All Chapters of Catur Rogo: Chapter 21 - Chapter 30
34 Chapters
Penghuni Kos Rian
"Item, gede, tinggi, besar?" celetuk Taksa membuat Rian dan Asep menoleh menatapnya.  "Lo juga bisa kayak Asep?" tanya Rian.  Taksa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia kelepasan berbicara. Dengan cengiran yang jarang ia perlihatkan berharap bisa menutupi apa yang baru saja ia bicarakan. "Enggak. Cuma nebak, dari konten yang gue tonton biasanya wujudnya gitu," jawabnya sekenanya.  "Lo ngerasa apa? Panas?" tanya Asep mengalihkan Rian dari ucapan Taksa tadi.  Rian mengangguk serasa menunjukkan bagian pojok ruangan. Di mana ada meja yang sering sekali barang di atasnya terjatuh dengan sendirinya. Ia juga mengajak keduanya melihat ke toilet atau pun bagian belakang kosnya. Di mana ada sedikit lahan untuk menjemur pakaian. Di belakangnya terdapat kebun warga yang ditanami singkong serta terdapat pohon asam yang cukup besar.  Asep memicingkan matanya untuk melihat lebih jelas ke pohon asam tersebut. Meski malam dan minim
Read more
Permintaan Taksa
Akhirnya seluruh penghuni rumah tahu bahwa kini mereka hidup berdampingan dengan Melati. Bagas yang bisa melihat dan berbicara dengannya menjadi lebih baik. Sekarang sudah sedikit ramah. Meskipun masih terlihat belum bisa menerima sepenuhnya.  Rian yang menginap di sana bergidik ngeri. Ternyata isi rumah itu lebih menyeramkan. Namun, akan lebih menyeramkan jika ia kembali ke rumah kosnya.  Malam itu mereka tidur cukup larut. Rian tidur di ranjang Asep. Sementara Asep ia tidur seranjang dengan Taksa. Meski sempit keduanya tidur dengan pulas.  Kokok ayam membangunkan Taksa. Sudah kebiasaannya untuk bangun pagi dan memasak untuk yang lain. Saat memasak ia merasa lebih tenang. Namun, tidak dengan pagi ini. Pethak membuatnya gelisah. Ia berpamitan untuk pergi selama beberapa hari untuk memulihkan kekuatannya.  Asep yang sudah bangun terlihat panik. "Lo mikir apaan, sih," geram Asep. Sebab hampir saja Taksa membuat rumah itu terbakar. Ka
Read more
Penjelasan Perjanjian
Setelah percakapan tadi. Asep meminta Taksa menjelaskan lebih detail tentang perjanjian yang ia maksud. Karena pengetahuan Asep sebatas perjanjian dengan dukun dan pesugihan kelas rendahan.  "Jadi kakek moyang gue buat perjanjian dengan raja ular. Dulu keluarga gue miskin, dipandang rendah, dan diinjak-injak. Atas dasar sakit hati dan dendam kakek moyang gue membuat perjanjian itu. Dengan syarat semasa hidupnya harus memberikan tumbal agar perjanjian itu terus berjalan. Kalau tidak, mereka akan menjadi tumbal itu. Dan saat meninggal mereka akan dijadikan budak di kerajaan." Mendengar penjelasan Taksa Asep terkejut bukan main. Ternyata zaman dulu benar-benar mengerikan. Dan memang, hawa nafsu selalu menjadi penyebab kehancuran seorang manusia. Harta, ingin dipandang tinggi, dan tidak dihina membuat orang gelap mata. Namun, tak akan ada asap tanpa ada api. Manusia lainnya juga harusnya menjaga ucapan dan tidakan terhadap orang lain. Jika tidak mereka akan menjadi
Read more
Pelet
Asep tak memedulikan perkataan Taksa. Ia tetap memandang pria itu. Matanya menatap sinis. Ia tak suka bila ada yang seperti itu di lingkungannya. Taksa yang menyadari itu hanya mendengkus. Sepertinya kali ini Asep akan bertindak sesuai kemauannya.  Saat pasangan itu ke meja kasir, Asep semakin merasakan rasa tak nyaman. Dan benar, saat tak sengaja bersitatap Asep mengetahui dengan benar bahwa pria itu memiliki jimat dan memelet perempuan yang digandengnya.  Asep menatapnya tajam, sementara pemuda itu biasa saja. Bahkan heran mengapa Asep menatapnya demikian. Enggan memusingkan hal tersebut setelah membayar mereka pergi disusul pasangan yang masuk bersamaan. Namun, sebelum pasangan kedua pergi Asep sempat mengajukan pertanyaan.  "Anak mana yang barusan keluar?" tanyanya santai agar tak dicurigai.  "Yang mana, Bang? Yang cewek?" Asep diam sejenak. Mungkin akan lebih baik jika dia bertemu perempuan itu saja dan menyelamatkanny
Read more
Mambantu Mayang
Satu minggu setelah Asep dan Mayang bertukar nomor handphone. Mereka instens saling bertukar kabar, hingga suatu hari Mayang mengiriminya pesan. Tertulis meminta agar Asep menemuinya di sebuah tempat yang sudah ia tentukan. Tanpa pikir panjang Asep mengiyakan. Taksa menatap Asep yang sudah rapi dengan kaos putih pendek yang dibalut jaket levis. Ia mengenakan celana panjang chino hitam dan sepatu vans dengan warna senada. Tak lupa rambut gondrongnya ia kucir semua. Hanya menyisakan beberapa anak rambut di bagian depan. "Rapi amat, mau ketemu klien?" tanya Taksa yang sehabis mandi akan memakai baju. "Enggak, gue mau bantu mba-mba yang kena pelet kemarin," jawabnya membuat Taksa mendesah. "Lo ikut campur lagi?" Pertanyaan dengan nada khawatir dibalas kekehan oleh Asep. "Gue cuma membantu sesama," kekehnya dan meninggalkan Taksa. Asep melajukan motor gede hitamnya
Read more
Akibat Ikut Campur
Setelah beberapa hari dari pertemuan terakhir Asep dan Mayang. Mayang tiba-tiba datang pagi hari sebelum mentari meninggi. Kabut masih ada, tetapi Mayang sudah berada di depan pintu rumah  Asep--rumah yang di belakang distro. Ia menggedor pintu dengan tergesa.  Taksa yang sedang memasak di dapur menghentikan kegiatannya sejenak. Ia melihat jam saat berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa yang bertamu pagi-pagi sekali. Saat melihat jam ternyata pukul enam pagi.  Asep mengerutkan kening saat melihat ternyata yang bertamu seorang wanita. Ditambah wajah itu menunjukkan kegelisahan. "Nyari siapa?" tanya Taksa dingin.  Taksa memang seperti itu. Ia akan bersikap dingin kepada wanita. Apalagi jia itu orang asing. Kenangan buruk di masa lalu tentang wanita membuatnya seperti itu.  "Asepnya ada?"  Taksa mengangguk sebagai jawaban. Ia memandang kursi di terasnya. Mayang mengerti, ia duduk di sana sementara masuk memanggil
Read more
Cincin Bagas
Sarapan pagi itu tampak sedikit canggung. Hal itu dipicu dengan adanya Mayang. Sebenarnya Mayang bersikap seramah mungkin, tetapi tak begitu kenyataannya.  Selepas sarapan, Mayang yang awalnya ingin segera pulang dihentikan oleh interupsi Taksa.  "Ada baiknya lo minta tolong sama orang lain. Jangan libatkan Asep dalam masalah ini." Ucapan Taksa sangat dingin. Mayang terdiam membeku. Selain karena nada bicaranya, wajah datar Taksa juga membuatnya takut.  Asep yang akan mandi terkejut mendengar ucapan Taksa. Ia mengurungkan niat mandinnya.  "Lo apaan, sih, Sa. Tenang aja, gue enggak bakal kenapa-napa. Lagian ada lo sama yang lain yang bisa bantuin gue kalau sampe ada hal-hal yang bahaya," ujar Asep dengan kekehan. Ia sengaja mengucapkannya dengan santai. Sebab bila serius, itu bukan cara Asep.  Mayang hanya diam. Ia bingung sekarang. Karena tak berani, dirinya menunduk melihat kakinya yang terbalut kaus kaki berw
Read more
Perkenalan; Rengganis
Bagas membelalakkan mata. "Maksud lo ini pegangan gue?" Taksa mengangkat kedua bahunya. "Belum tentu juga." Bagas mendengkus. "Gimana, sih, lo." Taksa terkekeh. Amat sangat mudah membuat Bagas kesal memang. Ia berbalik dan kembali ke distro setelah mengambil air dingin dalam lemari es.  Setelah perginya Taksa Bagas segera menganti baju dan menyusulnya. Lagipula sekarang jadwalnya membantu.  Saat membuka pintu yang menghubungkan antara rumah dan distro Bagas melihat ada Asep di sana. Ia terlihat sedang berbicara serius dengan Taksa.  Raut wajahnya terlihat khawatir, begitupun dengan Taksa. Mereka berbicara berdua di dekat pintu masuk distro. Sementara Mahes masih sibuk dengan gamenya.  Karyawan melayani pembeli yang berdatangan. Bagas masih setia memperhatikan Asep dan Taksa. Karena tak biasanya Asep seperti itu.  Ia coba mendekati Mahes. Berharap Mahes mengetahui apa yang didiskusikan oleh kakak
Read more
Pelaku kejahatan atas Mayang
Rengganis kembali ke rumah dengan perasaan campur aduk. Ia marah karena Taksa tak mau menolongnya. Namun, ia juga mengerti alasan Taksa tak mau.  Ia kemudian berjalan ke arah kamar yang ada di lantai dua. Ia membuka pintu dan melihat Mayang tengah terlelap. Ada perasaan lega saat melihat Mayang masih baik-baik saja.  Ia menutup pintu pelan dan turun. Rumah Rengganis terdiri dari dua lantai. Rumah minimalis bergaya modern itu terlihat luas karena hanya ada Rengganis yang menempati. Saat ada Mayang pun rumah itu masih terasa luas.  Ada pembantu yang membantu Rengganis mengurus rumah, tetapi hanya datang saat pagi dan pulang saat sore hari. Rengganis juga sebenarnya tak terlalu membutuhkan pembantu. Namun, saat banyak pesanan ia kerepotan.  Rengganis memiliki toko bunga di pusat kota dan membuka toko bunga baru tak jauh dari rumahnya sekarang. Berawal dari kesukaannya merangkai bunga, ia mencoba membuka toko bunga dan berjalan baik.&n
Read more
Ki Broto dan Aura Rumah Rengganis
Asep pulang dari rumah Rengganis setelah mengatakan akan membantu mencari orang yang bisa menyembuhkan Mayang. "Sa, lo kenal Ki Broto?" tanya Asep saat baru memasuki distro. Pertanyaan Asep membuat dahi Taksa berkerut. Ia seperti pernah mendengar nama itu. "Enggak asing. Tapi gue lupa," jawab Taksa tetap melanjutkan pekerjaannya yang sedang memeriksa catatan barang masuk. Suasana distro sepi. Karena karyawan sedang istirahat siang dan Bagas serta Mahes ada di rumah belakang. Tersisa Taksa dengan pembukuannya. "Sa, bukannya lo pernah bilang tentang dia?" Asep merasa Taksa pernah bercerita tentang Ki Broto. Cuma ia lupa kapan Taksa pernah bercerita. Ia menarik kursi dan duduk di sebelah Taksa. Ia juga mencoba mengingat-ingat. Kemudian mata Taksa membulat. Ia ingat nama itu. Nama yang tak sengaja ia dapat dari kemampuan prekognisionnya. "Lo
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status