Semua Bab WANITA SIMPANAN: Bab 21 - Bab 30
133 Bab
21. Berkunjung
"Kapan pulang?" tanya Rasha melalui sambungan telpon. "Belum tahu, Mas. Aku masih ingin di sini.""Pulanglah, Dek! Mas rindu kamu, rindu Naura juga,""Yakin hanya itu?" pancingku. Mas Rindu masakan kamu juga," bujuk Rasha. Ainun memutar mata malas. Dia tahu suaminya saat ini merasa kerepotan lalu beralibi rindu dengan masakannya. "Loh, bukannya ada Nayla di sana, Mas? Kamu harus mencicipi masakan dia agar nanti bisa terbiasa," Sindir Ainun. Rasha memijit kepalanya. Dia seperti kehilangan akal bagaimana caranya agar Ainun segera kembali. "Nayla tidak bisa diharapkan, Dek. Masa tiap hari mas harus delevery? Habis nanti uang mas. Belum kebutuhan ini dan itunya yang begitu banyak. Pulanglah, Dek," keluhnya. Ainun menarik sudut bibir. Tak ada sedikitpun rasa kasihan yang timbul. Justru rasa bahagia yang dia rasakan. Mas Rasha kini menikmati babak baru atas ulah Nayla-istri barunya-.&n
Baca selengkapnya
22. Jujur
Satu minggu telah berlalu, Ainun dan Naura sangat menikmati liburannya. Ainun merasa bahagia meskipun mudik kali ini tanpa suaminya. Tentang Aisyah, Ainun sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Tak jarang mereka saling berkunjung. Meskipun setiap kunjungan Ainun, membuat Aisyah sedikit merasa tersisih karena perlakuan Bu Risna yang begitu menampakkan rasa sukanya pada Ainun. Fariz yang mengetahui hal itu terus menghibur istrinya dan menyarankan agar tak mengajak Ainun lagi ke rumahnya, cukup hanya Aisyah saja yang mengunjungi Ainun karena abah, umi dan Naura begitu menyayangi Aisyah. "Tante Aisyah, Naura mau dong sekali-sekali diajak jalan ke kebun teh," pinta Naura saat mereka menikmati teh hangat di halaman depan rumah. "Kan janjiannya sama nenek," celetuk Umi."Nenek mah lama banget ditungguinnya. Setiap Naura ajak, nenek pasti sibuk," gerutunya begitu menggemaskan."Naura sayang, tante Aisyah juga sibuk." Ainun
Baca selengkapnya
23. Menyusul
"Naura, jangan jauh-jauh mainnya!" Teriak Aisyah. Dari kejauhan aku hanya menyimak keakraban keduanya. Naura yang sedang aktif-aktifnya terus berlari melewati setiap lereng kebun teh. Sekali-sekali Aisyah berhenti karena kelelahan mengejar gadis kecilku. Langkahku berhenti tepat di bawah pohon rindang. Entah kenapa, hari ini rasa malas betah menghampiriku. Biasanya aku begiru bersemangat mengajak Naura berkeliling kebun teh setiap kami pulang kampung. Aku mendudukkan diri lalu menatap luas perkebunan yang terpampang hijau. Udara sejuk di pagi hari  dan hamparan hijau begitu menyegarkan paru-paru hingga pandanganku. Pikiranku seketika menerawang pada beberapa tahun silam. Saat itu setiap pulang sekolah, aku dan Fariz akan menghabiskan waktu bareng sejenak di bawah pohon ini. Menikmati indahnya hamparan hijau perkebunan teh dan semilir angin sejuk yang menyentuh kulit. Lamunanku buyar ketika seseorang berdiri tepat
Baca selengkapnya
24. Penolakan hati
"Dek, bangun! Ini sudah subuh," bisik Mas Rasha tepat di telingaku. Mataku perlahan mengerjap menyesuaikan cahaya lampu kamar yang sudah dinyalakan. Sosok Mas Rasha duduk di tepian ranjang sedang tersenyum manis ke arahku.Seketika aku terperanjat dari pembaringan ketika menyadari di mana aku sekarang. Mas Rasha merapikan anak rambut yang menutupi sedikit wajahku. "Kenapa aku bisa di sini, Mas?" Mas Rasha kembali tersenyum lalu mendekatkan wajahnya. "Semalam kan ..... "Netraku membulat sempurna kala Mas Rasha sengaja menggantungkan kalimatnya. Matanya berkedip nakal membuatku semakin ketakukan. "Apa semalam kita .... "Mas Rasha terkekeh pelan kemudian mencubit pipiku dengan lembut. "Mas mau ke mesjid bareng abah. Mandilah lalu shalat," ucapnya seraya berlalu meninggalkanku dalam kebingungan. Setelah Mas Rasha pergi, aku memeriksa keadaan tubuhku. Tak ada tanda merah dan tak ada tanda
Baca selengkapnya
25. Pertemuan
Sore ini Ainun hendak berkunjung ke rumah Fariz atas perminataan Aisyah. Sebenarnya Aisyah sengaja melakukan hal ini agar mertuanya berhenti membahas masa lalu Fariz.  Ainun sebenarnya enggang, hanya saja, dia kasihan pada Aisyah. Semenjak kepulangannya, Aisyah merasa tersisih. Kali ini Ainun tak mengajak Naura turut serta. Hanya ditemani Rasha sesuai permintaan Aisyah. Ainun tak ingin Naura dijadikan senjata oleh Bu Risna."Kita mau kemana sih, Dek?" tanya Rasha. "Ke rumah Aisyah," jawabnya datar.Langkah mereka berhenti kala sudah berada di depan pintu ber cat kan warna putih tulang. Perlahan kutekan bel yang tertempel manis di dinding. Selang beberapa waktu, Aisyah muncul di balik pintu."Assalamu'alaikum," sapa mereka bersamaan. "Wa'alaikumussalam, Teteh, Mas. Mari masuk di dalam!"Mereka beriringan masuk lalu duduk di atas sofa.  Tampak Aisyah sibuk menuju dapur setelah pamit sebentar. Keduanya tak ter
Baca selengkapnya
26. Rahasia yang terungkap
"Jadi, ini alasan kamu pulang sendiri, Neng?" tanya Abah saat kami tengah duduk di ruang keluarga. Saat ini abah mengintrogasi kami berdua. Aku sungguh tak menyangka abah akan tahu semua ini. Padahal sebisa mungkin aku berusaha menyembunyikannya dari abah. Ada rasa ketakutan luar biasa saat melihat mimik abah saat ini. Aku sangat tahu wataknya, abah tidak akan membiarkan seseorang menyakiti putrinya. Dan kini abah tahu semuanya, aku tahu apa yang bakal terjadi."Abah." Kali ini Mas Rasha mulai bersuara. Abah menatap tajam menantu kesayangannya. Wajah Mas Rasha pucat pasi. Berulang kali dia kedapatan menyeka keringat yang menempel di keningnya. Tanpa komando, Mas Rasha bersimpuh di kaki abah. Kini bahunya terguncang.  Aku dan umi hanya diam menyimak. Biarlah kali ini urusan suamiku yang menjelaskan semuanya. "Ampun, Abah. Maafkan Rasha. Saya sudah menyakiti Ainun istri saya," ucapnya di sela tangis. Abah ber
Baca selengkapnya
27. Keputusan Hati
"Aw! Pelan-pelan, Dek!" keluh suamiku.Aku dengan penuh kehati-hatian membersihkan luka robek di wajah suamiku. Aku tak tahu bagaimana papa melakukannya. Membayangkannya pun sangat ngeri. Wajah suamiku hampir tak berbentuk. Wajah penih lebam dan hampir tak dikenali lagi. Sungguh  beringas pukulan papa. Tak terasa air mataku mengalir setiap tangan ini berusaha merawat dan mengobati wajah suamiku. Ada rasa iba dan sakit melihatnya. Egoku mengalahkan perasaanku. Mas Rasha menyentuh tanganku yang tengah sibuk memberikan salep luka pada wajahnya. Tatapan kami bertemu, netra mas Rasha berembun. Aku mencoba memalingkan pandangan, namun tangan Mas Rasha membingkai wajahku. "Maaf, Sayang, maafkan mas ...." Mas Rasha menitikkan air mata, bahunya terguncang kuat. "Tolong, jangan ceraikan mas. Selamatkan pernikahan kita."Aku menepis kasar tangannya. Amarah kembali menguasai diri ini. Dia memintaku menyelamatkan
Baca selengkapnya
28. Kembali Pulang
Seminggu telah berlalu, alhamdulillah abah keadaannya semakin membaik. Aku bersyukur Allah masih menyayangiku. Aku tak tahu seperti apa aku nanti jika Allah justru mengambil abah secepat ini. Masalahku dengan Mas Rasha belum usai, jika hal itu terjadi mungkin aku akan semakin lebih terpuruk. "Neng, pulanglah bersama suamimu. Selesaikan masalah kalian baik-baik. Jika perceraian adalah jalan satu-satunya, abah akan mendukung keputusanmu. Apalagi suamimu sudah kelewatan. Abah teh tidak mau, putri kesayangan abah lebih terluka lagi."Aku yang mendengar itu tak kuasa membendung tangisan. Rasanya begitu sakit. Aku tahu, abah juga sangat terpukul. Tapi, semua sudah terjadi. "Setelah urusan kalian selesai, pulanglah kembali, Neng. Tenangkan pikiran di sini. Bangun kembali usaha yang sempat terhenti."Derit pintu terdengar, tampak mama dan papa mertua kembali menjenguk. Mama langsung memeluk umi, pemandangan yang sering aku lihat. Bagaimana jika percer
Baca selengkapnya
29. Pembalasan Untuk Nayla
Malam beranjak begitu cepat. Setelah kepulangan mama dan papa mertua tiga jam yang lalu, aku memilih untuk istirahat di kamar. Pintu kukunci dari dalam agar tak ada satu pun yang mengganggu. Kulirik jam di atas nakas, sudah jam sembilan malam. Aku bergegas bangun saat menyadari, shalat isya belum kutunaikan. Perlahan aku meninggalkan Naura yang juga masih tertidur pulas. Laoar sudah datang melanda, namun panggilan untuk bersujud kepada Sang Pencipta harus lebuh dulu kutunaikan. Setelah menunaikan shalat, aku melangkah menuju meja makan. Saat tudung saji kubuka, rupanya mereka hanya meninggalkan makanan sisa untukku. "Kurang ajar!" geramku.Aku melangkah ke dapur, piring dan gelas kotor masih menumpuk. Saat lemari es kubuka, hasilnya tetap sama.'Mereka benar-benar keterlaluan. Ini tidak bisa dibiarkan,' batinku.Kembali aku melangkah ke dalam kamar untuk mengambil ponselku. Jari ini lincah bergerak untuk memesa
Baca selengkapnya
30. Kerjasama dengan Mama
"Neng, mama dataaaang!" Aku yang sedang rebahan di dalam kabar langsung menuju ke luar. Tampak Naura sudah berada di dalam gendongan neneknya."Mama bawa makanan buat kalian!" seru mama yang disambut antusias oleh cucunya. "Snack ini punya Naura aja ya, Nek," pinta pitriku. Mama mengangguk seraya mencubit pipi gembulnya."Mama sendirian aja?" tanyaku seraya mencium takzim punggung tangannya. "Iya, nih, papamu lagi sok sibuk," gerutu mama. Aku membawa belanjaannya ke dalam dapur sedangkan mama menemani cucnunya di ruang keluarga sembari menonton film kartun.Aku memasukkan beberapa cemilan ke dalam kulkas. Wajahku sumrigah saat melihat isi kotak makanan yang dibawa mama. Rupanya mama sangat tahu kalau saat ini aku ingin menikmati seblak, makanan kesukaanku. Aku membaginya ke dalam tiga wadah mangkuk, lalu membawanya ke ruang keluarga untuk disantap bersama. "Asik, ada seblak!" seru Naur
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status