All Chapters of Ayah Untuk Danish: Chapter 11 - Chapter 20
24 Chapters
Bab 10 Pergi
"Hah?"    "Mas Fais, ngomong apa barusan?" sambung Senja bertanya bingung, karena ucapan laki-laki itu tidak terdengar jelas olehnya.    "Eum, itu maksudnya.. Danish mau aku taro di mana? Berat. Hehe." Fais menyengir sembari mengusap tengkuknya yang tiba-tiba meremang sepersekian detik yang lalu.     "Oh, iya, Mas taro aja di sofa. Nanti biar aku yang pindahin ke kamar," tutur Senja sedikit menjauh dari pintu. Memberi ruang untuk Fais membawa putranya ke sofa panjang di ruang tamu.    Setelah meletakkan Danish dengan hati-hati, Fais menoleh ke arah seseorang yang berdiri tidak jauh di sana. Bermaksud pamit untuk pulang, namun, lagi-lagi malah melumpuhkan tatapannya.    Mirat mata keduanya terkunci dalam keheningan dan keterdiaman. Keterasingan seolah mulai sirna. Seketika pendengaran keduanya tak berfungsi dengan benar. Riuh suara jarum jam yang berd
Read more
Bab 11 Bukan Siapa-siapa
Dalam ruangan bercat putih susu, seorang lelaki terduduk diam di lantai, sembari menyandarkan punggung ke dinding. Menatap kosong ke depan dengan iris yang meredup. Fais merasa tidak nyaman dengan dadanya sekarang, seperti sesak, saat ucapan yang keluar dari mulut Bu Maria beberapa waktu yang lalu kembali terngiang. Danish telah pergi bersama bundanya, tanpa pamit, tanpa salam perpisahan. Tanpa laki-laki itu ketahui ke mana tujuan mereka. Pikirkan pemilik tubuh kekar itu mulai bercabang seiring dengan estimasi-estimasi aneh yang mulai bermunculan.  'Tidakkah aku sedikit berarti sebagai tetangga baginya.'  'Aku dianggap seperti orang asing.' 'Tidak bisakah, dia membiarkanku mengucap salam perpisahan pada Danish.'  'Kenapa harus sekejam itu. Atau, 'Bolehkah jika aku merasa kesal? Aku bukan siapa-siapa. Pa
Read more
Bab 12 Kebahagiaan Danish
 "Permisi." Sebuah suara membuat kalimat Senja terpotong.  "Mas?" Wanita itu menoleh ke arah pintu masuk dengan tatapan tidak percaya.  "Ayah?" "Ayah Fais?!" ulang Danish girang. "Ayah kenapa ada di sini?" Bocah itu masih sibuk berceloteh di saat dua orang dewasa saling menatap tidak percaya satu sama lain.  Senja membatu di balik meja, sementara Fais berdiri di seberang dengan mulut terkunci rapat.  "Ayah? Kok Danish dicuekin?"  "Eh?" Suara bocah di samping Senja akhirnya memecahkan lamunan mereka. "Danish bilang apa, Sayang? Maaf, barusan Ayah nggak denger."  "Ayah mah gitu," timpal Danish dengan bibir monyong. "Ih, lucu banget sih, anak Ayah kalau lagi ngambek." Fais mencoba menggoda agar anak kecil itu terkecoh, dan marahnya mereda. Namun, raut wajah mungil itu tak juga kembali ke mode s
Read more
Bab 13 Marahan Berujung Saling Bertukar Cerita
Benar, rasa memang harus terungkap dalam bentuk kata-kata. Namun, tak juga mesti tergesa-gesa. ."Kau ... menceramahiku?" Kini Senja telah berbalik dengan mata membeliak ke arah Fais.  "Tidak. Aku hanya sedikit belajar mengomel darimu."  Laki-laki berbola mata coklat terang itu menaikkan sebelah alisnya, dan itu berhasil membuat Senja mengepalkan tangan mungilnya.  Melihat wanita yang biasanya tampak lembut nan penuh keanggunan kini lebih garang dari raja rimba, Fais berusaha keras agar tawanya tak pecah. Selain lucu, ia sedikit merinding jika harus terjebak dalam suasana yang lebih horor dari sekarang.  "Mengomel?" tanya wanita yang pipinya sudah semerah jambu itu dengan suara tertahan.  Tatapan yang masih menembus ke dalam iris coklat terang milik laki-laki jangkung di hadapannya, begitu tajam menghantam. Bersiap mengobrak abrik isi
Read more
Bab 14 Gugatan Cerai
Saat seseorang jatuh cinta, logika nyaris tidak bekerja. Seperti Fais yang tengah menggilai pesona senja.."Lo pasti tau, kan di mana istri sama anak gue?!"  Fais yang baru keluar dari toilet sangat terkejut saat seseorang tiba-tiba menarik kerah kemejanya dengan kasar.  "Lo apa-apaan, sih? Main tuduh sembarangan? Ini kantor, sebaiknya lo jangan cari gara-gara sama gue!"  Fais menghentak tangan Gibran dengan kasar. Hingga membuat lawan bicaranya terhuyung ke belakang.  "Alah, nggak usah pura-pura. Gue yakin, pasti lo tahu di mana Senja. Dia di mana, hah? Cepat katakan, istri sama anak gue di mana?" sergah laki-laki dalam balutan kemeja abu-abu itu emosi. Rahang yang mulai memerah itu sudah cukup untuk dijadikan bukti. Laki-laki yang masih berstatus suami dari wanita bernama Senja itu, benar-benar murka saat ini.  Meliha
Read more
Bab 15 Tragedi di Hari Pernikahan
Telah bertekad untuk melepaskan diri, namun, tali takdir terus membelit tanpa henti.  ."Anak Ayah, kenapa? Kok kelihatan lesu? Danish sakit?" Di seberang sana, suara Fais terdengar khawatir.  "Nggak, Yah. Danish habis main hujan tadi. Ayah lagi apa? Danish kangen sama Ayah Fais. Kapan Ayah ke sini, lagi?" "Ya ampun jagoan, Ayah. Jangan sering-sering main hujan ya, Nak. Nanti Danish bisa demam. Eum, Ayah baru pulang dari kantor, sekarang lagi istirahat. Ayah juga kangeennn banget sama Danish. Beberapa hari lagi Ayah ke sana, ya, sekalian jemput Danish pulang sekolah. Kan, nanti hari Senin, kata Bunda, Danish mau sekolah."  "Jadi, Ayah mau jemput Danish di sekolah?"  "Iya, dong. Boleh nggak nih, Ayah, jemput?"  "Yeee! Asik! Boleh, Yah. Danish sih maunya setiap hari dijemput sama Ayah!" "Kan, Ayah harus kerja
Read more
Bab 16 Menghadiri Sidang Perceraian
 Terhitung dari segala hari yang telah dilalui tanpa Senja dan buah hati yang sempat tak sudi 'tuk diakui. Baru sekarang, Gibran terlihat sangat berantakan. Untuk pertama kalinya.  Baru kali ini, air matanya mengucur tak henti. Baru kali ini, foto Danish yang terletak di atas meja di kamar bekas bocah itu, menjadi perhatiannya.  Gibran menatapnya lekat-lekat. Menyentuh permukaan bingkai kaca itu dengan tangan gemetar. Mengukur setiap inci wajah anak kecil di balik bingkai kaca itu dengan seksama. Yang hampir 80 persen mewarisi dirinya. Sisanya milik Senja. Laki-laki itu tersadar, Danish adalah murni perpaduan mereka berdua.  "Anakku. Maafkan Ayah, Nak. Maaf. Selama ini Ayah bod0h."  "Ya Tuhan, aku telah menghancurkan rumah tanggaku dengan keegoisan dan kebod0han. Aku telah menyakiti istriku dan mengkhianatinya. Perbuatanku sangat hina. Aku tidak pantas untuk dimaafkan
Read more
Bab 17 Keputusan
HAPPY READING πŸ’˜β˜ΊοΈMAAF TYPO BERTEBARAN Sebagaimana maksud dari sebuah keikhlasan, yaitu kerelaan akan harapan yang tak pernah menjadi kenyataan, melainkan kenangan. Hanya untuk dikenang sebagai sebatas angan. Gibran tengah mengalaminya, laki-laki yang parasnya serupa jelmaan pangeran bagi seorang perempuan, di masa lalu, kini tengah merasa dirinya berada pada titik paling rendah dan curam. Terlempar dan tersandera di pusat bumi, dengan hanya kegelapan yang didapatinya ke mana arah tangan meraba, dan mata menerawang. Di setiap sudut, timur dan barat, selatan dan utara. Gibran merasa dirinya paling tersiksa dan terluka. Hanya dirinya.  Mengira Senja wanita paling kejam, bisa melupakannya begitu saja. Senja dianggap begitu jahat, sebab tak pernah hadir pada sidang gugatan perceraian yang wanita itu layangkan di pengadilan, hingga saat perkara diputuskan.  Yang data
Read more
Bab 18 Titik Terang
HAPPY READING πŸ’•πŸ’– Selain musim penghujan, juga sedang musim seseorang sangat jatuh cinta. Lalu, rasa cemburu juga ikut-ikutan ingin berbicara.  Segalanya baru dimulai, hujan, cemburu, dan cinta.  Sayangnya, hanya berlaku untuk satu pihak saja. Cinta tidak akan sempurna, kecuali dua telapak tangan bertemu dan menghasilkan suara dari tepukan mesra.  ."Maaf, Anda siapanya Natasya?" Terhenyak Natasya. Matanya menatap takut ke arah laki-laki yang baru saja menyapa mereka.  Natasya menggeleng, saat laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya. Seolah meminta persetujuan pada istri Gibran sebelum membuka suara. "Saya ...." " Ibu Natasya!" Panggilan suster dari balik kaca transparan menandakan keberuntungan sedang berpihak pada wanita itu.  "Ayo, Sayang, sekarang giliranku."
Read more
Bab 19 Menemukan
 "Jika kamu menemukan seseorang yang kamu cinta dalam hidup, kamu harus mempertahankan dan merawatnya. Dan jika kamu cukup beruntung menemukan orang yang mencintaimu, kamu harus melindunginya." ~Lady Diana~ .Bugh!  "Ayah!" pekik Danish saat melihat Fais yang tiba-tiba terkapar di atas tanah berpaving.  "Aissh!" Fais meringis merasakan nyeri di tulang rahangnya, sembari berusaha bangkit.  Betapa terkejutnya laki-laki itu, setelah mengetahui siapa yang baru saja mendaratkan pukulan di wajahnya. "Gibran?!"  Sementara Danish, sudah berkacak pinggang dan mata yang menghunus tajam pada orang yang selama ini bocah kecil itu ketahui, benci dipanggil Ayah olehnya.  "Kenapa kamu memukul ayahku?!" teriak anak itu menggelegar. Terdapat amarah yang cukup besar dalam sepasang bola matan
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status