Semua Bab WANITA YANG DIBAWA PULANG SUAMIKU : Bab 11 - Bab 20
23 Bab
Sebelas
Setelah menyerahkan ponsel pada ibu, aku segera kembali ke kamar. Namun, aku tak menemukan mas Aryo di sana. Seolah ada yang menyuruh aku pun melangkah ke kamar belakang. "Apa yang kamu lakukan di sini, Mas?" tanyaku dengan suara bergetar melihat lelakiku tengah memeluk Ratih. **** "Dek," ucap mas Aryo kaget. Bukannya melepaskan diri Ratih malah semakin mempererat pelukannya. "Sudah saatnya dia tahu, Mas." Ratih berbicara sambil menatapku. "Aku atau kamu yang mengatakan," imbuhnya. Nafasku mulai tak beraturan, sangat sulit untuk menahan emosi yang sudah hampir meledak. "Mbak, sekarang saatnya kamu tahu. Sebenarnya aku dan mas Aryo itu sudah menikah secara siri dan sudah berjalan selama 6 bulan," terang wanita itu sambil tersenyum penuh kemenangan. Pertahananku rubuh, hampir saja aku terjatuh kalau saja tak ada seseorang yang menahan tubuhku. "Mas .... katakan sesuatu," ratapku pilu. Mata ini tak berkedip menatapnya, lelakiku itu pun melakukan hal yang sama. Hingga tetes bening
Baca selengkapnya
Dua belas
"Tolong, Pak Aryo! Tolong!" Tangis pilu dari Bu Hana yang sedang memohon padaku. Sebagai seorang ibu dialah yang sangat bersedih ketika anak kesayangannya diminta untuk menikahi seorang yang masih berstatus suami orang. "Hanya kamu yang bisa menolong kami, Yo." Kini Pak Surya ikut bicara. Sementara di kursi lain, seseorang sedang meringkuk dalam pelukan saudaranya. Dia masih muda, trauma pasca kejadian itu masih membuatnya sering mengalami ketakutan. Ditambah lagi ada masalah baru dari korban yang memintanya untuk bertanggung jawab dengan menikahi istrinya. Sungguh permintaan yang tak masuk akal dan terkesan memaksa. "Baik, baiklah, Pak. Saya bersedia," kataku akhirnya. Entah apa yang kupikirkan saat itu hingga bersedia menikahi istri korban kecelakaan tersebut. Aku bahkan lupa jika nanti pasti akan ada hati yang terluka. Waktu itu yang ada di benakku, adalah ketika kami sudah menikahinya, aku bisa menceraikannya. Jadi keluarga Pak Surya tidak terbebani lagi. "Terima kasih, Yo. Te
Baca selengkapnya
Tiga belas
Ini malam ketujuh tahlil untuk almarhum Agus. Maka besok Ratih harus pergi dari rumahku. Terserah bagaimana cara mas Aryo, yang jelas aku gak mau tinggal serumah dengannya. "Dek." Suamiku itu mendekat ketika aku sudah bersiap untuk kerja. "Oiya, nanti saat aku pulang kerja. Pastikan dia sudah tidak ada di sini." Keputusanku sudah bulat dan dia harus mematuhinya. "Dek, rumah ini kan cukup besar, biar Ratih tinggal di sini ya? Aku dan kamu pergi kerja, sampai rumah sudah ada yang masak untuk kita." Seperti anak kecil, dia membujukku hanya karena ada yang menyiapkan makanan. "Kenapa dia gak mau pergi dari sini? Apa karena dia gak mau pisah sama kamu? Kalau memang itu alasannya, kamu boleh kok pergi bersamanya," sahutku. Aku berani taruhan mas Aryo gak akan mau meninggalkanku. "Apa maksudmu, Dek. Kita akan selalu bersama, aku dan kamu," sahutnya cepat. Tuh kan. "Kamu pikir gampang? Enak di kamu, tapi gak di aku. Aku gak mau tahu, pokoknya ketika aku sampai rumah, wanita itu sudah tid
Baca selengkapnya
Empat belas
"Mau apa lagi kamu?" bentak mas Aryo. Aku saja sampai kaget dia bisa seperti itu karena selama tiga tahun bersama tak pernah sekalipun dia memperlakukan aku begitu. Perempuan itu berbalik, Ya Allah mukanya serem banget kalau lagi emosi seperti itu. "Mau kemana kamu?!" Kembali mas Aryo mencekal tangannya. "Lepas, Mas. Aku mau ambil barangku yang tertinggal di jemuran!" serunya sambil mengayunkan tangannya agar bisa terlepas dari cekalan mas Aryo. Setelah terlepas wanita itu segera berlari ke arahku, melihatnya seperti itu aku pun minggir dan di luar dugaan dia pun jatuh tersungkur karena hendak mendorong diri ini. "Auh! Sialan. Mas Aryooo! Tolong!" serunya sambil tangannya menggapai-gapai minta segera dibantu. Tubuhku beringsut mundur, agar tak sampai mengenainya. "Ayo, bangun. Mangkanya jangan ngeyel!" Mas Aryo nampak kesal saat membantu Ratih berdiri. "Kamu gak adil, Mas. Aku ini juga istrimu!" Ratih begitu murka, sampai-sampai dia menghentakkan kakinya saat bicara. "Jangan ba
Baca selengkapnya
Lima belas
"Mbak tolong dibantu temannya ya," pintanya pada Ari. Sahabatku itu mengangguk, dan bersiap memapah diri ini ke kamar mandi. Air mata masih terus saja menetes."Semoga tidak, semoga hasilnya negatif," doaku dalam hati."Ya Allah, aku belum siap. Ar ... Aku belum siap Ar," ratapku setelah hampir sampai di pintu kamar mandi."Sudah, sudah. Yakinlah apa yang terjadi itulah yang terbaik untukmu. Ok, semua akan baik-baik saja," hibur Ari.Dinginnya lantai kamar mandi serasa menusuk tulang, membuat tubuhku semakin menggigil. Setelah melakukan seperti yang diperintahkan Bu Bidan, tanganku bergetar saat mengangkat benda kecil agak panjang itu.Aku membekap mulutku dengan sebelah tanganku. Garis dua ... Itu artinya aku hamil. Aku semakin terisak sambil sesekali tersenyum. Rasanya seperti ada yang berbunga-bunga. Namun, perih pun ikut menyapa.Cukup lama aku berada dalam kamar mandi. Hening tak terdengar suara apapun. Namun, aku tahu di luar ruangan ini masih ada Ari yang setia menungguku.Tangi
Baca selengkapnya
Enam belas
Ada sebuah pesan masuk di aplikasi W******p. Tertera nama 'my hubby' di layar ponsel. Aku masih tertegun menatap pada ponsel setelah membaca pesan darinya, tanpa kuingin mata ini langsung memanas meloloskan butiran bening yang membasahi pipi. *** Tanpa bertanya, Ibu mengambil ponsel yang ada di tanganku. Sementara aku sudah tak bisa lagi menahan air mata yang seolah tak ada habisnya. Betapa diri ini sudah berusaha mengiklaskannya. Namun, tetap saja rasanya sakit. "Sudah, gak pa-pa. Mungkin, ini yang terbaik. Percayalah, kalau Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, Allah tahu kamu kuat, kamu sanggup, jadi gak usah terlalu bersedih ya, Mil." Aku tahu ibu hanya ingin menghiburku, walau sebenarnya hati wanita itu juga terluka. Bahkan, mungkin saja lukanya lebih dalam dari pada yang kurasakan. "Menangis lah, menangis lah, Nak. Buang lah dukamu bersama air mata. Menangis lah, Nak. Menangis lah." Kembali ibu berucap sambil mendekap erat tubuhku.
Baca selengkapnya
Tujuh belas
"Assalamualaikum ...." Riuh suara salam dari luar membuat kami semua menoleh sambil serempak menjawab salam. Kedua Ibu terlihat berbinar, aku dan kedua mas masih bingung, sedangkan Ratih nampak pucat. **** Ibuku dan ibu mertua berdiri secara bersamaan, keduanya berjalan menghampiri tamu yang baru datang. "Alhamdulillah, sudah sampai, bagaimana perjalanannya, Bu, Pak?" tanya ibu, seperti biasa Ibuku itu memang pandai bergaul dan cepat akrab dengan siapa pun. "Alhamdulillah. Lancar, Bu," sahut keduanya. Mereka menjawab dengan sangat santun. "Alhamdulillah. Silahkan masuk," ucap ibu mertuaku ramah. "Mbak!" Ibu berseru, sekejap kemudian Mbak Rahma dan Mbak Sari keluar dari dapur sambil membawa nampan. Aku benar-benar tercengang melihat kedua kepoker tersebut. "Kapan mereka masuk?" tanya batinku. "Udah jangan bengong, Mil. Kayak lihat hantu aja, kamu itu," kata Mbak Rahma sambil mengedipkan sebelah matanya. "Silahkan diminum, Bu, Pak." Sekali lagi ibu menaw
Baca selengkapnya
Delapan belas
Pov Ratih Aku sungguh terkejut bercampur kesal mendengar kabar kalau mas Agus mengalami kecelakaan dan sudah dibawa ke rumah sakit. "Kenapa bisa kecelakaan sih? Kalau sudah begini siapa yang susah? Apa-apa gak bisa hati-hati. Apa tadi kata Pak Polisi? Parah? Oalah Agus! Agus! Belum juga membuat hidupku bahagia kamu wes kena musibah, Gus ... Agus. Apes!" omelku sepanjang aku berkemas beberapa barang yang akan kubawa ke rumah sakit. "Bang, anterin ke rumah sakit," pintaku pada tukang ojek yang standby di pos kamling. "Siapa yang sakit, Mbak?" tanyanya kepo. "Mas Agus kecelakaan," sahutku sambil menerima helm darinya. "Innalilahi, di mana kecelakaannya, Mbak?" Pak ojek malah ngajak ngobrol. "Kurang tahu, Pak. Udah ah! Ayok cepetan!" sungutku. "Iya, iya. Ayo, Mbak. Duh, kasihan si Agus. Mudah-mudahan selamat tidak terjadi apa-apa," Pak ojek berdoa sambil menjalankan motornya. "Terima kasih, Bang. Ini, aku cuma punya duit segitu, Bang. Terima aja ya." Aku tak ped
Baca selengkapnya
Sembilan belas
Setelah aku sampai di sana, akan kupastikan kalau aku tak akan keluar dari sana. Itu rumah suamiku, jadi akan menjadi milikku juga istri satu-satunya mas Aryo."Tunggu kedatanganku, Mila," gumamku. Aku benar-benar gak sabar menunggu nanti malam.***Kedatangan kami disambut oleh Mila. Aku sendiri sedikit terkesan dengan penampilannya, dia nampak berbeda. Wajahnya kelihatan semakin berseri, begitu juga dengan bentuk badannya yang kelihatan sedikit berisi tapi nampak se*si. Seperti ada aura yang sangat baik di dirinya.Tak kusangka mas Aryo langsung menghambur memeluknya. Tentu saja itu membuatku cemburu dan jengkel. Sepertinya jalanku akan lebih mudah, karena Mila sudah melakukan penolakan pada mas Aryo dengan mendorong tubuh suamiku itu, dengan segera aku menggandeng tangannya.Mas Aryo memaksaku untuk mengatakan yang sebenarnya pada Mila, kalau yang mengirim pesan bukanlah dia, tapi aku. Saat seorang laki-laki yang dipanggil mas Nano itu pamit masuk ke dapur untuk menemui ibunya."Ce
Baca selengkapnya
Dua puluh
"Kamu ... mau kan, bertahan? Kita coba dulu menyadarkan Aryo," lanjutnya.Demi Allah aku sampai tersedak mendengar kalimat yang keluar dari mulut Ibuku.Setelah batuk akibat tersedak tadi reda, kini aku tengah memandang ibu yang sedang tersenyum."Ibu ... Boleh gak orang hamil dicerai?""Ibu juga kurang faham, Mil. Tunggu ibu punya seorang teman yang mengerti tentang masalah seperti ini, mungkin dia bisa memberikan masukan dan memberi jalan keluar," jawab ibu. Wanita yang masih gesit di usianya yang tak muda lagi itu bangkit."Mau kemana, Bu?""Ambil ponsel. Tunggu ibu akan segera kembali. Jangan keluar kamar dulu, oke?" pesannya sebelum meninggalkan kamarku.Aku hanya tersenyum dan menyatukan jari jempol dan jari telunjuk hingga membentuk huruf O.Kembali aku merenung, apa keputusanku ini sudah tepat?"Ya Allah tolong hamba, tunjukkanlah jalan yang terbaik untukku." Selalu kupanjatkan doa di setiap tarikan napas ini.Banyak yang bilang dengan kita rela dan ikhlas dimadu, balasannya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status