All Chapters of Dendam Membara Sang Pewaris!: Chapter 71 - Chapter 80
113 Chapters
71. Saling Menuduh
Rangga mengantar Aldan pulang. Setiba di rumah kontrakan, Aldan berpura-pura sakit perut. “Kamu langsung pulang, ya.” Aldan turun dari mobil sembari memegangi perutnya. “ow ya terima kasih. Ketemu besok.” “Padahal aku ingin mampir sebentar.” “Perutku sakit banget. Lagian ini sudah malam, gak enak aku sama tetangga nerima tamu malem-malem. Besok saja mainnya,” kilah Aldan berpura-pura semakin terlihat kesakitan. “Oke, deh.” Aldan berlari ke arah rumahnya, seolah-olah tidak tahan lagi ingin segera buang air besar. Sementara Rangga melajukan mobilnya dengan ekspresi wajah sedikit kecewa. Di dalam rumah kontrakan, Faizal sudah menunggu. “Gimana pekerjaanmu?” tanya Aldan. “20 menit yang lalu aku sudah mencampuri minuman Nona Lia dengan obat tidur. Sekarang dia sudah terlelap, aku juga sudah memasang cctv dan beberapa jebakan di sekitar rumahnya buat berjaga-jaga kalau ada musuh datang. Dan sebentar lagi Dani Bahri akan datang menjaga sekitar daerah sini,” ungkap Faizal. “Bagus. Jam
Read more
72. Mengubah Rencana
Aldan membopoh tubuh Hendrawan masuk ke dalam mobil. Aldan menyetir mobil milik Hendrawan dan membawanya ke suatu tempat, mengikuti laju mobil di depannya yang dikemudikan oleh Faizal.Tiga puluh menit kemudian, mereka berhenti di depan rumah yang disewa dalam waktu semalam. Sebelum turun dari mobil, mereka mengawasi situasi sekitar.Merasa situasi aman, Aldan dan Faizal bahu-membahu menurunkan dan membopoh tubuh Hendrawan ke dalam rumah itu.“Tubuhnya berat dengan dosa,” ucap Aldan sembari mendudukkan tubuh Hendrawan di kursi yang ada di salah satu kamar.“Kalau gitu kempesin tubuhnya biar gak berat,” sahut Faizal sembari mengeluarkan tali di dalam tas.“Caranya?” “Tusuk perutnya,” jawab Faizal tertawa, Aldan pun ikut tertawa. Lalu mereka mengikat tubuh Hendrawan.“Akhirnya aku bisa menghukum seorang iblis.” Aldan menatap Hendrawan dengan senyuman seringai. “10 tahun aku menunggu momen ini. Tapi aku gak akan membunuhnya sekarang. Dia harus merasakan sakit dan penderitaan sepuluh rib
Read more
73. Permainan Sederhana
“Apa? Katakan saja apa yang kalian mau.” Hendrawan cepat tanggap.“Anda serius? Anda yakin bisa memberikannya pada kami?” tanya Aldan, masih mengulas senyuman licik.“Iya aku serius. Apapun yang kalian minta, berapapun harganya, aku akan memberikannya asal aku bisa pulang dari sini,” jawab Hendrawan meyakinkan.“Bagaimana kalau aku minta sesuatu yang paling berharga dalam hidup anda?” tanya Aldan memastikan.Hendrawan membisu sejenak, tetapi dia tak mau berpikir lama lagi. Yang terpenting saat ini dia bisa pulang dan membalasnya nanti, “Tentu saja. Aku akan menyerahkan apapun yang kalian minta.”“Hemm baiklah ... Aku dengar-dengar anda punya anak gadis.” Aldan menyeringai sembari menggerak-gerakkan lidahnya sebagai isyarat bahwa dia menginginkan anak Hendrawan.Mendengarnya, spontan wajah Hendrawan merah padam, “Bajingan! Jangan bermimpi—”Namun, suara lantang Hendrawan terhenti ketika sebuah pistol menempel di dahinya.“Bukankah anda bilang mau menyerahkan sesuatu yang paling berharg
Read more
74. Masih Ada Banyak Permainan
Aldan berdiri di belakang tubuh Hendrawan. Lalu dia melepas lakban di mulut kepala polisi itu, “Enak, ‘kan?”Ketika lakban itu terlepas dari mulutnya, Hendrawan langsung memuntahkan semua yang ada di dalam mulut dan perutnya. Dia tidak peduli muntahan itu mengenai tubuhnya sendiri, yang terpenting ulat-ulat menjijikkan itu keluar dari tubuhnya.Aldan dan Faizal yang melihatnya tertawa terpingkal-pingkal. Meski mengubah rencana tak melukai Hendrawan, tetapi mereka tetap puas menjahili kepala polisi itu.“Gimana rasanya? Apakah makanan ini adalah makanan terlezat yang pernah anda makan?” tanya Aldan sembari memegangi perutnya yang sakit akibat tawa berlebihan.“Yaiyalah. Saking lezatnya, dia sampek muntah. Makan boleh, tapi jangan berlebihan dong, ” sahut Faizal, lalu dia tertawa lagi.Hendrawan menghiraukan ejekan kedua orang itu. Dia terus memuntahkan isi perutnya disertai dengan meludah berulang kali untuk menghilangkan bau dan rasa ulat-ulat itu yang melekat di lidahnya.Wajah Hendr
Read more
75. Mereka Bertiga Adalah Kuncinya
Aldan mengemudikan mobil milik Hendrawan ke arah daerah tempat tinggal Wahyu.Aldan tersenyum miring sembari menoleh ke arah Hendrawan yang duduk pingsan di samping kemudi, “Kau harus menderita di sisa-sisa hidupmu.”Aldan kembali fokus mengemudi, dia menambah kecepatan laju mobil.Tiga puluh menit berlalu, Aldan mulai memperlambat laju mobil ketika sampai di daerah tempat tinggal Wahyu.Aldan menghembus napas pelan dengan segurat senyuman, “Aku gak sabar menonton gladiator saling membunuh.”Aldan menghentikan laju mobilnya sekitar 50 meter dari rumah Wahyu. Faizal pun sudah ada di sana terlebih dahulu. Lalu, mereka turun dari mobil dan berjalan ke rumah Wahyu dengan membawa sebuah pistol.Aldan dan Faizal berjalan mengendap-ngendap memasuki kawasan tempat tinggal Wahyu. Perlahan senyuman miring terbit di bibir mereka ketika melihat banyak penjaga di sekitar rumah musuhnya.“Siapa kalian?” tanya salah satu anak buah Wahyu menghampiri dengan rasa kecurigaan.Aldan dan Faizal berpura-pu
Read more
76. Let' Go, Aldan Sudah Datang
Jam 2 dini hari, Hendrawan teperanjat kaget melihat dirinya sudah ada di mobilnya. Hal pertama yang dia pikirkan adalah Verra Kristian, anak kandung satu-satunya. Dia langsung mencari keberadaan ponsel miliknya.Dengan rasa cemas dan panik berlebihan, tangannya bergetar mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi Verra.“Angkat, nak.” Hendrawan berkeringat dingin saat teleponnya tidak terjawab.Hendrawan menekan nomor telepon Verra lagi, “Verra angkat dong.”Namun, lagi-lagi teleponnya tidak terjawab. Rasa cemas dan panik pun semakin besar, dia berpikir Verra sudah diculik oleh kedua orang suruhan Wahyu.“Gak, gak mungkin.” Hendrawan menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir pikiran buruknya sendiri. Lalu dia segera menekan nomor telepon Verra lagi. “Putriku pasti baik-baik saja. Dia masih terlelap tidur, makanya gak menjawab panggilanku.”Telepon diangkat, betapa senangnya hati Hendrawan.“Halo, nak? Ini kamu, kah?” tanya Hendrawan penuh harap yang menjawab adalah Verra.“Ya, Pa? Ada
Read more
77. Kerja Sama Menyingkirkan Aldan
Jam 5.30, Adelia keluar dari kamarnya dalam keadaan masih mengantuk. Saat dia turun dan membuka pintu depan, perlahan senyuman manis terbit di bibir saat melihat Aldan sedang berolahraga.“Selamat pagi, boleh ikutan?” Adelia menghampiri Aldan.Aldan menoleh dan memberikan sebuah senyuman manis, “Pagi, Sayang. Baru bangun?”“Hehe iya. Entah kenapa ya akhir-akhir ini aku sering tidur lebih awal. Aku ngantukan, padahal sebelumnya aku tidur paling awal jam 11-an,” keluh Adelia sembari melenturkan otot-ototnya.“Ya bagus dong. Itu tandanya kamu disuruh jangan bagadang,” respon Aldan santai, tetapi sebenarnya dia merasa bersalah karena sudah 2 kali memberikan obat tidur tanpa sepengetahuan kekasihnya. Dia terpaksa melakukan itu untuk melancarkan aksi balas dendamnya.“Kerja gak hari ini?” tanya Adelia sembari melakukan pemanasan olahraga seirama dengan Aldan.“Iya dong. Kalau kamu?” “Aku di rumah aja. Aku sedang mempelajari kasus-kasus Hendrawan. Aku berharap menemukan bukti kuat yang memb
Read more
78. Menjamin Asal Berkata Jujur
“Eh gak usah. Aku baru ingat jam tanganku ada di rumah,” kata Cindy dengan membatasi gerakan tubuhnya. Aldan menahan tawa, “’Yang benar yang mana nih? Gelang apa jam tangannya yang hilang?”“Hah? Eh, anu. Iya maksudku gelangku, iya itu.” Terlihat jelas kegugupan menghiasi wajah Cindy, membuat semua orang yang ada di sana mulai curiga.“Yaudah putar aja, Pak.” Rangga yang tadi hanya ikut, kini dia bersuara karena gregetan dan penasaran dengan perubahan ekspresi Cindy. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan gadis itu.Petugas itu mulai memutar cctv pagi ini. Dan benar saja di layar komputer diperlihatkan Cindy datang lebih awal ke kantor. Dia masuk ke ruangan divisi keuangan sembari memperhatikan keadaan sekitar. Dia menutup pintu ruangan itu, lalu berjalan ke arah meja Aldan. Selanjutnya dia menyelipkan gelang miliknya ke tumpukan kertas yang ada di meja kerja milik Aldan. Tentu semua orang yang ada di sana terkejut bukan main.PLAK!Lukman spontan menampar wajah Cindy, “Detik ini
Read more
79 Kalung Liontin
Aldan mendengar kemarahan Hendrawan lewat ponsel kloningan. Dia kegirangan karena Wahyu memberikan perlawanan sengit pada kepala polisi itu. “Memang seharusnya seperti itu bukan? Sesama iblis harus saling beradu strategi untuk membunuh satu sama lain,” gumam Aldan tersenyum puas. “aku gak sabar menonton kalian baradu kelicikan. Siapa yang menang? Ahhh kayaknya semakin seru. Sayang sekali kalau dilewatkan.”Di titik ini, sudah memasuki jam istirahat. Aldan menyimpan ponsel kloningan itu di saku celananya. Lalu, dia berdiri menghampiri Rangga yang sedang merapikan dokumen di atas meja.“Mau makan, gak?”“Yaiyalah, gak makan nanti mati.” “Oke ayo makan biar nyawamu gak ilang,” canda Aldan, lalu dia berjalan beriringan dengan Rangga.Di kantin, Aldan dan Rangga melihat Verra melambaikan tangan untuk memberi isyarat agar duduk di meja yang sama.“Widihhhh nyampe duluan.” Aldan mendaratkan tubuhnya di salah satu kursi makan.“Laper banget ya?” Rangga duduk di sebelah kiri Aldan.“Emmm eng
Read more
80. I'm Your Best Friend Forever
Setelah jam kerja usai, Aldan tidak langsung pulang. Dia pergi ke ruangan Ceo, Dhe Diantama.“Bunda memanggilku?” tanya Aldan.“Duduklah,” pinta Dhea sembari menepuk sofa di sebelahnya. Aldan pun menurut.“Bunda sudah memecat Cindy,” ucap Dhea.“Seharusnya bukan Cindy yang Bunda pecat. Seharusnya Bunda memecat orang yang menyuruhnya.” “Begitu ya? Tapi Cindy gak mengaku sama sekali. Bunda gak punya bukti buat memecat Lukman.” Dhea berbicara langsung ke intinya. Dia sudah tahu orang yang dimaksud Aldan.“Ah lupakan itu dulu. Cepat atau lambat Lukman akan terdepak dari perusahaan. Bunda memanggilmu bukan mau membahas itu,” kata Dhea lagi. Kali ini wajahnya terlihat lebih serius.“Terus mau bahas apaan, Bun?” tanya Aldan sesantai mungkin, meski dia tahu pasti ada sesuatu yang sangat penting sehingga Dhea memanggilnya.“Membahas anak Bunda.”“Kenapa aku, Bun? Aku baik-baik saja kok.” Aldan tersenyum lebar.“Sepertinya musuhmu bertambah banyak setelah kembali ke Indonesia,” singgung Dhea,
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status