All Chapters of Mimpi Kelam Lilian: Chapter 61 - Chapter 70
86 Chapters
61. Seth dan Casey (2)
"Duduklah di mana pun kau ingin, silakan," ucap Seth sembari menekan beberapa tombol lampu untuk penerangan apartemennya.Seth sendiri segera menuju ke arah dapar setelah meletakkan koper yang ia seret sebelumnya tepat di samping pintu masuk apartemennya.Apartemen Seth terlihat cukup hangat dan rapi. Ia kemudian tak lupa menyalakan penghangat agar dirinya dan Casey segera merasa hangat di cuaca yang hampir memasuki musim dingin ini."Apa yang kau inginkan? Cokelat hangat atau kopi?" tawar Seth."Cokelat saja, please ... terima kasih. A ... aku akan segera kembali setelah merasa cukup hangat," ucap Casey menegaskan maksudnya. Ia benar-benar merasa jika Seth mungkin sedang sangat kesal padanya dan karena itu ia tak ingin berlama-lama di kediaman pria itu.Seth hanya mengangguk tak menjawab sepatah kata pun. Ia hanya meneruskan aktivitasnya setelah meletakkan jaketnya di salah satu kursi dapur.Dengan kikuk Casey melakukan hal yang sama. Ia ke
Read more
62. Tamu di Malam Hari
Lilian dan Jaden sampai di kediaman mereka tak lama setelah mereka kembali dari menyantap hidangan di sebuah restoran tenang langganan Jaden sebelumnya. Karena beberapa bahan makanan yang Jaden butuhkan untuk mengisi akhir pekan mereka telah habis, ia berinisiatif untuk membelinya setelah mengantar Lilian ke rumah."Apa kau yakin tak ingin kutemani?" tanya Lilian lagi."Tidak, Sayang, masuklah. Udara sangat dingin dan ini hampir larut. Aku hanya akan pergi sebentar, tunggu saja aku di rumah," tolak Jaden."Persiapkan saja dirimu untuk menyambutku saat aku kembali nanti. Karena seperti yang kau tahu, aku hanya ingin menghabiskan akhir pekan bersamamu dengan di rumah saja sambil menikmati hidangan-hidangan spesialku yang akan menemani waktu berduaan kita, oke?" ucap Jaden sambil mengerling jahil."Oke, baiklah," ucap Lilian akhirnya. Ia tahu jika sudah menyangkut soal makanan, ia tak akan pernah dapat membantah Jaden.Sekepergian Jaden, Lilian kemudi
Read more
63. Malam Belum Berakhir
"Aku akan memberikan ini pada Laura," ucap Lilian setelah Jaden menyelesaikan membuat satu hidangan di dapur."Sungguh menyebalkan, gadis itu tahu benar waktu yang tepat untuk merusak rencana orang lain," ucapnya. Jaden yang mengoceh sembari membersihkan peralatan yang digunakan sebelumnya untuk memasak itu membuat Lilian geli."Jangan begitu, ia hanya sedang membutuhkan seseorang untuk mendengarkannya," ucapnya sambil memeluk Jaden dari belakang. Sedang pria itu masih sibuk mencuci peralatan dapurnya."Aku tak mau tahu, besok ia harus pulang. Aku tak suka jika harus berurusan dengan penyihir tua itu jika ia tahu putrinya berada di sini," ucapnya kesal."Kemarilah," ucap Lilian ketika Jaden selesai membenahi peralatan memasaknya."Ada apa?" tanyanya dengan sedikit curiga sambil berjalan mendekati Lilian. "Oh, please jangan coba membujukku dengan permintaanmu lagi. Cukup hidangan ini saja dan juga kamar itu yang akan Laura dapatkan malam ini. Dan ji
Read more
64. Mengantar Pulang
"Masuklah," ucap Jaden memberi perintah pada Laura. Jaden, Laura dan Lilian sekarang sudah berdiri di halaman depan kediaman keluarga Jarvis, ayah Jaden. Penjaga gerbang langsung membuka pintu dan mempersilakan mobil Lilian masuk saat dilihatnya Jaden, sang tuan muda pemilik rumah turut bersamanya. "Bisakah kalian mengantarku ke dalam?" tanya Laura seolah enggan. Ia memasang wajah memelas. Saat mereka turun dari dalam mobil setelah selesai memarkir mobil. "Kau bukan anak kecil lagi, haruskah kami menggandeng kedua tanganmu juga dan menuntunmu masuk!?" balas Jaden. "Laura? Kau kembali?" Sebuah suara menghentikan perdebatan mereka. Ethan, pria muda bersetelan rapi itu segera berlari menyongsong Laura. "Ethan ...!" seperti hendak meminta pertolongan, Laura segera berhambur ke arah Ethan. "Tuan dan Nyonya begitu cemas mencarimu. Apakah telah terjadi sesuatu?" tanyanya cemas. Ia kemudian refleks menatap Jaden yang berdiri dengan tegap di sa
Read more
65. Keributan
"Lilian, ayo kita pulang," ucap Jaden kemudian pada Lilian. Lilian yang masih bimbang meninggalkan Laura, tampak sedikit ragu dengan ajakan Jaden. "Urusan kita di sini sudah selesai," tegasnya lagi karena melihat kebimbangan Lilian. Laura menggigit bibirnya dan mulai meneteskan air matanya. Entah mengapa ia merasa sedih dan kecewa saat Jaden meminta Lilian untuk pergi bersamanya. Ia merasa bahwa tak ada seorang pun yang bahkan akan mendengar dan membelanya. Ya, kecuali Lilian. Maka tak heran jika ia merasa kehilangan dan tiba-tiba merasa begitu kesepian. "Please ... Lilian," lirihnya sembari mencengkeram ujung kemeja Lilian seolah ingin menghentikan kepergiannya. "Lilian?!" panggil Jaden lagi. "Bisakah kau hentikan teriakanmu?" tegur Jarvis kemudian. Ia yang sedari tadi hanya mengamati mereka, kini mulai buka suara. Ia menatap Jaden dengan tatapan yang sulit dibaca. "Benar, hentikanlah keributan kalian," seolah telah mendapat dukungan,
Read more
66. Memasuki Mimpi (21+)
Lilian telah mengenakan gaun tidurnya dan menatap Jaden lagi dengan serius. Ia lalu menghembuskan napasnya dengan perlahan. Saat ini, posisi Lilian sedang duduk berdampingan dengan Jaden di atas ranjang. "Apa kau yakin?" tanya Jaden. Lilian mengangguk dengan tenang. "Jangan pernah menyentuhku apa pun yang terjadi padaku. Biarkan saja aku, sampai aku terbangun dari mimpiku sendiri," jelas Lilian. "Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu dan ...," "Tenanglah, Jaden. Setelah bertemu denganmu, hidupku tidak semenakutkan itu. Perlahan-lahan, aku bahkan mulai dapat menerima kemampuanku ini. Aku akan kembali baik-baik saja saat kau menyentuhku." Jaden mengangguk walau masih merasa enggan. Bukan seperti ini kegiatan akhir pekan yang ia rencanakan. Ia hanya ingin berduaan dan bermesraan dengan Lilian di waktu libur mereka. Tapi karena kedatangan Laura kemarin, semua rencananya menjadi kacau. Lilian yang tampaknya telah siap, mulai merebahkan diri
Read more
67. Cinta
Saat Lilian keluar dari kamar mandi, ia mendapati Jaden sedang merapikan tempat tidurnya dengan seprai baru, serta lantai kamar yang telah bersih.Lilian mencengkeram jubah mandinya saat ia menatap punggung Jaden. "Ma ... maafkan aku, Jaden," lirihnya.Jaden seketika menoleh dan menghampiri kekasihnya itu. "Hei ... jangan memasang wajah yang seperti itu, Sayang," ucapnya sambil meraih dagu Lilian. "Kau seharusnya menungguku. Bagaimana keadaanmu?"Lilian tercekat dan matanya memanas. Ia mengamati lekat-lekat wajah Jaden. Saat ia teringat lagi wajah Jaden yang bersimbah darah ketika di dalam mimpi, saat itu juga ia tak kuasa menahan perasaannya. Ia kemudian memeluk Jaden dengan erat, membenamkan wajahnya di dadanya dan terisak tanpa suara.Jaden menyambut pelukan Lilian dengan tenang. Ia tahu Lilian sedang berusaha untuk mengatur emosinya. Ia diam dan hanya mendekap kekasihnya tanpa berkata-kata. Dari keadaan Lilian yang sangat kacau, Jaden sudah dapat mend
Read more
68. Perasaan Seth
"Maaf, apa aku terlalu lama?" ucap Seth yang tiba-tiba muncul saat Casey masih duduk termenung di salah satu kursi untuk pelanggan. "Oh, kau sudah sampai? Tidak, tidak terlalu lama," ucapnya sedikit gugup. Sesungguhnya, Casey merasa menit-menit sebelum kedatangan Seth adalah menit terlama dalam hidupnya saat ini. Ia menunggu Seth yang hendak datang tadi dengan begitu gelisah sampai waktu terasa begitu lambat berjalan. "Selanjutnya, apa yang harus kau ambil?" tanya Seth. "Sebenarnya, aku baru mengambil perhiasan ini saja. Baju dan sepatu pesanan Jaden belum kuambil," ucap Casey. "Oke, ayo ikut aku," balas Seth. Ia kemudian berjalan keluar butik dengan diikuti Casey. "Terima kasih Tuan Seth, kami akan mengosongkan butik sebelumnya jika tahu Tuan Jaden akan kemari tadi," ucap seorang pria yang kemudian menghampiri mereka. "Terima kasih, Mark. Ya, tak apa. Pelayanan di butikmu selalu memuaskan," balas Seth. Setelahnya, mereka kelua
Read more
69. Neraka Mimpi Buruk
Lilian telah siap dengan gaun dan riasannya untuk makan malam di restoran Jaden malam ini. Ia telah berada di kantornya. Ya, di kantornya sendiri untuk menyerahkan beberapa berkas dan laporan penting yang diminta Kevin, tepat saat ia akan berangkat. "Sudah kuduga ini akan terjadi," gumamnya. "Kau tampak cantik, Lilian," ucap Kevin saat menilai penampilan Lilian yang bergaun merah tua di balik mantel hitamnya. Lilian tersenyum simpul. "Terima kasih, Kev. Aku merasa tidak seperti sedang akan berkencan untuk makan malam. Dan terima kasih untukmu, karena membuatku bekerja di malam aku seharusnya berkencan," goda Lilian. "Hei, aku tak tahu kau sedang merencanakan makan malam bersama pria itu. Lagipula Tuan Devon memintaku segera untuk menyerahkan laporan itu." "Tenang, Kev ... aku hanya menggodamu," ucap Lilian lagi sambil tertawa. "Benar, akhir-akhir ini kau jadi sering menggodaku. Seperti pria kekanakan itu," gumam Kevin. "Di mana dirinya
Read more
70. Menatap Mata Keji Kurt
"CKIIIIIIIIT......!!!!!" Rem berdecit keras dari mobil yang Jaden kendarai. Mobil tersebut berhenti seketika di jalanan beraspal yang telah sepi itu. "Apa kau bilang Laura??!" teriaknya terkejut. Ia baru saja keluar dari kediaman pengacaranya, ketika mendapat telepon dari Laura tentang hal yang membuat jantungnya seketika berhenti berdetak. "Aku tadi mendengar Mom menelepon seseorang ... dan ia mengatakan pada orang itu untuk menemui Lilian dan menyebutkan hal tentang menuntaskan keinginannya di masa lalu yang belum tersampaikan. Itu terdengar seperti hal buruk, dan aku mencemaskan Lilian, tapi aku tak dapat meneleponnya! Maka dari itu aku meneleponmu, Jaden!" ucapnya panik. Sebelumnya Laura sempat mengatakan bahwa Lilian mungkin sedang dalam masalah. Jaden segera menginjak gasnya dalam-dalam. Ia memutus sambungan telepon Laura dan segera menekan nomor lain. Beberapa kali nada dering terdengar sebelum akhirnya Kevin, orang yang dituju menjawab
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status