All Chapters of Mencintai Kakak Ipar: Chapter 41 - Chapter 50
56 Chapters
Tidur di sofa
***"Assalamualaikum," ucap Putri sembari membuka pintu ruangan inap Vip yang dihuni Diana."Waalaikumsalam. Loh, Putri," ucap Radit yang kaget. Bukan istrinya yang datang, tetapi malah adik iparnya."Iya, Mas. Maaf aku yang datang. Mbak Dina mendadak sakit kepala, tadi hampir jatuh dari tangga pas mau ambil baju Diana. Jadinya aku yang antar."Radit mengangguk paham. "Kakak kamu kayaknya kecapean. Kerjaannya numpuk."Putri mengangguk. Matanya beralih pada Diana. Gadis kecil yang biasanya aktif itu, kini terbaring lemah dengan matanya terpejam. Kasian."Diana sakit apa, Mas?" tanyanya."Belum tau, besok baru di periksa dokter. Badannya masih panas tinggi dan lemas, makanya mas milih opname."Putri mengangguk. "Semoga Diana cepat sembuh.""Put, emang seharian kalian main apa?" Pertanyaan Radit membuat Putri menatapnya. Alis
Read more
Ditindas
***Ceklek!Pintu rumah terbuka. Putri yang memang menunggu langsung berdiri dari sofa dan berjalan ingin masuk. Sayangnya, Dina menghadang. Wanita itu menatapnya dengan senyuman miring."Gimana tidurnya? Nyenyak?" tanya Dina. Semalam.dia mendengar, hanya sengaja tidak membuka pintu, mengunci pun sengaja."Lumayan, Kak. Cuma banyak nyamuk. Permisi, Kak. Putri harus bersiap untuk kerja." Izin gadis itu lembut."Kerja?""Iya, Kak. Hari ini aku harus kerja karena sudah dua hari bolos.""Kerja di mana?" tanya Dina."Di konter, Kak." Putri menjelaskan dengan sangat jelas. Berharap Dina segera memberinya jalan. Dia akan bersiap dengan cepat supaya tidak terlambat."Kamu bukannya kerja di rumah ini?""Iya, Kak. Aku selalu melakukan pekerjaan rumah tangga. Kerja di konter itu sebagai pengalaman."
Read more
Makan bersama Radit
***Dina dan Dira sarapan berdua. Makan sangat lahap dengan senyuman lebar. Puas sekali hati mereka setelah menindas Putri."Gue suka ide elo buat bakar surat-surat penting itu, Kak. Keren," Dira mengacungkan jempol."Yups, dengan begitu, dia ngga akan kerja di manapun. Dia itu babu kita. Hanya boleh kerja sama kita." Dina berucap dengan raut kemenangan."Bener. Belagu sih jadi benalu. Jadi, elo mau langsung ke butik apa gimana?" tanya Dira."Ke rumah sakit dulu. Gantian sama mas Radit. Dia pulang, berangkat ke kantor, nah, giliran kakak berangkat ke butik. Nanti, Putri yang gantian jaga Diana. Kakak sibuk banget ngecek barang masuk hari ini.""Kak, gue kok kadang bingung sama elo. Diana anak elo, tapi elo kadang ngga bersikap seperti mamanya. Seriusan Diana anak elo?"Dina terdiam sesaat. Kemudian menghela napas. "Diana anak kakak. Dia lahir dari rahim ka
Read more
Pergi
***  Radit telah berangkat kerja, menyisahkan Putri saja di rumah. Gadis itu berjalan ke kamar, menghampiri kopernya. Menarik tempat barang-barangnya itu. Kemudian berjalan pelan ke teras. Niat ingin pergi dari rumah masih ada, walaupun tidak sekuat tadi. Menurutnya pergi dari sini akan membuatnya hidup nyaman. Langkahnya berhenti karena ponsel dalam saku belakang celananya bergetar. Tumben ibunya menelepon pagi-pagi. Segera Putri terima tanpa berpikir panjang. "Hallo, Bu. Assalamualaikum," ucapnya lirih. Putri memutuskan duduk di sofa teras.  "Waalaikumsalam. Kamu lagi ngapain?" tanya Amalia. "Duduk, Bu. Di rumah." "Ngga kerja?" "Udah engga, Bu." "Apa karena istri bos kamu marah-marah?" Alis mata Putri bertaut. Istri bos marah-marah? Maksud ibunya itu apa? "Tadi ibu
Read more
Diana
***   Ranti mengelus surai hitam milik Diana. Cucunya itu baru saja terlelap. Wajah damai anak Radit dan Dina itu menyentuh hatinya. Miris. Anak sekecil itu sakit dan tidak ada satupun orang dewasa yang menjaga.   Ranti menghela napas. Satu jam yang lalu dia datang. Setelah mendapat kabar dari Radit tentang kondisi Diana, dia langsung memutuskan untuk membesuk.    Saat masuk, dia mendapati Diana yang tengah berbaring dengan pandangan ke arah pintu. Melihatnya, cucunya langsung duduk, tersenyum dan memanggil. "Nenek!" Sembari merentangkan tangan. Meminta dipeluk.   "Kamu sendirian, Sayang?" tanyanya sembari melepas pelukan. Menatap manis pada cucunya yang wajahnya masih terlihat pucat. Anggukan Diana membuat Ranti menautkan alis mata.    "Papa pulang tadi pagi, Nek. Pamit mau berangkat ke kantor, karena ada meeting. Nanti, habis meeting pulang. Mama tadi pagi datang, gan
Read more
Pilihan
***Dina melirik tajam pada Ranti yang duduk di sisi Diana. Gara-gara mertuanya itu dia dapat marah dari suaminya. Wanita itu juga marah pada Putri yang tidak menuruti suruhannya untuk datang ke rumah sakit menjaga Diana. Ingin rasanya dia segera pulang dan memberi pelajaran ke adik tirinya itu.Dina menatap Radit yang duduk di depan. Suaminya itu masih menatapnya nyalang. Ini kali kedua Radit marah besar padanya."Mas, aku minta maaf. Janji ngga ulangin lagi," ucap Dina memelas.Tadi, setelah mendapat telepon dari Radit, dia langsung ke rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Satu kalimat dari suaminya itu mampu membuktikan kalau pria itu sedang marah.Di perjalanan, Dina berpikir apa Diana keadaannya kritis? Atau, Putri mengatakan kebenaran kalau dia disuruh menjaga Diana, bahkan adik tirinya itu menceritakan semua hal buruk yang sering dilakukan padanya, makanya Radit murka. Nyatanya p
Read more
Terbongkar
***Putri selesai memasak mie. Kali ini campurannya hanya telur. Makan dengan tidak berselera, pasalnya sambil memikirkan Diana. Bagaimana kabar keponakannya itu? Apa dia mencarinya? Biasanya, jika dia sedang makan, pasti gadis kecil yang imut itu meminta disuap."Apa jalan yang aku ambil ini tepat?" tanyanya pada diri sendiri. Meragukan kepergiannya dari rumah tepat atau tidak. Apa kakaknya akan murka mendapati dia tidak ada? Atau malah senang karena harapan mereka terkabul? Tetapi, bagaimana dengan perasaan Amalia tentang dia yang sudah mulai membangkang? Apa akan dianggap anak tiri durhaka?Uhuk!Putri tersedak. Dia langsung berdiri dan mengambil air minum di dispenser. Meneguk cepat. Kemudian menghela napas. Siapa yang sedang membicarakannya? Apa Diana? Dua kakaknya atau ibu?Putri melihat ponselnya di atas kasur, samping bantal. Gadis itu menghampiri benda pipih yang dinonaktifkan itu
Read more
Perhatian Dira
***"Put, kamu belum tidur?" tanya Mita. Gadis gemuk itu baru saja pulang dari kerja. Wajah lelahnya nampak jelas. Langsung menuju kamar mandi tanpa mendengar jawaban dari Putri yang duduk di atas kasur sembari melihat ponsel di depannya.Putri menghela napas. Dia mengambil ponsel, menatap sendu. Kemudian meletakkan lagi benda pipih itu ke atas kasur. Dia dari tadi sedang bimbang antara mengaktifkan ponsel apa tidak. Aktif, berarti siap menghadapi apapun. Telepon dari Dina, Dira dan ibu Amalia, tetapi tidak mengaktifkan, dia ingin tau kabar tentang Diana."Put, kenapa belom tidur?" tanya Mita yang baru keluar dari kamar mandi. Gadis gemuk itu terlihat segar. Selesai mandi.Putri menghela napas. "Menurutmu, apa yang aku lakukan ini benar, Mit?" tanya gadis itu sembari menatap sahabatnya.Mita duduk bersila di depan Putri. Sambil menggosok rambut basahnya, gadis itu tersenyum. "Bener pakek b
Read more
Chat Asing
***Putri menarik Mita untuk bersembunyi dibalik tembok. Saat berbelok, matanya langsung melihat Dina dan Dira berdiri berhadapan, terlihat serius mengobrol di depan ruangan Diana di rawat."Kenapa?" tanya Mita yang kaget."Ada kak Dira dan Dina," ucap Putri. Gadis itu kini sedang mengintip. Jarak yag tidak jauh membuatnya bisa sedikit mendengar percakapan dua orang itu."Maksud kamu apa sok perhatian sama Diana dan mas Radit?"Alis mata Putri bertaut. Dina bertanya sinis pada Adik tersayangnya. Kok tumben?"Perhatian sama ipar dan ponakan bukannya wajar, Kak?" tanya Dira santai."Ngga wajar. Harusnya kamu abai. Perhatian buat mereka cukup kakak yang kasih. Liat, gara-gara kamu mas Radit nyinggung kakak."Dira mendengkus. "Kakak abai, sih. Masak anaknya sakit malah duduk di sofa dan main ponsel. Ya udah, gue sebagai aunty yang baik, kasih
Read more
Beli Boneka
***Putri mengajak Mita ke toko boneka. Rencananya dia mau membeli boneka panda buat keponakannya itu. Dia yang tidak bisa menemani, berharap pemberiannya bisa."Put, kamu ngga ada niat mau pindah kota, kan?" tanya Mita. Sahabatnya itu kekeh mengajaknya membeli barang kenang-kenangan."Ngga tau, Mit. Pikir nanti aja. Kita beli aja dulu boneka, habis itu antar ke rumah sakit dan pulang. Kamu pasti udah ngantuk." Putri membuka pintu Toko boneka. Langsung melihat sekeliling. Banyak sekali boneka dengan berbagai ukuran."Beli yang kecil aja. Biar bisa dibawa-bawa," ucap Mita."Iya, tapi ngga kecil-kecil banget.""Iya. Mau boneka apa?" tanya Mita."Panda aja. Gemuk tuh, ya, jadi enak di peluk.""Kayak gue dong?""Bener." Putri menyengir. Setelahnya, Gadis itu menggandeng Mita. Menariknya menuju rak pojok. Mengambil boneka panda
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status