Semua Bab Menaklukkan Suami Jahat: Bab 11 - Bab 20
82 Bab
10. Perintah
Helenina mengurungkan niatnya untuk berjalan-jalan dan sebagai gantinya dia pergi ke dapur dengan niat untuk membantu. Dia bertemu dengan Kepala Pelayan Emma dan Sarah di sana—salah satu gadis pelayannya. “Nyonya, Anda sudah bangun? Haruskah saya menyiapkan air mandinya sekarang?” Helenina segera menggeleng. Semburat merah samar muncul di pipinya. Entah sampai kapan, Helenina tidak pernah bisa terbiasa dengan semua pelayanan di rumah ini yang begitu memanjakannya, bahkan mandi saja harus disiapkan. Dan kalau Helenina tidak bersikeras, gadis-gadis pelayan itu mungkin juga akan membantunya mandi untuk menggosok punggungnya. Kenapa mereka memperlakukan Helenina sampai sedemikian rupa? Bahkan Arthur saja tidak diberi pelayanan sampai seperti itu. “Aku akan mandi nanti setelah sarapan,” kata Helenina, yang diberi anggukan singkat oleh Sarah. Helenina pergi mendekati sang juru masak yang menyambutnya hangat. Aroma roti dan selai memenuhi indera penciuman Nina. “Nyonya, Anda tidak harus
Baca selengkapnya
11. Kecupan
Helenina membuka tutup mulutnya, hendak membantah tapi tidak berani. Jadi pada akhirnya, dia mengambil benda yang pria itu minta. Wajah Helenina merona seperti tomat merah yang matang, dan dia memejamkan matanya erat-erat saat mengambil benda itu dan memberikannya pada Arthur. Dalam perjalanannya, kaki Helenina tersandung ujung sofa sehingga dia menggigit bibirnya kuat-kuat untuk menahan sebuah ringisan. “I-ini!” kata Helenina, mengulurkan tangannya jauh-jauh. Arthur mengambilnya dan langsung memakainya di hadapan Helenina yang masih memejamkan mata, dia melakukannya tanpa rasa malu sedikit pun. Dan tatapannya tidak lepas dari wajah wanita itu, memperhatikan istrinya tersebut dengan sebuah senyum tipis yang muncul di bibirnya. Setelah mengenakan celana dan tengah mengancingkan kemejanya, Arthur menghela napas berat. “Kau benar-benar tidak tertolong, Helenina,” ucap pria itu. Helenina membuka matanya perlahan, mengintip dari balik bulu matanya yang lebat ke sosok pria di hadapanny
Baca selengkapnya
12. Pelajaran
“K-Kau ... bohong!” cerca Helenina setelah terdiam selama beberapa saat. Dia menatap Arthur dengan tatapan menuduh. “Aku ... apa?” Pria itu tampak bingung dan seolah kehilangan kata-kata, yang membuat Helenina semakin yakin bahwa dugaannya benar. Helenina menggerak-gerakkan tangannya ke udara, hendak menjelaskan; mencari-cari kata yang tepat untuk diucapkan tapi tidak dia temukan juga. “Ciuman.” Helenina menelan salivanya susah payah setelah kata itu berhasil dia ucapkan. Wajahnya memerah karena dia tahu bahwa momen ini terasa begitu intim—dia bahkan duduk di pangkuan seorang pria saat mengatakannya. “....” “Kau berbohong tentang ciuman itu. Bu-bukan begitu caranya!” cerca Helenina saat Arthur justru hanya terdiam. Ekspresi di wajah Arthur kembali datar, tetap terkendali seolah dia sudah tidak lagi terpengaruh oleh tuduhan yang Helenina berikan. “Benarkah begitu?” sahutnya. Bibirnya lalu menyunggingkan senyum tipis yang terlalu singkat untuk ditangkap mata. “Ya, benar.” Heleni
Baca selengkapnya
13. Kedamaian
Arthur menarik tubuh Helenina mendekat, mengubah posisi wanita itu sehingga mengangkangi pahanya, lalu menarik pinggul Helenina merapat diikuti suara geramannya yang tertahan jauh di tenggorokan. Helenina berontak lagi karena desakan tersebut dan membuka mata lebar-lebar pada sesuatu yang terasa mengganjal di pahanya. “Kau merasakannya?” kata Arthur dengan kekehan serak. Dia membuka mata dan menatap Helenina dengan mata hitam kelamnya yang tampak semakin gelap nyaris tidak bercahaya. “...?” Helenina menatapnya bertanya. Apa yang pria ini maksud? “Hm, itu tanda untuk berhenti,” kata Arthur, mengangguk kepada dirinya sendiri. “Untuk sekarang, pelajaran kita sampai di sini saja.” Pelajaran? Helenina berkedip, kemudian detik selanjutnya dia tersadar dan wajahnya jadi semakin memerah. Tentu saja, ini hanya sekadar pelajaran, seperti yang Arthur tadi katakan. Dan justru itulah yang terburuk. “Kau telah menjadi murid yang baik, Nina,” kata Arthur lagi, memberinya pujian dengan ekspr
Baca selengkapnya
14. Matahari Terbenam
Ruangan tempat Arthur berada saat ini memiliki pencahayaan yang sangat baik, jendelanya menghadap ke arah barat sehingga dia bisa melihat matahari terbenam di ujung sana—begitu pun juga dengan gedung-gedung tinggi di sekitarnya. Pandangan Arthur pada banyak hal selalu terkesan monoton. Dia melihat tempat-tempat indah di dunia, wanita-wanita cantik, berbagai jenis permata yang berkilauan, lukisan-lukisan yang kata orang lain sangat penuh makna dari seniman-seniman terkenal, tapi tidak pernah merasakan apa pun saat melihat atau memiliki semua itu. Kecuali matahari terbenam. Fenomena yang satu ini selalu berhasil menyita perhatiannya lebih dari yang dia inginkan, selalu membuatnya merasakan sesuatu yang tidak pernah bisa dia definisikan. Sehingga Arthur pun berdiri di hadapan jendelanya yang luas sampai yang tersisa di langit hanya seberkas cahaya oranye redup yang perlahan-lahan menghilang sepenuhnya. Setelah kematian Alastair Rutherford, jabatan Presiden Direktur diturunkan pada Arth
Baca selengkapnya
15. Ketakutannya
Baru kemarin Helenina dipenuhi kebahagiaan karena berpikir bahwa kondisi tubuhnya telah membaik. Sudah beberapa hari ini dia tidak jatuh sakit dan rasa pusing disertai dentuhan halus di kepalanya mulai berkurang, tidak sekeras sebelumnya. Namun, pagi ini Helenina terbangun dengan perasaan terburuk setelah berhari-hari. Tubuhnya terasa lelah tanpa sebab, dentuman di kepalanya semakin keras dan membuatnya pening. Temperatur tubuhnya juga terasa sedikit meningkat. Helenina tidak terkejut dengan kondisi yang tiba-tiba ini, tapi dia hanya merasa kecewa. Dan dia yang biasanya bangun lebih awal sebelum para gadis pelayannya datang, hanya mampu berbaring tidak berdaya di ranjang sampai suara Aria memanggilnya di pintu kamar. Helenina pun mempersilakan mereka masuk dan membiarkan Aria, serta Sarah dan Molly membantunya bersiap-siap. Ketiga gadis pelayannya itu sepertinya menyadari kondisi Helenina, sehingga beberapa kali mereka bertanya apakah Helenina baik-baik saja. Namun, tentu saja, He
Baca selengkapnya
16. Dingin ke Panas
Setelah situasi yang terasa amat membingungkan itu, Arthur tidak lagi mengatakan apa pun pada Helenina. Pria itu langsung pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Sementara itu, Helenina memilih menunggu di balkon kamar. Sekalipun salju masih turun dan udaranya terasa dingin menusuk, tapi bagi Helenina di sini lebih baik daripada harus menunggu suaminya tersebut di kamar dan lebih tersiksa dalam penantian yang membuat jantungnya berdebar tidak nyaman. Helenina tidak menyangka kalau Arthur akan pulang lebih awal. Pria itu seharusnya pulang besok seperti janjinya. Beruntung saja tubuh Helenina telah terasa lebih baik setelah dia meminum teh jahe dan madu dari Duncan, juga istirahat yang sangat banyak hari ini di kamarnya yang nyaman dan hangat. Tapi sekarang, udara dingin yang terasa menusuk tubuh rasanya begitu menyakitkan, Helenina yakin kalau dia berdiam di sini lebih lama maka besoknya dia akan jatuh sakit lagi. Sehingga Helenina pun memutuskan untuk masuk ke dalam. Namun
Baca selengkapnya
17. Ragu dan Takut (21+)
Helenina memang mengatakan persetujuannya, tapi dia tidak tahu sama sekali apa yang tengah menunggunya di depan. Pengetahuannya sangat minim mengenai hal ini. Dan Helenina merasa gugup, tapi lebih daripada itu ... dia juga merasa takut. Arthur menggendongnya menuju kamar, dan mendudukkannya di atas meja. Dia tidak terburu-buru membawa Helenina ke ranjang, sehingga Helenina memiliki waktu lebih untuk meyakinkan dirinya akan hal ini. Padahal beberapa hari lalu Helenina telah membulatkan tekadnya, karena semakin lama mereka menunda maka semakin buruk Helenina akan merasa. Jadi, seharusnya tidak ada alasan baginya untuk menolak lagi. Ada satu hal, yang juga ingin Helenina buktikan; apakah Arthur menunda menyentuhnya karena pria itu belum menginginkan tubuhnya ataukah ada alasan lain yang tidak bisa Helenina duga? “Kau yakin?” bisik Arthur. Deru napas pria itu menerpa wajah Helenina dan suaranya yang terdengar lebih rendah mengalihkan perhatian Helenina dari pikirannya sendiri. Dia tid
Baca selengkapnya
18. Rasa Sakit (21+)
Helenina tidak tahu apa yang telah terjadi. Setelah sensasi dahsyat itu berakhir, dia menunduk dan menatap Arthur dengan mata sayunya yang dipenuhi oleh gairah. “Kau mendapatkan pelepasan pertamamu. Selamat, Nina!” kata Arthur, menyengir lebar di antara paha Helenina. Mata pria itu berbinar, seolah dia benar-benar merasa bangga. “Pelepasan ... pertama?” Helenina membeo dengan napas memburu tajam. Arthur mengangguk, lalu menggunakan ibu jarinya lagi untuk mengusap milik Helenina yang masih berdenyut hebat. Kelembutan wanita itu membuat Arthur terkejut, tapi dia tahu bahwa Helenina belum cukup siap baginya, belum cukup basah, dan belum cukup gila dia buat. “Benar. Kau menyukainya?” kata Arthur, sembari membayangkan hal-hal yang mungkin bisa dia lakukan untuk membuat Helenina semakin menyukai hal ini tanpa Arthur harus bertanya lagi. “...!” Sementara itu, Helenina lebih memilih mengubur dirinya sendiri saat ini juga daripada harus menahan malu yang begitu besar dengan menjawab perta
Baca selengkapnya
19. Kenikmatan (21+)
Arthur melepaskan kulumannya dari payudara Helenina untuk bangkit bertumpu pada kedua tangannya, menunduk ke bawah untuk melihat kejantanannya yang mendorong masuk ke kewanitaan istrinya. Wanita itu merintih. “Sa-sakit!” katanya. Arthur dengan susah payah menarik napas dan mengembuskannya kasar. Kenikmatan menyebar dengan cepat ke tubuhnya, mengirim getaran sampai ke tulang punggungnya. Dia terancam akan mendapatkan pelepasannya saat itu juga. Namun sebuah penghalang di dalam milik wanita itu—yang dia tahu apa—menghentikan pergerakannya. “Ssshhh! Tenanglah, Nina. Buka matamu dan tatap aku!” perintah Arthur dengan nada lembut dan penuh rayu. Helenina pun membuka matanya. Manik biru safir itu basah oleh genangan air mata. “Ini sakit, Arthur! Ku-kumohon ...!” lirih Helenina. Arthur memejamkan matanya sesaat, untuk menenangkan dirinya sendiri. “Sial! Ini begitu sempit,” gumamnya sangat pelan. “A-Arthur! Kumohon ... hentikan! Ini—” “Tidak!” sela Arthur, memberikan Helenina gelengan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status