All Chapters of Lost In Yorkshire: Chapter 21 - Chapter 30
37 Chapters
Chapter #21 Kembali
  Masa kini     “Kau … sudah bisa mengingatnya?”   Marvel bangun dengan susah payah. Keringat bercucuran di pelipis dan juga di punggung. Terasa lengket di kulit.   “Sir, apa yang baru saja kualami?” tanya Marvel dengan napas terengah-engah.   “Penglihatan dan ingatanmu sudah kembali … meskipun mungkin belum sepenuhnya. Tapi apa sekarang kau benar-benar percaya kalau namamu yang sebenarnya adalah Keith?” Sir Rodrigo mengulurkan cangkir berisi cokelat panas.   “Aku tidak punya alasan untuk hidup sebagai Keith,” celetuk Marvel dengan tenaga seadanya. Mimpi, penglihatan, atau apa pun itu telah benar-benar menguras tenaganya.   “Setiap kita punya alasan untuk hidup kembali, Keith.”   “Namaku Marvel dan bukan Keith,” tukas Marvel.   “Kau Marvel dan juga … Keith. Kau masih ingin me
Read more
Chapter #22 Pertemuan Terakhir
  “Keith bajingan! Keluar kau!” Suara itu menggelegar di lorong rumah Sir Rodrigo. Siapa? Marvel dan Sir Rodrigo saling berpandangan. Namun, saat suara langkah kaki itu semakin mendekat, Sir Rodrigo segera memberi isyarat pada Marvel untuk bangun dan mengikutinya. Laki-laki tua itu memutar sebuah hiasan dinding berbentuk tanduk rusa. Lemari pun bergeser. Di belakangnya, terdapat sebuah pintu kayu yang sama warnanya dengan dinding ruangan ini. SirRodrigo membuka daun pintu itu. “Masuk!” perintah Sir Rodrigo. Marvel segera turun dari tempat tidur dan dengan sedikit terhuyung, berjalan melewati pintu tersebut. Setelah Marvel masuk, ia pun menyusul dan segera menggeser kembali pintu sebelum pemilik suara-suara yang mereka dengar tadi sampai di tempat Marvel berbaring tadi. “Ikuti aku!” Sir Rodrigo berjala
Read more
Chapter #23 Luke
    “Ikutlah bersamaku!”   Sir Rodrigo terkejut mendengarnya. “Aku sudah katakan, setelah memahami isi buku itu, kau mungkin tidak akan seramah ini padaku, Keith.”   “Aku sama sekali tidak bersikap ramah selama ini pada Anda, Sir Rodrigo.” Marvel yang sudah berada di ujung tangga, menyanggakan diri dengan ujung siku di lengan tangga tersebut.   “Lalu baru saja kau mengajakku untuk pergi denganmu?”   Marvel sedikit mendongakkan kepala ke atas. Suara kegaduhan di atas masih terdengar. Mereka sepertinya sedang memporak-porandakan rumah Sir Rodrigo.   “Aku hanya tidak ingin meninggalkan Anda di sini bersama orang-orang itu.”   Sir Rodrigo hendak membantah, tetapi Marvel segera melanjutkan kata-katanya. “Dan untuk apakah aku akan tetap ‘ramah’ pada Anda, itu urusan nanti. Aku sudah mengingat Anda di masa lalu sebagai orang yang baik. Kala
Read more
Chapter #24 Persahabatan Keith & Gale
    Marvel terbangun begitu air dingin menampar wajah dan sekujur tubuhnya. Kepalanya masih terlalu sakit. Perlahan, ia membuka mata dan mendapati Gale berdiri memegang ember yang tadinya digunakan untuk menyiram dirinya.   Tak jauh dari Gale—di kursi sofa berwarna cokelat tua—duduk seorang pria setengah baya yang mengenakan setelan mahal. Marvel tahu karena ia pun—sebelum semua kesialan ini menghampirinya—juga begitu.   “Kau sudah bangun, Keith? Atau harus kupanggil … Marvel Dawson?” Suara itu tida berbeda dengan suaranya beratus tahun yang lalu. Suara yang memberinya perintah untuk menghabisi keluarga Wood dan juga ibunya sendiri.   “Berikan dia handuk, Gale. Mati kedinginan bukan pilihan yang bagus,” cicit orang itu lagi sebelum menyesap cerutu. Asap berkelindan di hidung dan bibirnya, melayang-layang, dan menghilang.   Gale bergerak mengambil handuk dari lemari usang dan
Read more
Chapter #25 Tugas Terakhir Keith
“Kau terlihat jauh lebih baik, Keith.” Lord Frederick menyesap anggur merah dari gelas kacanya. Ruangan ini jauh berbeda dari ruangan tempat Marvel disiksa. Interior serba warna keemasan dan juga ornament-ornamen kuno menambah kesan mewah. Lukisan indah tergantung tepat di dinding belakang sofa single yang diduduki oleh Lord Frederick. Marvel mengenali lukisan itu. Sebuah lukisan yang seingatnya berjudul “Penari dari Bali” karya pelukis Indonesia, Rustamadji. Ia cukup menggemari seni lukis sehingga tahu kalau lukisan yang digantung di dinding itu adalah benda bernilai tinggi. Pelukis itu—Rustamadji—juga sering melukis kehidupan keluarga seperti kakek dan cucu, nenek dan cucu. Yang tergantung di belakang Lord Frederick, itulah yang paling terkenal. Marvel masih menatap lukisan itu, tepatnya di sorotan matanya. Lukisan yang terasa hidup. Ia seolah diajak untuk menari bersama. [Sekelebat suara hiruk pikuk nyanyian dan tabuhan semacam drum terdengar.
Read more
Chapter #26 Bayangan
  Marvel menatap ke luar jendela. Ia baru saja bangun dan pagi ini, tubuhnya—yang masih sakit secara fisik—merasakan hal yang berbeda. Seperti ada kekuatan lain yang mendorongnya untuk melakukan hal yang belum tentu ia inginkan.   “Aku tidak tahu kalau kau selemah itu sekarang, Keith.”   Suara itu membuat Marvel menoleh. Gale berdiri di depannya. “Kau sudah tida marah padaku?” tanyanya dengan acuh tak acuh.   Gale memilih mengabaikan pertanyaan itu. “Kita sudah tidak di kediaman Lord Frederick. Aku membawamu ke sini setelah perawatan dari dokter. Tentu saja atas sepengetahuan Lord Frederick. Berapa lama kau mau tidak sadarkan diri, Keith?” tanyanya setengah mengejek.     Marvel menghel napas. “Aku sudah bukan Keith. Kau bisa memanggilku Marvel—dan seharusnya memang begitu.”   Pria itu sedikit menahan tubuhnya dengan satu tangan ke bahu kursi dan duduk. K
Read more
Chapter #27 Pengawal Baru
 “Mungkin saja dulu aku mengeksekusi orang yang salah, Gale.”  Karena pemikiran itu, Marvel kini berkutat dengan buku kecil di tangannya sepeninggalan Gale. Meskipun begitu, ia sama sekali tidak mengerti karena yang tertulis di sana tidak menggunakan bahasa yang ia ketahui. Selain tulisan tak terbaca itu, lembarannya juga dipenuhi dengan gambar dan coretan lainnya. “Ke mana aku mencari orang yang bisa membaca buku ini?” gumam Marvel sambil mengetukkan ujung jarinya ke permukaan buku beberapa kali. “Kenapa dulu aku tidak mau belajar membaca! Aku ingat ibu pernah menawarkannya,” gerutunya lagi. Dulu yang ia maksud adalah saat hidup sebagai Keith. “Sir Rodrigo? Marsella? Ah, aku bahkan tidak tahu di mana mereka sekarang.” Pria itu menghela napas dengan berat. Sebuah ide yang sebenarnya tidak terl
Read more
Chapter #28 Cecilia Jung
 Marvel keluar dari penginapan diikuti oleh Gale. Keduanya menyusuri jalanan paving block dengan kafe dan toko souvenir di kiri dan kanan. Jalanan cukup ramai dengan turis. “Di mana kau akan bertemu dengan asistenmu itu, Keith?” tanya Gale. “Kau harus membiasakan dirimu memanggilku Marvel, Charlie. Aku bukan hanya Keith seutuhnya, tetapi juga Marvel Dawson, CEO Dawson Production House.” Pria itu berjalan dengan sedikit pincang. Jalanan sedikit licin di turunan dan ia harus lebih berhati-hati. “Itu tidak mengubah siapa dirimu yang sebenarnya,” celetuk Gale. “Aku harus ke toilet,” kata Marvel dengan berjalan mendahului Gale menuju gang yang memberikan petunjuk toilet umum. Gale terdorong ke belakang karena ramainya pengunjung sore ini. Ia buru-buru menyusul Marvel dengan pandangannya. Namun, keramaian membuatnya kesulitan. 
Read more
Chapter #29 Kemunculan Marshella Wood
 Suasana di kafe Perky Peacock cukup ramai di hari yang dingin ini. Angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Marvel memilih tempat duduk yang mudah baginya melihat ke sisi Jembatan Lendal. Di antara lalu lalang, tidak ada satu pun yang ia kenal. Itu lebih baik. Pelayan beberapa kali melewatinya. Marvel merasa harus segera pergi sebelum ditegur untuk kedua kalinya karena belum memesan apa pun di sini. Ini sudah waktunya jam makan siang dan belum ada tanda-tanda Dean Alvaro muncul di Jembatan Lendal. Marvel juga tidak melihat anak buah Gale di sekitar. Ingatan Marvel kembali pada saat pertemuannya dengan Lord Frederick di ruangan itu. Saat akan keluar dari penginapa bersama Gale, ia sempat memperhatikan sekeliling ruangan dan akhirnya mencapai pada satu kesimpulan bahwa penginapan itu bukanlah tempat pertemuannya dengan Lord Frederick. Artinya, setelah “disakiti” secara tak kasat mata, pria itu dipindahkan ke tempat
Read more
Chapter #30 Perawat Kelly
“Oh, kepalaku!” Marvel Dawson menggerakkan tangannya untuk menyentuh pelipis yang terasa sakit. Perban. Ia lantas menggerakkan tubuh. “Argh!” Seluruh sendi dan tulangnya terasa sakit. Dengan susah payah, punggung Marvel berhasil bersandar di kepala tempat tidur. Dalam pandangannya, semua benda masih berputar-putar. Pun dengan sosok yang baru saja muncul dari balik pintu. “Tuan Dawson, Anda sudah sadar.” Marvel memejamkan mata agar nuansa berputar-putarnya hilang. Saat dirasa sedikit lebih baik, seraya kembali membuka mata. Suara tadi berasal dari seorang wanita muda yang tak dikenalnya. Namun—dari pakaian wanita muda itu dan ruangan serba putih serta interior di sini—Marvel kemudian tahu bahwa ia sedang berada di rumah sakit dan wanita ini adalah perawat. “Apa yang terjadi padaku?” tanyanya dengan uj
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status