Semua Bab Cinta Dalam Perjodohan: Bab 11 - Bab 20
113 Bab
Bromo ( Tadabbur Alam)
Di bawah kabin pesawat tidak banyak kata yang mereka lontarkan. Abbas lebih diam, sedangkan Sayyidah merasa gengsi untuk memulai obrolan dengannya. “Sampai di Jawa Timur kita tadabbur alam dulu,” ucap Abbas. “Apa itu ... sial!” Belum selesai Sayyidah berbicara, Abbas sudah menyenderkan kepala dan memejamkan matanya. Sayyidah meraihkan ponselnya dan mengetikan kata ‘apa itu tadabur alam’.Di bawahnya memunculkan hasil kalimat yang di ketiknya. Tadabbur alam merupakan sarana pembelajaran untuk lebih mengenal Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi berserta isinya.  “Mohon maaf Kak, silahkan ponselnya di matikan atau dialihkan ke mode penerbangan. Karena pesawat akan segera lepas landas,” tegur seorang pramugari kepada Sayyidah. “Iya, terimakasih.” Sayyidah mengusap layar androidnya dan menekan flight mode, kemudian memasukannya kedalam sling bag.*** Setelah keluar dari bandara, Abbas membeli dua tik
Baca selengkapnya
Masak Pagi
Abbas mengambil botol air minum di tasnya, membukakan tutup botol, lalu menyodorkannya kepada Sayyidah.  “Ayoo duduk! Minum dulu, barangkali kamu masih shock,” perintah Abbas dengan menggelar sorbannya lebih dulu. Sayyidah meraih botol di tangan Abbas dan  menenggaknya sampai tandas. “Selonjorkan kakimu!” titah suaminya. Ia memijit kedua kaki Sayyidah dengan lembut sampai ke ujung jari-jemarinya. Sentuhan Abbas menjadikan hati Sayyidah semakin meleleh.  “Apa sudah enakan?” tanya Abbas menyadarkan Sayyidah yang sedari tadi menatap wajahnya.  “Uummm ... iya aaaku udah baik,” jawab Sayyidah dengan agak gugup. “Kamu yakin baik-baik saja?” tanya Abbas sekali lagi.  “Yakin aku baik-baik saja,” balas Sayyidah dengan tersenyum menampakkan lesung pipinya. MasyaAllah ... istriku senyumannya manis sekali ya Allah, puji Abbas dalam hati. “Ya udah, kita lanjut pu
Baca selengkapnya
Amanah
“Bas, gimana penampilanku? Udah rapi belum?” Sayyidah bercermin di layar ponselnya. “Udah rapi.” Abbas tersenyum. “Kang Abbas mau ketemu umma?” tanya seorang santriwati yang muncul dari dalam kepada Abbas. Ia membawa nampan berisi tiga gelas yang masih mengepul dengan beberapa toples makanan. “Na’am,” jawab Abbas. “Tafadhol duduk! Ana panggilkan dulu ummahnya.” Ia mempersilahkan Abbas dan Sayyidah di sebuah kursi panjang. Beberapa menit kemudian ... “Assalamuallaikum, Nak! Gimana kabarnya?” sapa seorang wanita dewasa berparas cantik mengenakan pashmina size besar di kepalanya. Tubuhnya sedikit gempal tetapi berwibawa. “W*’allaikumussalam Umma, alhamdulillah kher,” balas Abbas. “Alhamdulillah ... ini istri antum?” “Na’am Umma.” “Nama saya Sayyidah.” Sayyidah mencium tangannya. “MasyaAllah nama yang indah, seindah rupanya.” Tersenyum manis. 
Baca selengkapnya
Bolehkah aku menciummu?
Abbas menyentuh pipinya, kemudian membelainya lembut.Sentuhan tangan Abbas membuat hatinya merasa bergidik. Sayyidah tak kuasa, perlahan ia memejamkan mata.“MasyaAllah tabarakallah istriku, permataku, bidadariku.”Pujian Abbas semakin melambungkan hati Sayyidah keangkasa. Binar netra Abbas menatap lekat wajahnya.“Boleh aku mencium keningmu?” izin Abbas kembali.Kali ini Sayyidah tak mampu menjawab, hatinya telah di selimuti perasaan bak ratu yang sedang di puji. Ia hanya menganggukkan kepalanya.Cup ...Abbas mencium kening Sayyidah dengan lembut.“Hehehehe ....” Tiba-tiba Abbas terkekeh.“Kamu kenapa?” Netranya terbuka seraya melebarkan pupilnya. “Kalau kamu anggun kaya gini rasanya seperti bidadari, cantik sekali ... tapi kalau kamu lagi marah-marah dan ngambek seperti sebelum-sebelum ini, kamu kaya
Baca selengkapnya
Cemburu
Selepas sholat isya Abbas mengajak Sayyidah makan malam di luar. “Kamu mau makan apa Say?” tanya Abbas sambil menyetir motor. “Apa? Aku nggak dengar,” teriak Sayyidah di belakang Abbas. “Kamu mau makan apa?” Kali ini Abbas mendekatkan kepalanya. “Oh ... apa, ya? Soto aja,” ucap Sayyidah. “Yang di pinggir jalan aja nggak papa, ya?” “Hmm ... iya nggak papa. Kamu apa?” tanya Sayyidah. “Aku nasi punel.” “Apa itu?” “Nanti kamu juga tau, hehehe.” “Iiih!” Sayyidah meneplak punggung Abbas. **** Setelah menelan habis makanan, Abbas meneguk segelas air, lalu mengucap rasa syukur.“Alhamdulillah, gimana Say rasanya?” ujar Abbas. “Enak ... walaupun kaki lima tapi rasa nggak kalah mantap,” puji Sayyidah dengan mengacungkan kedua jempolnya. “MasyaAllah, walaupun sederhana yang penting rasa syukur kita,” ucap Abbas.
Baca selengkapnya
Pengalaman Baru
"Ehh tunggu! Aku ambil motor dulu. Kamu tunggu disini istriku!" Ia menuntun Sayyidah kembali ke kursi. Kemudian berjalan menuju tempat motornya yang terparkir.Beberapa menit berlalu ...Abbas mematikan mesin motornya. Ia beranjak menuju tempat duduk Sayyidah.“Khumairahku ... setelah ini mau kemana?”“Menurut kamu?” jawab Sayyidah dengan ekspresi bingung.“Kamu pengen makan apa lagi?”“Uummm ... aku pengen kebab kaya yang di makan Zakiyah sama Azam kemaren pas aku ngajar.”“Oke ... ayo kita beli!” “Ayo!” Sayyidah dengan semangat mengikuti langkah Abbas.Sepeda motor mereka melaju pelan membelah pekatnya malam. Udara yang semakin dingin tak menembus hangatnya suasana hati mereka.“Kamu nggak capek, Bas? Kesana-kemari nyetir motor,” tanya Sayyidah.“Nggak, asalkan sama ka
Baca selengkapnya
Nasehat Guru
Jari Sayyidah mengetik balasan untuk Abbas, tetapi belum sampai terkirim Putri kembali menghampirinya. “Mba Sayyidah di panggil abuya di depan, di sana udah ada suami mba juga. Mari ana antarkan!" ajak Putri. “Ohya, baik Putri.”Sayyidah mengikuti langkah Putri melewati lorong-lorong kamar santri. Menurut Putri ini jalan alternatif agar cepat sampai di depan rumah abuya. Sesampainya Sayyidah melihat Abbas duduk menunduk di depan seorang laki-laki dewasa, kira-kira berumur lima puluh tahunan, memiliki beberapa rambut putih di jenggotnya, mengenakan peci dan sorban putih. Pandangannya terfokus di layar ipadnya.  Biasanya Sayyidah hanya melihat wajah sejuknya di video ceramah yang ia putar, kini ia harus berhadapan secara langsung, untung saja ada Abbas di sisinya.Jantung Sayyidah berdegub kencang, ini pertama kalinya ia bertemu dengan sosok Abuya yang menurutnya sangat terlihat bijaksana dan berwibawa. Sayyidah sontak
Baca selengkapnya
Merindukan Marwah
Suara rintikan hujan yang mengenai suatu benda, nyaring di telinga Sayyidah. Perlahan ia mengerjapkan matanya. Sepasang netranya melirik ke arah jendela, hujan begitu deras sampai menimbulkan titik-titik embun di kaca jendela. Ia beringsut dan memandangi tetes hujan yang telah menggenangi halaman asrama. Sedetik kemudian bulir bening mengalir membentuk sungai kecil di pipinya. "Mamaaah ...." ujarnya dengan suara yang parau. "Hiks ... Hiks ... Hiks ... Sayyidah kangen, Mah. Biasanya setiap hujan begini Mamah selalu mendatangi Sayyidah membawa susu coklat dan bubur jagung kesukaan Sayyidah, lalu Mamah menyelimuti Sayyidah dengan pelukan yang hangat. Kini Sayyidah kedinginan, Mah." Mendekapi tubuhnya sendiri. Ceklek! Sontak ia menyeka air matanya dengan punggung tangan.  "Kamu sudah bangun?" Manik matanya menampakkan wajah Sayyidah yang lesu. "Mau mandi? Aku buatkan air hangat dulu, ya?! Biar kamu
Baca selengkapnya
Hadir Majelis
Mereka sibuk dengan isi mangkuk dan isi kepala mereka masing-masing. "Bas ...." lirih Sayyidah. "Hmmm?" Menatap istrinya yang terlihat masih mengunyah. "Ada apa?" sambungnya lagi. "Kemaren Umma Aminah sempet bilang katanya gue, eh! Aku maksudnya ... di suruh hadir majelisnya beliau, entah di masjid, atau di manapun," ungkapnya, selama ini ia berusaha menyesuaikan panggilan aku-kamu jika berbincang dengan Abbas. "Bagus itu, aku setuju! Nanti aku anterin kamu," ujarnya. "Kok di anterin sih? Emangnya jauh?" tanyanya dengan penasaran. "Mau dekat, mau jauh tetap diantar. Selagi aku bisa menjagamu karena kamu begitu mulia, Sayang," ungkapnya datar. "Ish! Sayang ... sayang kepala lo peang?! Jangan panggil gitu?!" maki Sayyidah, tapi hatinya bersorak ria mendapat perhatian dan ungkapan kasih sayang dari Abbas. Ini bukan aku! Mana mungkin aku menyukai Abbas, hahaha, tertawa dalam hatinya.
Baca selengkapnya
Gemoy
Kendaraan beroda dua membawa sepasang sejoli mengitari jalan dalam kepekatan malam, sejuknya sepoi angin merasuk ke dalam pori-pori. Namun, tak bisa menembus panasnya hati Sayyidah saat ini. "Hey! Kok diam aja," ujar Abbas yang telah memahami suasana hati istrinya. "Nggak,” jawabnya ketus. Abbas menghembuskan nafasnya pelan, sekilas sebuah senyuman terbit di bibirnya. "Kita makan di luar aja, ya?! Aku lagi males makan di rumah," ujar Abbas. Ajakannya tak di respon Sayyidah, ia harus memutar otak untuk merubah mood istrinya. "Tugas kuliahku hari ini banyak banget, apalagi tugas khidmah, tapi aku ngga boleh menyerah! Aku mau cari makanan yang bisa ngilangin stres," ungkap Abbas, ia membelokkan arah motornya ke kanan, beberapa meter setelahnya terlihat lebih ramai di kelilingi para pedagang di sepanjang jalan. Abbas menghentikan motornya di tempat penjual martabak. Ia beranjak, tetapi Sayyidah tak mau
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status