Tous les chapitres de : Chapitre 11 - Chapitre 17
17
IBU YANG GALAK
 Bu Narti menuntun cucunya, Marwah untuk pergi ke pasar. Hari ini ia akan membelikan seragam untuk Marwah karena seragam yang lama sudah kekecilan. Saat di tengah jalan, ia kebetulan bertemu majikannya dulu yang memakai jasanya cuci gosok selama puluhan tahun.“Bu Narti,” sapa Yuli membuat langkah nenek tua itu terhenti.“Bu Yuli,” jawab Bu Narti dengan senyum.“Mau ke mana?”“Mau ke pasar, beliin seragam untuk cucu,” sahut Bu Narti membuat Yuli melirik Marwah.“Kelas berapa?” tanya Yuli pada Marwah.“Lima SD, Tante,” sahut Marwah sopan.“Ga usah beli!” cegah Yuli. “Seragam anak saya masih bagus-bagus tapi ya itu sudah ga muat lagi. Sepatu dan tas juga ada.”“Mau Tante,” sahut Marwah langsung dengan mata berbinar.“Ya sudah, ayo masuk!” titah Yuli mempersilahkan tamunya masuk ke rumah. &ldq
Read More
MULUT IPAR
 Tanggal gajian tiba. Dengan suka cita Hanum menerima amplop dari majikannya. Ia sudah ga sabar untuk membeli beberapa baju baru untuk dipakai sehari-hari di rumah. Setelah berpisah dengan Bambang belum sekalipun ia membeli baju.“Udah, gajian kan, Mbak?” todong Desi pada Hanum yang baru saja ikut duduk di meja makan.“Sudah, Des,” sahut Hanum dengan rasa lelah.“Sini, bagi duitnya untuk bayar listrik, beli beras dan lain-lain!” pinta Desi paksa.Hanum membuka tasnya. Lalu memberikan tiga ratus ribu kepada adik iparnya.“Kok, cuma tiga ratus ribu terus sih, Mbak?” sentak Desi.“Kan gajiku cuma satu juta, Des,” keluh Hanum. “Jadi aku cuma bisa ngasih segithu.”“Ini sih ga cukup untuk beli gula dan sabun!” tukas Desi emosi. “Listrik aja seratus lima puluh ribu. Beras untuk satu keluarga seratus lima puluh ribu. Belum beli sabun, rinso,
Read More
PRIA MAPAN
 Hari ini cattering Yuli mendapat kunjungan dari pabrik, tempat biasa yang memesan catteringnya. Tampak seorang laki-laki memakai jas hitam tampak sedap dipandang mata.“Kamu belum berubah ya, Don?” komentar Yuli pada kawan lamanya yang ternyata manager di pabrik tempatnya mengirim cattering.“Ya, beginilah aku,” sahutnya dengan tawa. “Bersih ya catteringmu!” pujinya.“Harus dong,” sahut Yuli. “Itu salah satu kunci awet untuk sebuah usaha makanan.”“Pinter kamu,”puji Doni lagi.“Silahkan duduk!” Yuli dan Doni duduk di sofa. “Kamu sudah punya anak berapa?” “Sampai saat ini aku belum bisa move on dari Saras,” sahut Doni mengenang masa lalu.“Serius kamu?” sahut Yuli tak percaya. “Saras sudah menikah lima tahun yang lalu lho.”“Bener, Yul,” sahut Doni mantap. “Aku
Read More
SYARAT PERNIKAHAN
 “Aku akan menikahimu dengan satu syarat,” imbuh Doni membuat Hanum penasaran.“Apa syaratnya, Mas?” “Setelah menikah, aku tak ingin tinggal bersama Marwah,” jawaban Doni membuat senyum Hanum memudar.“Tapi kan Marwah anakku, Mas,” sahut Hanum. “Darah dagingku.”“Tapi bukan darah dagingku,” timpal Doni cepat.“Aku mencintaimu tapi tidak dengan anakmu,” imbuh Doni membuat hati Hanum perih.Teganya laki-laki yang ia cintai berkata seperti itu. Menolak anaknya secara terang-terangan tanpa peduli perasaannya sebagai seorang ibu.“Cintaku padamu tak diragukan lagi. Aku akan mencintaimu sepenuh hati hingga kita menua bersama,” janji Doni sedikit puitis masih membuat Hanum terdiam.“Aku tak memaksamu untuk memilihku,” imbuhnya. “Tapi percayalah, aku akan membahagiankanmu seumur hidupmu.”Han
Read More
PERNIKAHAN YANG BAHAGIA
 Hanum diboyong Doni ke rumah mewahnya. Rumah dua lantai itu tampak elegan dan rapi tertata. Taman di halaman depan. Tak lupa kolam renang di belakang rumah, menambah kebahagiaan Hanum sebagai ratu di rumah itu. Serta kamar utama yang indah, membuatnya menjadi wanita yang paling bahagia di dunia.“Kamu suka, Sayang?” tanya Doni tentang perasaan istrinya.“Suka banget,” sahut Hanum manja.“Besok kita pergi ke Bali,” ucap Doni membuat Hanum memicingkan mata.“Ke Bali?” tanya Hanum. “Ngapain, Mas?”“Bulan madu dong, Sayang,” sahut Doni mesra membuat Hanum merasa tersanjung karena baru kali ini ia merasakan namanya bulan madu.“Makasih ya, Sayang,” sahut Hanum memeluk erat suami barunya.Esok harinya, pengantin baru itu terbang ke Bali untuk honeymoon selama tiga hari. Mereka menghabiskan malam di hotel bintang lima. Memanjakakan mata dengan m
Read More
DUA GARIS MERAH
 Doni memarkir Brio putih tepat di depan pintu. Dengan senyun mengembang dan langkah riang, ia masuk ke dalam rumah.“Sayang,” sapanya langsung mencium kening sang istri yang sedang menyiapkan makan.“Kamu sudah pulang, Mas?” sapa Hanum dengan senyum manisnya.“Iya dong,” sahut Dobi. “Di hari ulang tahun istriku tercinta aku harus pulang cepat.”“Ah, Mas bisa saja.” Hanum mencubit manja perut suaminya yang mulai buncit karena senang masakannya.“Aku punya hadiah untuk kamu.”“Apa?” Mata Hanum mengerling, penasaran.“Tutup mata ya!” perintah Doni makin membuat Hanum penasaran.“Kadonya apa sih?” tanya Hanum dengan mata yang tertutup.Bukannya menjawab, Doni malah menutup mata sang istri dengan kain tipis. Lalu menuntunnya ke luar rumah.“Sudah siap?” tanya Doni makin membuat Hanum tak
Read More
DOA NENEK
 Marwah_gadis kecil itu menanti kedatangan sang ibu hingga magrib menjelang. Matanya selalu berlinang air mata saat wanita yang begitu ia rindukan tak jua menampakan batang hidungnya. Berulang kali ia percaya pada ucapan sang nenek jika esok ibunya akan datang sehingga ia selalu menanti di depan pintu setiap hari.“Ayo Nak, kita masuk, sudah magrib!” ajak Bu Narti.“Aku kangen Mama, Nek,” sahutnya dengan mata berembun.“Besok pasti Mamamu datang.” Lagi-lagi Bu Narti memberinya janji yang sama.“Nenek selalu bilang begitu, tapi kenapa Mama ga pernah datang?” Kali ini Marwah tak percaya dengan  janji neneknya. “Nenek bohong ya?” tanyanya mulai berurai air mata.Bu Narti menatap nanar ke wajah cucunya. Wajah yang menyiratkan banyak rindu untuk sang ibu dan rasa perihnya dibuang oleh kedua orang tua. Dada perempuan tua itu bergemuruh. Sesak menyelimuti melihat pedihnya hidup
Read More
Dernier
12
DMCA.com Protection Status