja sudah mulai merona.     Dengan tubuh yang semakin terasa sakit, ia mencoba untuk berdiri tetapi lututnya yang lemas mengkhianatinya. Ia terjatuh ke atas akar pohon yang menonjol ke luar itu. Ia sudah mencapai batasannya.     "Sial, kakiku mati rasa."     Sudah hampir setengah jam ia duduk di sana. Menantikan kedatangan Mia atau siapapun yang akan menyusulnya. Apa mereka tersesat? Atau mereka memang tidak mengikutiku? tanyanya di dalam hati.     Di tempat lain, Mia berlari sendirian melewati pohon-pohon yang terlihat menakutkan dengan sepasang mata tiada henti melirik ke kanan dan kiri. Berteriak-
Read more
Pertemuan Tak Terduga
Di ambang pintu museum itu Nadira berdiri memandang ke arah hutan. Menunggu Argo dan yang lain kembali. Namun, apa yang dinantinya tak kunjung datang dan hanya membuat lehernya terasa pegal. Gelisah. Bukan hanya ia, ibunya Wahna pun mondar-mandir dengan ekspresi resah. Perasaan mereka saat ini bercampur aduk antara gelisah dan sedih.     "Tenanglah, kalian berdua!" kata Agatha yang tengah duduk di atas kursi goyangnya. "Mereka pasti akan segera kembali, jadi tenanglah!"     Lama-lama ia merasa tidak nyaman juga, melihat tingkah laku anak dan cucunya yang terlihat sangat risau.     "Tapi mereka sudah pergi selama hampir dua jam, ditambah lagi hari sudah gelap dan mereka belum kembali juga, aku khawatir mereka diserang hewan buas," ucap Wahna berhenti mondar-mandir sejenak.     "Kita doakan saja semoga mereka baik-baik saja!"   &n
Read more
Side Story: Ledakan Cincin Api
Hai, hai, selamat pagi-siang-sore-malam semuanya. Perkenalkan namaku Kazuko. Aku adalah partner sekaligus pelayan kesayangan tuan Kaz.     "Tidak, kau cuma moe pungutan aja, aku kasihan kau hidup sendirian di dalam kardus di gang kotor, jadi aku memungutmu."     Duh, ya ampun, Tuan selalu saja begitu (⁰͡ ε ⁰͡ )╬     "Sudahlah! Jangan banyak basa-basi! Katakan saja tujuan kita! Kasihan tuh pembaca sudah menunggu!"     Baiklah, baiklah ( ͡°з ͡°)     Oke, pertama-tama, aku mewakili Tuan Kaz ingin mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya karena sudah lebih dari dua minggu ini Death Plague tidak update, karena sedang dirombak dulu. Silakan dibaca lagi dari bab 1 ya, karena banyak yang diubah. Sekali lagi mohon maaf.     Sebagai permintaan maaf, kami akan memberikan satu bab bonu
Read more
Ingatan Lama dan Teman Lama
  Di depan pintu masuk hotel berlantai sepuluh itu tampak sepasang pria bertubuh besar sedang berjaga. Mereka terlihat kuat dan dapat diandalkan untuk meringkus siapa saja yang mencoba menyusup ke sana. Sebuah rifle menjadi pelengkap akan kesan mengintimidasi mereka.  Bangunan itu mengingatkan kembali Argo akan masa lalunya. Sejenak ia terpaku, mengenang kembali ingatan beberapa tahun yang telah berlalu. "Kakak! Kakak! Bantu aku mengerjakan PR dong! Aku tidak mengerti dengan soal yang ini," kata Meina seraya menunjukkan tabletnya. "Ya, sebentar!" jawab Argo masih terfokus pada layar komputernya. Adiknya itu segera mengintip layar komputernya. "Kakak sedang apa sih?" "Aku sedang mencari pekerjaan paruh waktu, supaya bisa menabung untuk membeli lagi rumah lama kita, bagaimanapun itu adalah peninggalan terakhir ibu kita, tapi malah dijual oleh ayah tak bertanggung jawab itu!" "Oh, tapi, tapi kita kan masih bisa tinggal d
Read more
Ingatan Kawan Lama 2
Restoran mewah itu berada di seberang jalan, bersebelahan dengan butik baju dan toko mainan. Seorang pelayan tampan berpakaian serba hitam dan mengenakan dasi kupu-kupu menyambut Argo dan Balaam dengan ramah sewaktu keduanya masuk. Semua makanan dan minuman yang ada di menu terlihat mahal-mahal sekali. Jelas sekali hanya orang kaya raya yang bisa masuk dan mencicipi masakan di sini. Argo cukup terkejut sewaktu ia dibawa ke tempat mewah yang cukup terkenal itu. Ia tidak menyangka orang yang mentraktirnya itu adalah seorang VVIP. Cukup memperlihatkan sebuah kartu hitam, maka pelayan segera membawanya ke tempat khusus yang lebih nyaman daripada meja yang biasa. Seorang violinis memainkan irama yang lembut sekali dan pelayan wanita muda yang cantik jelita menemani mereka. Sepertinya ia sudah sangat mengenal Balaam. Sementara Argo yang terlihat keheranan, Balaam tersenyum lebar. "Hahaha, kau pasti kaget, kan?" "Ya, bukankah tadi kau bilang, ayahmu masuk ke
Read more
Penyusupan
Spontan Argo balik badan sewaktu merasakan seseorang menyentuh bahunya. Dengan cepat pula pistol Makarovnya ditodongkan kepada orang yang berada di belakangnya itu. Tampak olehnya seorang laki-laki yang mengenakan plester luka di pipinya mundur dengan gugup sambil mengangkat tangan. Wajahnya sangat familier. "Tenanglah, Bung! Aku bukan orang jahat!" "Oh, Giz … ternyata kau," Argo menghela napasnya kemudian menurunkan pistol itu. Laki-laki yang umurnya enam tahun lebih muda dari Argo itu berkata dengan cepat. "Ya, ini aku, senang melihatmu masih hidup, Argo. Aku benar-benar bingung dan frustasi, wabah itu sudah membunuh banyak orang dan entah kenapa, kebanyakannya cuma orang jahat saja yang masih hidup. Omong-omong, apa yang sedang kau lakukan di sini, Argo?" "Aku sedang mencari cara untuk masuk ke sana," kata Argo seraya menatap gedung berlantai sepuluh itu. "Apa? Kau, kau berencana untuk menyusup ke sana lagi?" kaget Giz. 
Read more
Guru dan Murid
Pria tua itu bernama Kal, seorang pembunuh bayaran paling mahal dan paling ditakuti di dunia gelap pada masanya, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Umurnya sudah setengah abad lebih dua windu. Sudah cukup tua, tetapi kehebatan dan kegesitannya tidak bisa dianggap enteng. Orang tua yang keras kepala, begitulah Argo menamainya. Ia mengeluarkan shotgunnya dengan tangannya yang sebelah kanan kemudian diletakkan di atas bahu. "Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Argo kepada orang tua itu. Kal tua menyeringai. Jelas sekali ia ingin menguji kemampuan muridnya yang sudah lama tidak terlihat. "Ah, akhirnya aku bisa melihat wajahmu lagi, muridku, aku senang kau masih hidup. Kau tidak tahu betapa aku sedihnya saat melihat banyak orang mati, padahal tidak kubunuh." "Tidak usah basa-basi! Aku tahu kebusukan hatimu itu, orang tua keras kepala! Pembunuh tak berperasaan yang sudah membuatku jadi orang kejam sepertimu, tidak mungkin punya rasa simpati!" O
Read more
Kasus Argo
Luka di hati Argo kembali terbuka, dendamnya yang sempat hampir terpadam kini membara lagi, tetapi sebisa mungkin ia menahan diri dan mempertahankan ekspresi tenangnya. Pepatah dari Jep dan mendiang ibunya selalu terngiang di benaknya.  Dendam bukanlah pilihan, dendam hanyalah keinginan hati untuk membalas derita, yang hanya akan melahirkan rantai penderitaan yang selalu berulang. Bersabarlah andainya kau tidak bisa memaafkan seseorang. Sabar tidak berarti harus memaafkan. Sabar berarti menahan diri dan tidak berbuat tergesa-gesa, sehingga kau tidak akan melakukan perbuatan yang mungkin akan kau sesali kelak. Argo menatap wanita separuh baya berwajah sendu dengan bara api dendam dan amarah terpancar dari sorot matanya. Wanita itu baru saja menjelaskan semua yang dialami putri semata wayangnya. "Hem, baiklah, saya mengerti." Sejenak Argo merenung setelah menuliskan sesuatu di memo jam tangannya. "Seperti dugaanku, dia punya banyak nama, pantas pol
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status