All Chapters of Mama Muda: Chapter 21 - Chapter 30
135 Chapters
Minta ditemenin?
"Cuma apa?" tanya Adrian lagi dengan dagu yang terangkat.  Susah payah Naomi menahan posisi tubuhnya. Dalam hatinya mengutuk. Dasar Adrian.  Aku nggak biasa aja Mas kalau kamu kelamaan di rumah, nggak baik buat kesehatan jantung dan hati aku. Itu aja kok. Tentu saja Naomi hanya mampu mengutarakan dalam hatinya, sebelum akhirnya dia dapat alasan yang masuk untuk menjawab suaminya.  "Cuma... cuma ini, Mas." Naomi hampir lupa kalau dia menenteng kantong makanan di tangan kanannya. Cepat dia menaikkan kantong kresek hitam tersebut membuat Adrian juga kontan memundurkan tubuhnya.  "Kalau aja aku tau Mas pulang cepat, pasti aku beli jajanannya agak lebih. Ini aku beli buat aku makan sendirian aja."  Naomi menekuk bibirnya sembari memandang kantong kresek, seolah sedih karena harus berbagi jajanannya dengan Adrian.  Adrian ikut mendelik
Read more
Kali Kedua
Argghhh!    Naomi tidak akan menjerit dalam hati kalau saja dia bangun pagi dengan tubuh yang fresh. Lihatlah kondisinya sekarang. Rambut awut-awutan, sekujur badan terasa pegal, belum lagi bagian itu nya, ahh nyut-nyutan.    Lantas, lihatlah kamarnya yang berantakan. Satu set pakaian yang ia kenakan tadi malam berceceran di lantai kamar. Begitu pun dengan milik Adrian. Ampun deh. Naomi meraup wajahnya tak kuasa menahan malu.    Bagaimana kalau tiba-tiba ada bi Inah masuk dan melihat semua ini?    Yang Naomi lebih aneh lagi, kenapa Adrian masih terlelap di sebelahnya? Tidak berangkat kerjakah dia? Apa dia terlalu lelah? Hei, memangnya jam berapa tepatnya mereka selesai tadi malam?    Naomi menggapai ponsel di atas nakas, lalu melebar bola matanya demi melihat angka yang tertera di ponselnya. Sudah jam 8 lewat 15 menit. Tapi, Adrian belum bangun? Haruskah
Read more
Meminta Maaf
"Ponsel siapa sih itu yang bunyi? Berisik." Kesal Adrian seraya menutup kedua telinganya, posisi tubuhnya masih berbaring menelungkup. Pada saat itu pula, Naomi menangkap wujud ponsel yang berderit di dekat lemari. Mana mungkin dia berjalan untuk mengambil ponsel tersebut.  "Itu ponsel kamu, Mas." Naomi berseru dengan muka cemberut. Nggak pasal-pasal, Adrian malah menuduh ponselnya yang berisik pagi-pagi. Menyebalkan. "Ponsel Saya?" Sontak Adrian berbalik, menajamkan telinga ke sumber suara, sebelum akhirnya ternampak olehnya bibir Naomi yang manyun ke arah almari.  Adrian pun mengikuti arah petunjuk Naomi, lalu mendengkus sebal. Memang ponselnya yang bergetar terus dari tadi. Siapa sih yang menelpon pagi-pagi begini?  Adrian mengira masih pagi karena tak menyadari cahaya matahari sudah menembus masuk ke kamarnya. Astaga. "Kamu bisa ambilin pon
Read more
Ada yang bangun
Sore hari, setelah membiarkan dirinya berdiam diri di kamar, hanya rebahan di kasur, akhirnya Naomi merasa kecapean sendiri. Dia pun mengusahakan untuk bangun dan keluar kamar walaupun masih terasa sekali 5L, lemah letih lesu lelah lunglai.  Di luar kamar, Naomi langsung bertemu dengan bi Inah. Wanita tua itu tampak khawatir melihat cara jalan Naomi yang tertatih dan pelan-pelan.  "Nyonya, kenapa keluar? Kalau butuh apa-apa, kan bisa telpon bi Inah, biar bibik yang antar ke dalam kamar."  Cepat Naomi menggeleng kepala dan mengibas tangannya, tanda dia tidak apa-apa. Tidak mau Naomi membuat wanita paruh baya yang baik hati itu khawatir.  "Aku udah enakan kok, bi." Naomi menyahut lembut.  Raut wajah bi Inah yang tadinya cemas kini berangsur-angsur lega. Melihat kondisi Naomi dari ujung rambut hingga ujung kaki, bi Inah pun menawarkan untuk membuat makanan y
Read more
Pengganggu itu adalah Bi Inah
"Iya iya, aku diam aja deh." Naomi menyahut seraya mencebik bibirnya.  Mau bagaimana lagi? Dari pada ada dedek kecil di bawah sana yang terbangun lalu berubah menjadi besar dan ganas, serta meminta pertanggungjawabannya. "Nah, gitu dong." Ujung bibir Adrian terangkat naik, membentuk senyum. Dia berbohong tadi soal ada yang bangun kalau Naomi terus-menerus bergerak sedang posisinya berada dalam gendongan Adrian.  Padahal, memang sejak awal, sejak dari kantor lagi, milik Adrian sudah terbangun, kalau bisa miliknya berjalan, pasti sudah keluar dari dalam sana dan mencari-mencari tempat untuk meluahkan laharnya.  AHHH. Adrian berdenyut karena tak tahan.  Mereka tiba di depan pintu kamar, ketika ada suara langkah kaki yang keluar dari arah kamar Elang. Naomi menilik dari bahu Adrian, dan entah kenapa dia begitu malu karena Elang memang tengah memandang ke arah mere
Read more
Gara-Gara Rujak
"Nyonya!" Suara Bi Inah terdengar dari luar.    Adrian menyugar rambutnya kasar ke atas, kesal karena tidak bisa mengakhiri aktivitasnya dengan sempurna.    Ya, Adrian terpaksa harus bermain sendirian di kamar mandi. Apa kalian tau kalau itu sangat menyakitkan? Dingin lagi. Lagian ngapain sih bi Inah tiba-tiba manggil Naomi? Mengganggu saja.    Di luar kamar mandi, Naomi cepat-cepat memakai kembali pakaiannya lalu membuka pintu setengah bagian. Saking buru-burunya, Naomi tak sadar kalau ia memakai baju terbalik.    "Maaf lama bik, tadi aku lagi keramas di kamar mandi." Alasan Naomi jelas tak masuk akal. Buktinya saja rambutnya tidak basah sama sekali, yang ada berantakan tak karuan. "Oh ya? Ada apa Bik?" Ia tersenyum canggung, mengetahui kalau bi Inah sadar dia berbohong.    Bukannya memasang tampang curiga, bi Inah balas tersenyum, matanya memandang luru
Read more
Teh Hangat
"Mas, gimana? Udah enakan?"   Adrian keluar dari kamar mandi dengan muka merah. Setelah apa yang terjadi padanya, bagai ada yang berputar-putar dalam perutnya, lalu seluruh isi perutnya yang belum makan seharian ini terpaksa dikeluarkan, Naomi masih berani nanya 'udah enakan?' Tck!    "Mas?" tanya Naomi lagi dengan raut kekhawatiran tercetak jelas di wajahnya.    Bi Inah telah cerita padanya tadi, kalau Adrian tak pernah sekalipun makan rujak. Tapi kenapa Adrian degil sekali masih makan?    "Nggak usah nanya-nanya boleh, kan?" jawab Adrian sembari menahan sakit.    Naomi mencebik. Dia bertanya karena khawatir. Alih-alih senang dikhawatirkan, Adrian malah bersikap jutek. Rasakan aja sakitnya sendiri.   "Ya udah sih Mas, kalau nggak boleh nanya-nanya." Dalam hati Naomi berpikir kalau Adrian sebenarnya tengah kena karma terhadap keluarganya,
Read more
Soto
Seperti anak kecil, Naomi bertepuk-tepuk tangan girang begitu Bi Inah menghidangkan Soto yang tadi dimintanya. Matanya berkilat, lidahnya sampai melet-melet, hanya dengan melihat kuah soto yang masih berasap.  Adrian yang melihat tingkah istrinya itu geleng-geleng kepala. Kontras sekali dengan sikap Naomi beberapa waktu tadi. Tadi Naomi mendadak marah ketika Adrian mengibas tangan di depan mukanya. Ya, Naomi ketahuan meneguk ludah saat melihat tubuh tanpa busana, karena itu pula Naomi mengomel, bilang buka baju seenaknya. Padahal jelas dia sendiri yang menyuruh buka. Kan aneh.  "Makasih ya, bik," ucap Naomi seraya mengedip matanya manja yang direspon bi Inah dengan senyuman hangat.  Tanpa berlama-lama, Naomi langsung mengeksekusi Soto buatan bi Inah dengan menyeruput kuahnya yang nikmat serta pedas. Lidah Naomi seakan-akan tengah digoyang.  "Kamu yang minta Bi Inah masakin soto ini?" tanya Adrian mengagetkan Naomi dari aksi
Read more
Adrian... Adrian
Mau tak mau, Elang mengekori Bi Inah menuju ruang makan, walau pun pada akhirnya dia harus berdepan dengan Naomi. Bagaimana lagi? Memang sejujurnya perut Elang sudah lapar, dia menahan saja tadi. Ditambah, Bi Inah bilang beliau masak Soto yang diminta Naomi.  Ah, Elang tak mungkin menahan selera dan perutnya demi tak bertatap muka dengan mama sambungnya itu, kan? Tapi, kenapa Naomi kelihatan peduli banget ya? Rasa penasaran Elang, langsung dijawab dengan celotehan Naomi, begitu saja dia tiba dan mendudukkan pantat di kursi ruang makan.  "Makan nih, Bi Inah udah buatin soto, banyak. Sayang kalau nggak abisin, mubazir aja."  Tck! Jadi dia nyuruh aku makan bukan karena peduli, tapi karena sayang sama soto ini?  Elang memandang kesal semangkok soto yang disiapkan bi Inah untuknya, seolah soto itu adalah Naomi. Kenapa juga dia sempat kepikiran
Read more
Perhatian Adrian
"Ekhem... Ekhem... Ekhem..."  Adrian berdehem tiga kali selagi membuka pintu kamar Elang dengan gerakan sepelan mungkin. Antara tidak mau mengganggu putranya yang sedang belajar atau tak ingin kedatangannya diketahui oleh si empunya kamar.  Wajar saja, sebelumnya Adrian tak pernah menunjukkan perhatiannya pada Elang. Ini saja atas perintah yang berkedok saran dari Naomi.  "Eh, Pa? Ada apa ke kamar Elang? Tumben?" Sang putra yang mengetahui kehadiran Adrian di kamarnya, segera membalikkan kursi putarnya, menatap penuh tanda tanya. Kembali berdehem, Adrian sebenarnya sedikit kesal dengan pertanyaan Elang. Memangnya seorang papa tidak boleh masuk kamar anak sendiri seenaknya? Harus minta izin dulu, begitu? "Papa cuma mau memastikan kamu belajar dengan benar," sahut Adrian masih dengan nada datarnya. Sungguh tidak mencerminkan sikap seorang papa yang seharusnya hangat
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status