All Chapters of Ketika Hati Mulai Mendua: Chapter 61 - Chapter 68
68 Chapters
Mundur Teratur?
"Pantas saja nggak mau makan di kantin, ternyata mau makan berdua disini," kata Sandra mengagetkan kami. Aku dan Mas Rayhan hanya tertawa. "Aku keluar ah, nggak enak nanti mengganggu." "Disini saja, San. Kalau hanya berdua saja nggak enak." "Betul itu." Mas Rayhan menimpali. "Terus aku ngeliatin kamu makan, gitu, Nis?" tanya Sandra. "Ayo kalau mau makan bersama," ajakku. "Sudah kenyang." "Kamu sudah selesai makannya?" tanya Mas Rayhan. "Sudah. Mas habisin saja." "Bener?" "Iya, Mas." "Mas?" tanya Sandra heran. Aku kaget keceplosan memanggil Mas pada Mas Ray. "Kayaknya ada sesuatu yang disembunyikan. Apakah benar dugaanku?" tanya Sandra dengan penasaran. "Iya, jangan cerita dengan orang lain." Ma
Read more
Dimabuk Cinta
Sepertinya aku sudah dimabuk cinta, cinta pada Mas Rayhan. Kami sering berangkat kerja bareng. Tapi tentu saja kami masih tahu batasan tidak menabrak norma yang ada. Tidak ada kontak fisik yang berlebihan.  Hari ini pulang dari kantor, aku dan Mas Rayhan berencana pergi ke sebuah supermarket. Ada beberapa keperluan rumah tangga yang akan aku beli. Aku sudah membereskan dokumen-dokumen yang berserakan di mejaku. Ruanganku sudah sepi, aku pun keluar dari ruangan menuju ruang tunggu. Sekitar lima menit aku menunggu, Mas Rayhan belum juga keluar dari ruangannya. Akhirnya aku mengirim pesan. [Mas, jadi kan nemenin aku ke supermarket?] [Mas jadi nggak?] Belum juga ada jawaban. Aku jadi serba salah, kalau aku tinggal, nanti Mas Rayhan marah. Aku pun mencoba untuk menelpon Mas Rayhan.  "Mas, masih lama nggak pulangnya? Atau aku pulang d
Read more
Kejutan
Pagi ini aku dikagetkan dengan kedatangan keluarga besarku. Bapak, Ibu, Resti dan keluarganya datang ke rumah. Ada apa ya, kok begitu mendadak? Apakah ada sesuatu yang begitu penting? Aku jadi penasaran. "Kok nggak ada yang ngasih kabar kalau mau kesini," kataku masih tidak percaya dengan kehadiran mereka. "Kejutan, Mbak!" kata Resti sambil tertawa. Aku ke dapur untuk membuatkan minuman, kulihat Anggi sedang membuatkan teh sambil ngobrol dengan Nadia, anak pertama Resti. "Kamu tahu kalau Akung dan Uti mau kesini?" tanyaku pada Anggi. "Tahu, Ma," jawab Anggi dengan santai. "Kok nggak bilang sama Mama." "Nggak boleh kata Tante Resti." Anggi melangkah ke ruang keluarga dengan membawa minuman. Kami duduk diatas karpet sambil ngobrol-ngobrol. "Kamu sudah siap, Nduk?" tanya Ibu. "Siap apa, Bu?" jawabku
Read more
Bahagia
"Ayo sekarang kita cari Mas kawinnya," kata Mas Rayhan setelah kami selesai mendaftarkan pernikahan kami ke KUA. Semua persyaratan sudah selesai kami urus dan semuanya sudah beres. Tinggal menunggu akad nikahnya. Mobil melaju ke arah sebuah pusat perbelanjaan. Kami langsung menuju ke toko perhiasan. Aku memilih perhiasan yang aku suka, yaitu cincin. "Kenapa nggak yang ini?" kata Mas Rayhan sambil menunjuk satu set perhiasan, berupa cincin, gelang dan kalung. Aku ragu memilihnya, karena aku tahu pasti mahal harganya. "Nggak usah mikir harga. Uang bisa dicari," bisiknya padaku. Aku mengangguk tanda setuju dengan pilihannya. Selesai membeli mas kawin, kami jalan-jalan mencari pakaian. Ternyata Mas Rayhan orangnya ribet kalau mencari pakaian, hobinya yang model slim fit. Pantesan ia selalu terlihat modis dan macho, nggak kayak aku. Aku kalau mencari pakaian yang
Read more
Masih Sabar
Aku sedang berada di rumah Mas Rayhan, asyik ngobrol dengan Uti Ros. Tadi aku mengantarkan makanan buatan Ibu, malah diajak ngobrol sama Uti Ros.  "Ibu sudah nggak sabar melihat Rayhan menikah. Dia sudah lama sendiri, setiap Ibu tanya kapan mau menikah, ia selalu mengalihkan pembicaraan. Tapi ketika Ibu dan Key menjodohkan denganmu, Rayhan tampak bersemangat. Dan yang membuat Ibu berbahagia, waktu Rayhan mengatakan mau menikah denganmu. Ibu yakin, kamu itu memang pantas mendampinginya. Akhirnya Rayhan menemukan jodohnya." Uti Ros berkata dengan mata berkaca-kaca. "Saya juga sangat berbahagia, Uti. Saya tidak menyangka kalau mau menikah lagi dalam waktu dekat ini. Tapi yang namanya jodoh, tidak ada yang tahu. Ternyata jodoh saya lima langkah dari rumah, kayak lagi dangdut," kataku sambil tertawa. Uti Ros juga ikut tertawa. "Ibu yakin, kalian berdua bisa menjaga keutuhan rumah tangga kalian nantinya. Pengalaman hidup
Read more
Sah
Aku terbangun dari tidurku, jam menunjukkan pukul empat pagi. Kulihat Anggi masih pulas terbuai mimpi. Aku keluar dari kamar menuju ke dapur karena merasa sangat haus. Kulihat Indra, suami Resti, dan Angga masih tertidur di depan televisi. Keluargaku memang sedang menginap di rumahku.  Sampai di dapur, kulihat Ibu sedang memasak air. "Bu, kok sudah bangun?" tanyaku, sambil mengambil air putih. "Ibu memang terbiasa bangun jam segini." "Apa Ibu nggak nyenyak tidurnya?" "Kalau sudah setua Ibu, tidur nyenyak itu nggak lama. Paling hanya beberapa jam saja." Aku pun duduk bersama Ibu. "Kamu sendiri nyenyak nggak tidurnya? Atau malah nggak bisa tidur membayangkan hari ini?" tanya Ibu menggodaku. "Alhamdulillah, Bu, nyenyak sekali." "Kamu bahagia, Nis?" "Bahagia, Bu."&nbs
Read more
Malam Pertama
Rumah terasa sangat sepi hanya kami berdua saja. Aku membereskan barang-barang yang masih berantakan. Dibantu Mas Rayhan, semua sudah tampak bersih lagi. Malam ini aku berencana akan tidur di rumah Mas Rayhan. Beberapa pakaian dan keperluanku sudah aku bawa kemarin. Tentu saja tidak semua barang aku bawa, hanya keperluan pribadi saja. Tak terasa sudah azan magrib, kebetulan aku sudah selesai mandi. Segera aku dan Mas Rayhan meninggalkan rumah ini.Setelah mengunci pintu rumahku, akhirnya aku dan Mas Rayhan pindah tempat tinggal.  Mas Rayhan sedang mandi ketika aku selesai salat magrib. Ia tidak mandi di rumahku karena memang tidak pakaian ganti. Mas Rayhan keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk. Tampak tubuh kekarnya yang belum pernah aku lihat. Dadaku menjadi berdebar-debar. Aku tetap memperhatikan Mas Rayhan, kemudian ia melepaskan handuknya dan memakai celana dalam. Aku merasa sangat malu, kemudian ia menoleh padaku,
Read more
Ending
Suara azan subuh membangunkanku dari tidur dan mimpi. Mimpi yang sangat indah, eh mimpi atau kenyataan ya? Sebuah tangan masih melingkar di tubuhku, ah tentu saja tangannya Mas Rayhan, suamiku tercinta. Perlahan aku singkirkan tangannya, ternyata dia malah semakin mengeratkan pelukannya. Badanku terasa sangat remuk redam, karena permainan panas kami berdua tadi malam. Benar-benar luar biasa. Aku berusaha bangkit dari tidurku, tapi masih ditahan tangan Mas Rayhan. "Nanti saja bangunnya," kata Mas Rayhan sambil mengeratkan pelukannya. "Aku mau mandi, Mas. Salat subuh." "Sebentar lagi. Mas masih mau memelukmu. Sekali lagi ya?" pinta Mas Rayhan dengan tangan mulai bergerilya. Aku hanya bisa mengangguk pasrah. Mas Rayhan masih bersemangat melakukannya. Permainannya luar biasa, aku dibuatnya tidak berdaya.  "Aah..aah." Aku terus mendesah, menikmati surga dunia. 
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status