All Chapters of Dendam Wanita Yang Difitnah: Chapter 21 - Chapter 30
37 Chapters
Bab 15.B
Tak kuasa lalu tatapan ini beredar ke sekeliling ruangan, hanya ada kasur lusuh dan lemari usang, bahkan tempat ini mirip-mirip seperti gudang "Apa di luar tidak ada penjaga?" tanya perempuan itu.Aku terkesiap mendengar pertanyaannya, lalu menghampiri."Dia sudah mati, ayo keluar," bisikku."Tapi ... aku takut." "Tidak usah takut, aku akan melindungimu, saat ini Bram pasti sedang sibuk mengurus tawanan lainnya yang ada di kerangkeng.""Sayangi hidupmu lalu kita pergi dari sini."Perempuan itu mengangguk ketakutan lalu melirik anaknya."Nak, kita pergi sekarang ya, kamu mau makan 'kan?" Suara perempuan itu terdengar bergetar."Mau, Bu, ayo aku sudah sangat lapar."Aku membantunya untuk bangun.Namun, saat sudah bersiap ingin pergi tiba-tiba aku mendengar suara teriakkan seorang perempuan di luar sana."Ajo! Ajo! Kemana kamu hah?! Kenapa pintu dibiarkan terbuka!"Celaka, itu suara Erina."Dia masuk ke sini, sepertinya kita harus sembunyi dulu sebelum perempuan itu pergi," bisik Delia
Read more
Bab.16
Aku bingung harus melakukan apa sekarang, tiba-tiba saja Delia merampas tongkat yang kupunya lalu membuka pintu yang terkunci dari dalam ini.Lalu Bukk!Ia memukul kepala Erina dengan keras hingga tersungkur ke lantai, Erina sempat membuka mata dan melihat keberadaan kami. Namun, lagi-lagi Delia memukul kepalanya hingga ia tak sadarkan diri."Ayo keluar!" titah Delia.Kami semua keluar dari tempat itu dengan perlahan karena takut ada penjaga di luar."Tunggu dulu,Tante." Delia berlari ke arah kiri.Ternyata ia mengambil dua buah senapan panjang, satu ia pegang satunya lagi diberikan padaku."Ini untuk senjata, Tante tahu caranya?""Begini nih caranya." Ia mengajarkan cara menembak menggunakan senapan ini, dua kali diberi contoh aku langsung mengerti."Bu, kita akan ke mana?" tanya anak lelaki yang entah berusia berapa itu.Jika ia memanggil putriku dengan sebutan ibu otomatis ia cucuku, melihat tubuh anak itu hatiku teriris nyeri seketika.Badannya Kumal dengan baju tak layak pakai,
Read more
Bab 17
"Kita lihat dulu mau apa mereka," bisik Delia.Saat ini dadaku berdegup kencang, putriku juga bersembunyi dibalik tubuh ini"Itu anak buah Bram!" teriak putriku sambil mengguncang tubuh Delia."Kamu yakin?""Ya."Lelaki tadi terlihat turun dari tangga helikopter yang masih terbang di atas sana."Ayo tembak, Tante!"Aku dan Delia menembak bersaman, dan kali ini tembakanku tak meleset sama sekali, tepat di tenggorokan lelaki itu.Kedua lelaki tadi terlempar ke tanah lalu terkapar tak sadarkan diri. Namun, ancaman sepertinya belum usai Karen dari atas helikopter itu masih ada beberapa orang anak buah Bram.Dari atas mereka mulai menembaki kami, kali ini rasa takutku seakan menghilang, sekarang ada putriku dan kedua anaknya mereka butuh perlindunganku.Bagaikan superhero aku terus membidik melawan serangan mereka, sementara Delia dan kedua anaknya kusuruh untuk bersembunyi dibalik batu besar."Aww!" Aku melirik Delia, tangan gadis itu berdarah."Sial*n!" teriak DeliaDengan penuh kebera
Read more
Bab 18.A
"Apa? Kamu menyebut nama ayahku hahahaha." Putriku tertawa sambil menengadah.Entah kenapa tiba-tiba menyelusup rasa khawatir tentang kejiwaannya, terlebih ia membenci kedua anaknya karena berasal dari benih Bram.Oh Tuhan, jangan biarkan putriku menjadi gila, ia harus hidup menjadi perempuan baik seperti yang aku harapkan."Ya, aku tahu dia di mana sekarang, Delia, tapi lepaskan aku dulu." Erina bicara sambil merintih."Aku tidak peduli sama sekali, baik pada ayahku atau ibuku, yang Kumai adalah kebebasan, aku ingin hidup bebas dan seorang diri, kamu mengerti!" tegas Delia Jelas saja tenggorokan ini tercekat mendengarnya, mental anakku tidak sedang baik-baik saja."Hei kamu, cepat ikat lagi mulutnya aku muak mendengar omong kosong yang keluar dari bibir busuknya," putriku memerintah pada Delia.Gadis itu menuruti titah putriku, ia kembali mengikatkan kain sehingga ke mulut Erina."Kau benar, Mbak, kita sebaiknya tak usah mendengar omong kosongnya, nasibmu dan nasibku sama, sama-sama
Read more
Bab 18 B
"Heuh! Bikin susah aja, lihat nanti aku akan membuangmu ke panti asuhan," cerocosnya sambil meraih bayi dalam gendonganku dan ia mulai menyusuinya.Syukurlah ternyata ia masih memiliki hati nurani terhadapnya anak kecil, kini hanya gadis itu yang masih memainkan kesakitan Erina."Nek, Tante itu kasihan," sahut Frans yang sejak tadi berlindung dibalik tubuhku."Iya, Nak, kamu tidur ya nih pakai bantal ini." Aku meraih tas Delia untuk alas tidur Frans."Lihat ini, Mbak, kita punya banyak senjata." Delia membawa beberapa pistol milik anak buah Bram dan mengumpulkannya di hadapanku."Bagus, itu bisa jadi senjata untuk besok perjalanan pulang," sahut putriku."Sekarang ajarkan aku cara menggunakan benda ini ya," pinta putriku lagi.Di ujung sana Erina masih merintih dengan tubuh tak berbusana dan luka di sekujur tubuhnya, aku mendekat menghampirinya lalu membuka ikatan di mulutnya "Erina, katakan apa yang kamu tahu tentang Ilyas?" tanyaku dengan suara pelan.Bukan menjawab wanita itu mala
Read more
Bab 19
Kali ini suara tembakan tak terdengar lagi, malah suara teriakkan perempuan yang terdengar dan itu pun sepertinya suara putriku dan Delia."Frans tunggu di sini ya, Nenek mau lihat ke luar dulu."Sambil menggendong bayi aku keluar dari gua dengan hati-hati karena di samping gua ini ada sebuah jurang yang begitu dalam.Mataku membelalak kala melihat para lelaki terkapar di tanah berlumuran darah, tatapanku kini beralih pada Delia dan putriku dan ternyata ada yang membantu mereka.Ya orang itu Meri, gadis yang kutemui di kerangkeng Bram, entah bagaimana ceritanya hingga ia bisa sampai kemari?"Meri!" teriak Delia.Saat akan melangkah aku dikejutkan oleh sosok tubuh Ali yang tergeletak di tanah, sedangkan tubuh Erina masih berada di dekat putriku."Dia belum mati kok, Bu," ucap putriku yang kini berada di belakang punggung.Entah bagaimana ceritanya ketiga wanita ini bisa menang melawan anak buah Bram yang lumayan banyak, dan juga bisa melumpuhkan pria bernama Ali ini."Ayo seret dia ke
Read more
Bab 20
"Memangnya apa yang kamu temukan?" tanyaku mulai tertarik dengan apa yang diucapkannya."Teman-temanku ternyata digiring ke villa itu, tapi aku sangat berharap jika yang lainnya ada yang bebas, dan aku juga sangat ingin membebaskan mereka semua, tetapi ...." Ia terdiam lalu menghela napasAku faham kami memang tak memiliki kekuatan untuk membebaskan gadis-gadis itu, beruntung sekali kami telah pergi."Lalu bagaimana caramu melarikan diri dari kerangkeng itu? Dan kenapa bisa kamu tak tertangkap?" tanyaku mulai menoleh pada wajahnya."Aku lari ke belakang kerangkeng menyebrangi sungai sendirian, sementara yang lain kabur ke arah barat menaiki bukit, sebenarnya waktu itu penjaga pun ada yang mengejar beruntung aku mencuri senjata dan bisa menemb*k kepalanya."Gadis ini sangat nekat karena setahuku sungai di belakang tempat itu sangat deras alirannya."Lalu langkamu selanjutnya apa, Mer? Kalau Tante ingin segera keluar dari sini bersama anak Tante."Gadis itu terdiam sejenak."Aku pun sam
Read more
Bab 21.A
(POV ALI)Namaku Ali Kusuma Wijaya, aku terlahir kembar dengan Ilyas Kusuma Wijaya, wajah dan juga tubuh kami sama, bahkan orang asing sama sekali tak dapat membedakan kami berdua.Sejak kecil aku kerap mendapatkan ketidakadilan dari papa dan mama karena aku tak seperti Ilyas yang pintar dan kerap juara satu di sekolahnya.Hal itu membuatku muak baik pada papa ataupun pada Ilyas, hanya mama yang sering membelaku, bahkan adikku sendiri yaitu Anita sering memuji Ilyas dan berhubungan baik dengannya sama seperti papa.Adikku Anita sama pintarnya seperti Ilyas, ia pun sama didewa-dewakan oleh papa, adik perempuanku itu memang tak pernah membenciku hanya saja aku tak ingin dekat-dekat dengan dirinya, selain minder aku pun sakit hati karena Anita salah satu anak kesayangan papa.Menginjak remaja rasa benci yang semula hanya benih kini telah tumbuh dan berakar kuat, papa, Ilyas dan Anita aku membenci mereka semua.Aku memutuskan untuk kuliah di London menjauh dari keluarga yang selama ini me
Read more
Bab 21.B
Anita terkejut mendengar bentakanku yang keras sementara papa masih menatapku dengan tajam."Walaupun aku bukan lagi bagian keluarga ini, dan bukan lagi anak Papa, tapi aku dilahirkan dari rahim Mama!"Anita menghampiriku sambil menangis."Maaf, Kak, sudah jangan marah," rengeknya."Kalau kedatanganmu ke sini hanya untuk marah-marah lebih baik kembali ke tempat asalmu, asal kamu tahu mamamu selalu sakit-sakitan karena memikirkanmu yang tak pernah mau pulang! Makanya itu aku tak sudi memberikan kabar kematiannya padamu!"Aku terdiam sambil menatap nanar ke arah tembok, ucapan papa barusan memang sedikit menimbulkan rasa sesal di hati ini.Seharusnya dulu aku sering menjenguk mama, menemuinnya barang enam bulan sekali atau di waktu-waktu tertentu, kepalaku seperti dihantam ucapan papa."Kalau kamu mengakui mamamu itu orang tuamu sendiri harusnya kamu temui dia, bukan menyiksa batinnya seperti itu!" teriak papa lagiAku tak tertarik dengan teriakan papa gegas naik ke lantai atas memasuki
Read more
Bab 22
Aku terkejut sekaligus tak percaya dengan perkataan Erina, mengapa bisa orang terpandang dan terpelajar seperti papa mertua melakukan hal kotor itu?Kupandangi Erina yang sedang ketakutan karena dirinya kini berada di mulut jurang yang dalam."Aku ga bohong, Mirna!" teriak Erina lagi.Tapi aku masih ingat orang yang dahulu menuntutku memang papa, dialah yang menyewa seorang pengacara agar aku diberi hukuman berat, lalu ia berlaku seolah-olah dirinya terluka.***Padahal waktu itu usai kematian mama mertua aku disibukkan dengan berbagai kegiatan, seperti belanja bahan-bahan makanan untuk acara tahlilan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kematian mama mertua.Pada malam itu saat hendak mencari baju ganti aku terkejut karena saat membuka lemari tiba-tiba saja sebuah jasad menggelinding jatuh dari lemari hingga mengenai kakiku.Aku berteriak karena terkejut sekaligus takut karena sebelumnya aku tak pernah menemukan hal aneh semacam itu.Seluruh anggota keluarga masuk ke kamarku,
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status