Semua Bab Diary Istri CEO: Bab 91 - Bab 100
105 Bab
Holiday 6
Di dalam kehangatan selimut, dua tubuh manusia masih mengumpukan kekuatan untuk bisa bangkit dari ketidakberdayaan. Rahman merentangkan tangan kanannya dan menjadikan sandaran kepala Aisyah.            Kelopak mata yang sudah berat sebisa mungkin tetap terjaga. Rahman mengusulkan untuk membersihkan diri bersama. Namun Aisyah menolak halus.            “Kamu dulu saja sayang, rambut kamu kan panjang…”            “Kamu dulu Mas, aku masih lemes…”            Nada suara Aisyah yang pelan membuat Rahman merasa geli untuk mengusilinya lagi. Aisyah buru-buru menepis tangan Rahman dan mengambil baju. Rahman juga tidak beranjak untuk pergi ke kamar mandi, Aisyah inisiatif membersihkan diri sendiri dulu.
Baca selengkapnya
Holiday 7
Terik matahari sudah sangat menyengat. Namun belum ada tanda-tanda anak-anak keluar dari wahana roller coaster. Aisyah sudah mulai mengantuk. Sesekali dia menguap dan menutup mulutnya.            “Sayang, apa keinginan terbesar kamu yang belum kamu raih?”            Aisyah berpikir cukup lama. Jika di flashback kembali, tujuan dia nekad keluar dari penjara suci adalah untuk mencari orangtuanya. Namun setelah sekian tahun tidak bisa mencari keberadaan orangtuanya, membuat Aisyah merasa kalau keinginannya itu sia-sia belaka. Mungkin ada rencana lain yang Tuhan siapkan untuk dirinya.            “Aku sudah tidak tahu keinginan apa lagi Mas. Semua takdir ini jalanin aja seperti air. Terus mengalir… kita bisa ap ajika Tuhan berkendak.”     
Baca selengkapnya
Holiday Terakhir
Rahman merebahkan tubuh Aisyah ke kasur. Tangan kekarnya masih memainkan jari jemarinya. Aisyah sedikit tidak berdaya dengan permainan suaminya itu.            “Mas… ah…”            Selama ini Rahman jarang mendengar suara Aisyah mengerang saat bercinta. Tapi akhir-akhir ini, suara Aisyah saat bercinta membuatnya ketagihan. Bahkan rasa lelah di telapak kaki tidak dirasakan sama sekali. Rahman terus mengunci bibir Aisyah dan bermain di dalam. Pertukaran oksigen yang nikmat.            “Ahhh… Mas…”            Rahman langsung mengambil selimut dan melepas bajunya satu persatu. Geliat tubuh Aisyah sudah membuatnya semakin tidak sabar. Bibir ranum Aisyah mengigit lengan Rahman.&nbs
Baca selengkapnya
Membaca dari Wajahmu
Pov Aisyah             Setelah kami sampai di rumah, yang bagiku seperti istana itu. Kulihat suamiku langsung menuju ke kamar. Kupinta anak-anak juga beristirahat. Tidak lupa juga, kupinta Bayu untuk menjaga anak-anak.            Saat langkah kaki ini sampai di depan pintu kamar, telingaku mendengar suara. Kutempelkan telingaku ke pintu dan mendengar suara samar-samar, entah dengan siapa Rahman mengobrol lewat hand phone. Kuraih gagang pintu karena tidak enak dilihat oleh Bayu yang mungkin sengaja atau tidak lewat.            Rahman langsung mematikan panggilan telepon dan tersenyum melihatku. Namun kuartikan senyum itu sebagai kamuflase belaka. Aku pura-pura tidak tahu dan memang belum ingin tahu. Saat ini tubuhku butuh istirahat dan tenang memikirkan ke dunia nyata. Yah, setelah sat
Baca selengkapnya
Kanker Otak
Pov Aisyah             Jadi selama ini suamiku telah menyembunyikan sakit yang tidak ringan menurutku. Sakit dia tahan sendiri. Aku masih merenungi kertas yang masing kupegang ini. Diagnosa dokter membuat hatiku sangat takut sekali. Belum siap dengan segala prediksi yang dokter perkirakan.            Bagiku, waktu empat bulan itu sangatlah pendek. Entah bagaimana aku harus memberitahu mertuakau. Atau mereka juga sudah tahu. Tanpa terasa airmataku menetes dengan sendirinya.            “Mommy, why are you crying?”            Tanpa kusadari, suara Bilal menghampiriku. Sungguh tidak tega aku melihat anak itu apabila mengerti masalah orangtuanya.          &nb
Baca selengkapnya
Sakit Terasa
Tidak banyak aktivitas pergerakan selama di kantor. Rahman lebih banyak duduk di kursi empuknya. Sementara Aisyah lebih banyak menghandel semua berkas-berkas perusahaan. Perubahan sudah mulai tampak jelas. Raut wajah Rahman sudah perlahan kehilangan aura cerianya. Tatapannya banyak kosong dan kelihatan sayu.            Tok tok!            “Silakan…”            Bayu datang bersama anak-anak sambil membawakan makan siang. Sekalian menjemput Bilal dan Kuwat dari sekolah. Kehadiran jagoan kecil membuat bibir Rahman tersungging. Dia tersenyum sambil menyambut jagoannya itu.            “Daddy di sekolah akan ada pentas drama.”            “Ohh
Baca selengkapnya
Meminta
Jus yang dibuatkan oleh Aisyah telah habis. Tidak menyisakan sedikitpun di gelas. Rahman memang paling bisa menghargai Aisyah. Terkadang apa yang dibuat oleh istrinya untuk dimakan, walau tidak selalunya enak dan manis. Namun ada rasa getir yang membuat lidah merasa ngilu, Rahman tetap menghabiskannya.            “Sayang…”            Aisyah menghentikan langkah saat Rahman memanggilnya. Ada perasaan khawatir menjadi satu. Bola mata saling beradu menjadi satu ciptakan rasa kelu melanda kalbu. Antara gamam dan kaku lidah membuat mulut sukar mengeluarkan kata-kata.            “Istirahatlah Mas…”            Aisyah mendekati Rahman dan mengecup bibirnya. Meski Rahman sempat ingin menolak namun Aisyah me
Baca selengkapnya
Ruang
Di ruangan meeting sudah berkumpul dengan posisi genap. Ini adalah pertama kali Aisyah memimpin rapat. Dari Rahman, Aisyah belajar agar bisa seperti posisi suaminya walau itu tidak mudah.            “Lalu anak cabang yang ada di Bali bagaimana proses untuk ke depannya Nyonya Aisyah? Resort itu harus dikelola ulang supaya lebih baik. Selama ini banyak laporan yang ternyata disalah gunakan oleh anak buah Robi.”            “Soal resort di Bali, bukankah sudah menjadi tugas Anda Pak Johan untuk memantau? Lalu bagaimana bisa anak buah Robi bisa melakukan tindakan tersebut? Dimana tugas Anda?”            “Oh, jadi Anda menyalahkan saya?”            “Tidak!”     
Baca selengkapnya
Menghilangkan Cemburu
Akhirnya Bayu sampai di depan sekolah Bilal dan Kuwat. Di tempat tunggu sudah ramai para asisten rumah tangga dan sebagian ibu dari anak-anak yang menunggu. Bagi Bayu jika ikut menunggu dengan mereka rasanya malu. Hingga dia memilih menunggu di dalam mobil dengan membuka kaca jendela.            Sambil membaca majalah dapat menghilangkan pikiran yang membayangkan apa saja yang dilakukan majikannya di kamar tadi. Hal itu sangat membuat hati kecil Bayu merasakan cemburu namun dia tidak bisa berkata apa-apa. Tidak mungkin mengatakan kejujuran.            Lima menit berlalu, Bayu mengarahkan pandangannya melihat ke gerbang sekolah. Satu persatu anak-anak keluar, mereka disambut oleh yang menjemput. Bayu pun bergegas turun dari mobil dan menuju ke depan gerbang.            “Om Bayu…”
Baca selengkapnya
The Show
Dari deretan bangku baris ketiga Rahman dan Aisyah duduk untuk menyaksikan persembahan pentas anak-anak. Bayu yang duduk di sebelah Rahman sesekali melirik melihat Rahman yang wajahnya sudah kelihatan pucat.            Rahman juga merasakan jika tubuhnya sudah tidak sekuat dahulu. Demi jagoan tercinta, dia paksakan untuk menjadi kuat. Tidak ingin terlihat lemah di depan anak-anak. Bagaikan menghitung hari yang pasti akan datang waktunya. Aisyah menggenggam tangan Rahman sambil tersenyum. Di dalam relung hatinya juga merasakan kekhawatiran.            Suara MC sedikit melegakan hati Rahman, itu tandanya pertunjukan segera dimulai. Acara tampak sangat megah dengan hiasan panggung yang artistic. Semua wali murid yang hadir juga kelihatan dari kalangan atas. Rahman menutup mulutnya supaya tidak terlihat menguap.       &n
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status